BAHAGIA Dunia Akhirat
"Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan." (Qs. Al Qoshos : 77).
MENERIMA TAUFIQ DAN HIDAYAH |
Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.... (QS. al-Anfal: 24).
Di dalam ayat yang lain Allah SWT juga berfirman: "Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan yang kekal lagi sholeh
adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan" (QS. Al Kahfi: 46).
Ingin
Bahagia ?
Hidup bahagia adalah dambaan dari setiap
orang. Bahagia merupakan suatu hal tiada taranya. Dikala kita bahagia segalanya
akan terasa indah dan hati pun terasa tentram dan damai. Tiada kesusahan pun
yang meliputi kita tatkala bahagia menghampiri kita. Bahagia itu indah dan
menyenangkan. Tapi, apa sih sebenarnya Makna dari Bahagia atau kebahagiaan itu
sendiri??
Hidup dalam pandangan Islam adalah
kesinambungan antara dunia dan akhirat dalam keadaan bahagia, kesinambungan
kebahagiaan hingga melampaui usia dunia ini. Di dalam kehidupan ini kita sering
salah persepsi menilai kebahagiaan. Ada yang beranggapan bahwa orang yang
bahagia itu adalah orang yang memiliki harta berlimpah, rumah yang megah, kenderaan
mewah, pangkat dan jabatan. Meski tidak dapat disangkal juga bahwa memiliki
harta yang banyak juga merupakan suatu kebahagiaan tersendiri apalagi harta
tersebut diperoleh dengan cara yang halal, ada juga orang yang hidup pas-pasan
tetapi juga bahagia, bahkan ada sebagian orang kaya yang merasa iri dengan
kebahagiaan orang yang hidupnya serba sederhana. Lalu apa sebenarnya bahagia
itu? Kehidupan dunia beserta kesenangannya atau akhirat yang kekal dan abadi?
Pada suatu
ketika Aisyah ra. bertanya kepada Rasulullah saw: "Ya Rasulullah, dengan
apakah kelebihan sebagian manusia dengan sebagian yang lainnya? Baginda saw
menjawab: "Dengan akal" Kata Aisyah lagi: "Dan di akhirat?
"Dengan akal juga" Kata baginda. Bukankah seseorang itu lebih dari
yang lainnya dalam hal pahala lantaran amal ibadahnya? Tanya "Aisyah lagi.
"Wahai Aisyah, bukankah amal ibadah yang mereka kerjakan itu semata-mata
mengikut kadar akal mereka? Mengikut ketinggian derajat akal mereka, begitulah
ibadah mereka, dan menurut itulah pahala yang diberikan kepada mereka".
Rasulullah saw juga bersabda: "Allah telah membagi akal kepada tiga bagian. Siapa yang cukup memiliki ketiga bagiannya, sempurnalah akalnya, jika kurang walau sebagian, tidaklah ia dikira orang yang berakal!" Lalu seseorang bertanya: "Ya Rasulullah, apakah bagian yang tiga itu? Sabda Rasulullah saw: "Pertama, baik ma’rifahnya (pengenalannya) kepada Allah, kedua, baik taatnya kepada Allah dan ketiga, baik pula sabarnya atas ketentuan Allah.
Rasulullah saw juga bersabda: "Allah telah membagi akal kepada tiga bagian. Siapa yang cukup memiliki ketiga bagiannya, sempurnalah akalnya, jika kurang walau sebagian, tidaklah ia dikira orang yang berakal!" Lalu seseorang bertanya: "Ya Rasulullah, apakah bagian yang tiga itu? Sabda Rasulullah saw: "Pertama, baik ma’rifahnya (pengenalannya) kepada Allah, kedua, baik taatnya kepada Allah dan ketiga, baik pula sabarnya atas ketentuan Allah.
Arti Kebahagiaan ?
Kebahagiaan berasal dari kata
bahagia yang telah diberi awalan ke dan akhiran an. Menurut Kamus Bahasa
Indonesia sendiri bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tentaram
(bebas dari segala yang menyusahkan).
Sementara Dr. Hasan Syamsi Basya dalam bukunya “Menemukan
Kebahagiaan “ mengatakan bahwa “Kebahagiaan tidak terletak pada apa yang anda
miliki, tapi dalam kebaikan manfaat apa yang Anda Miliki. Tidak pula dalam memperoleh
segala apa yang Anda inginkan, tapi hendaknya Anda mengetahui bagaimana
memperoleh manfaat dari apa yang Anda inginkan”.
Jenjang Kebahagiaan ?
Sedangkan Ibnu Qoyyim Al-Jauziah dalam bukunya “Ighatsah Al- Lahfan
fi Masha Asy-Syaitan” menyebutkan ragam kebahagiaan yang mempengaruhi kondisi
jiwa manusia ada tiga, yakni. (1); Kebahagiaan yang bersifat eksternal:
kebahagiaan yang lebih bersifat pada pemenuhan materi dan hidup terkadang pupus
dengan restorsi artifisial. (2) Kebahagiaan Fisik; tubuh yang sehat, emosi yang
seimbang, anggota tubuh proposional, dan warna kulit cerah. Kebahagiaan jenis
ini lebih dekat dari jenis sebelumnya, namun pada hakikatnya bersifat
eksternal.(3) Kebahagiaan hakiki; kebahagiaan internal jiwa. Kebahagiaan ini
merupakan buah dari ilmu yang bermanfaat, bersifat abadi dalam kondisi yang
berubah-rubah, serta selalu menemani individu dalam setiap perjalanan ke
berbagai alam
Ibnu Qoyyim menafsirkan bahwa kebahagiaan merupakan konsekuensi
hidayah, sedangangkan kesengsaraan merupakan konsekuensi ketidakpatuhan
terhadap perintah Allah SWT. Menurut pandangan beliau “ Perasaan aman, damai,
senang, tentram, dan bahagia yang timbul saat mendapatkan keimanan dan hidayah
akan menuntun seseorang memperoleh keselamatan dan kebahagiaan. Sebaliknya
perasaan takut, kalut, sedih, tersiksa, dan gelisah akan timbul ketika tersesat
dan bingung.
Dr. Kamil Ya’kub berkata : “Kenyataan yang aku rasakan dalam
hidupku sebagai seorang dokter adalah orang yang paling tenang jiwanya tidak
lain yang paling kuat imannya, dan yang paling kuat bergantung pada
rumbai-rumbai agama.”
Islam menyatakan bahwa "Kesejahteraan' dan
"kebahagiaan" itu bukan merujuk kepada sifat badani dan jasmani
insan, bukan kepada diri hayawani sifat basyari; dan bukan pula dia suatu
keadaan hayali insan yang hanva dapat dinikmati dalam alam fikiran belaka.
Keselahteraan dan kebahagiaan itu merujuk
kepada keyakinan diri akan hakikat terakhir yang mutlak yang dicari-cari itu —
yakni: keyakinan akan Hak Ta'ala — dan penuaian amalan yang dikerjakan oleh
diri berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah batinnya.'
Jadi, kebahagiaan adalah kondisi hati yang
dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya
itu. Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun
dalam kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan
ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim
negara. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya demi
mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan menjalankan
keyakinan.
Menurut
Hamka, Islam mengajarkan pada manusia empat jalan
untuk menuju kebahagiaan. Pertama, harus ada i’tiqad, yaitu motivasi yang benar-benar berasal dari dirinya sendiri
Kedua, yaqin, yaitu keyakinan yang kuat akan sesuatu yang sedang dikerjakannya.
Ketiga, iman, yaitu yang lebih tinggi dari sekedar keyakinan, sehingga dibuktikan oleh lisan dan perbuatan.
Tahap terakhir adalah ad-diin, yaitu penyerahan diri secara total kepada Allah, penghambaan diri yang sempurna. Mereka yang menjalankan ad-diin secara sempurna tidaklah merasa sedih berkepanjangan, lantaran mereka benar-benar yakin akan jalan yang telah Allah pilihkan untuknya.
Ada pula sifat-sifat yang menjauhkan manusia dari kebahagiaan, antara lain adalah takut mati. Pada dasarnya perasaan ini menimpa mereka yang tak tahu mati. Mereka tidak tahu kemana jiwa raganya pergi sesudah mati, atau disangka setelah tubuhnya hancur maka jiwanya pun ikut hancur, sedangkan alam ini kekal dan orang lain terus mengecap nikmat, sementara dirinya tak ada lagi di sana. Ada juga yang menyangka bahwa kematian itu adalah penyakit yang paling hebat. Akan tetapi semua penyakit ada obatnya, kecuali kematian, karena kematian itu bukanlah penyakit. Sebagian orang memang suka hidup lama tetapi tak suka tua.
Pikiran semacam ini, menurut Hamka, tidaklah waras. Dalam ajaran Islam, kematian adalah belas kasihan Tuhan kepada hamba-hamba-Nya. Manusia disuruh pergi ke dunia, dan kemudian dipanggil pulang. Agama menyadarkan kita bahwa kematian itu telah pasti bagi kita, dan karenanya, kita sungguh-sungguh berusaha memperbaiki hidup, agar sesudah hidup itu kita beroleh kematian yang nikmat adanya, yaitu kematian dalam keadaan memperoleh ridha Allah.
Orang seringkali membayangkan apa yang akan dijumpainya sesudah mati. Mereka yang takut mati barangkali sudah menyadari dosanya lebih banyak daripada kebaikannya, sehingga takut kalau harus di-hisab.
Tetapi ada pula orang seperti Bilal bin Rabah ra. yang mengatakan dirinya bahagia di saat menghadapi sakaratul mautnya, lantaran dengan kematian itulah ia bisa berkumpul kembali dengan Rasulullah saw. yang sangat ia cintai.
Oleh karena itu, pesan Hamka, jika ingin jadi orang kaya, maka cukupkanlah apa yang ada, peliharalah sifat qana’ah, jangan bernafsu mendapatkan kepunyaan orang lain, hiduplah sepenuhnya dalam ketaatan kepada Allah saja.
Kekayaan hakiki ialah mencukupkan apa yang ada, baik banyak maupun sedikitnya, sebab ia adalah nikmat dari Allah. Jika kekayaan melimpah, ingatlah bahwa harta itu untuk menyokong amal dan ibadah. Harta tidak dicintai karena ia harta, melainkan hanya karena ia pemberian Allah, dan ia dipergunakan untuk sesuatu yang bermanfaat. Inilah jiwa yang bahagia!
Menggapai Kebahagiaan ?
Ada beberapa cara yg diajarkan agama ini utk dapat mencapai hidup
bahagia di antaranya disebutkan oleh
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah dalam
kitabnya Al-Wasailul Mufidah lil Hayatis Sa‘idah:1. Beriman dan beramal shalih.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:مَنْ عَمِلَ
صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَياَةً
طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ ماَ كَانُوا يَعْمَلُوْنَ“Siapa yg beramal shalih baik laki-laki
ataupun perempuan dalam keadaan ia beriman maka Kami akan memberikan kepadanya
kehidupan yg baik dan Kami akan membalas mereka dengan pahala yg lbh baik
daripada apa yg mereka amalkan.”
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini adl janji dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada orang yg beramal shalih yaitu amalan yg
mengikuti Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dari kalangan laki-laki maupun
perempuan dari keturunan Adam sementara hatinya beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji utk memberikan kehidupan yg baik
baginya di dunia dan membalasnya di akhirat dgn pahala yg lbh baik daripada
amalannya.
Kehidupan yg baik mencakup seluruh kesenangan dari berbagai sisi.
Kehidupan yg baik mencakup seluruh kesenangan dari berbagai sisi.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dan sekelompok
ulama bahwa mereka menafsirkan kehidupan yg baik dgn rezki yg halal lagi baik
sementara Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu menafsirkannya dgn
sifat qana’ah demikian pula yang dikatakan Ibnu ‘Abbas ‘Ikrimah dan Wahb bin
Munabbih. Berkata ‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas: “Sesunggguhnya
kehidupan yg baik itu adl kebahagiaan.”
Al-Hasan Mujahid dan Qatadah berkata: “Tidak ada bagi seorang pun
kehidupan yg baik kecuali di surga.”
Sedangkan Adh-Dhahhak mengatakan:
1.“Ia adl rizki yg halal dan ibadah di dunia serta beramal ketaatan
dan lapang dada utk taat.” Yang benar dalam hal ini adl kehidupan yg baik
mencakup seluruh perkara tersebut.”
2. Banyak mengingat Allah
krn dgn dzikir kepada-Nya akan diperoleh kelapangan dan ketenangan yg berarti
akan hilang kegelisahan dan kegundah gulanaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبِ“Ketahuilah dgn mengingat kepada Allah akan
tenang hati itu.”
3. Bersandar kepada Allah
dan tawakkal pada-Nya yakin dan percaya kepada-Nya dan bersemangat utk meraih
keutamaan-Nya. Dengan cara seperti ini seorang hamba akan memiliki kekuatan
jiwa dan tidak mudah putus asa serta gundah gulana. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ
حَسْبُهُ“Siapa yg bertawakkal
kepada Allah maka Allah akan mencukupinya.”
4. Berbuat baik kepada makhluk dalam bentuk ucapan maupun perbuatan
dgn ikhlas kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:لاَ خَيْرَ فِي كَثِيْرٍ مِّنْ نَجْوَاهُمْ
إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوْفٍ أَوْ إِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغآءَ مَرْضَاةِ اللهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ أَجْرًا عَظِيْماً“Tidak ada kebaikan dalam kebanyakan
bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh utk
bersedekah atau berbuat kebaikan dan ketaatan atau memperbaiki hubungan di
antara manusia. Barangsiapa melakukan hal itu krn mengharapkan keridhaan Allah
niscaya kelak Kami akan berikan padanya pahala yg besar.” Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata menafsirkan ayat di atas:
“Yakni tidak ada kebaikan dalam kebanyakan pembicaraan di antara manusia dan
tentunya jika tidak ada kebaikan maka bisa jadi yg ada adl ucapan tak berfaedah
seperti berlebih-lebihan dalam pembicaraan yg mubah atau bisa jadi kejelekan
dan kemudlaratan semata-mata seperti ucapan yg diharamkan dgn seluruh jenisnya.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengecualikan: “Kecuali bisikan-bisikan dari
orang yg menyuruh utk bersedekah” dari harta ataupun ilmu atau sesuatu yg
bermanfaat bahkan bisa jadi masuk pula di sini ibadah-ibadah seperti bertasbih
bertahmid dan semisalnya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya tiap tasbih adl sedekah tiap takbir adl sedekah dan tiap tahlil
adl sedekah. Demikian pula amar ma‘ruf merupakan sedekah nahi mungkar adl
sedekah dan dalam kemaluan salah seorang dari kalian ada sedekah ….”
5. Menyibukkan diri dgn mempelajari ilmu yg bermanfaat.
6. Mencurahkan perhatian dgn apa yg sedang dihadapi disertai
permintaan tolong kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa banyak berangan-angan
utk masa yang akan datang krn akan berbuah kegelisahan disebabkan takut/
khawatir menghadapi masa depan dan juga tanpa terus meratapi kegagalan dan
kepahitan masa lalu krn apa yg telah berlalu tidak mungkin dapat dikembalikan
dan diraih. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تَعْجزْ،
وَإِذَا أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَذَا كَانَ كَذَا
وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اللهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ
عَمَل الشَّيْطَانِ“Bersemangatlah
utk memperoleh apa yg bermanfaat bagimu dan minta tolonglah kepada Allah dan
janganlah lemah. Bila menimpamu sesuatu janganlah engkau berkata: “Seandainya
aku melakukan ini niscaya akan begini dan begitu” akan tetapi katakanlah:
“Allah telah menetapkan dan apa yg Dia inginkan Dia akan lakukan” krn
sesungguhnya kalimat ‘seandainya’ itu membuka amalan syaithan.”
7. Senantiasa mengingat dan menyebut ni’mat yg telah diberikan
Allah Subhanahu wa Ta’ala baik ni’mat lahir maupun batin. Dengan melakukan hal
ini seorang hamba terdorong utk selalu bersyukur kepada-Nya sampaipun saat ia
ditimpa sakit atau berbagai musibah lainnya. Karena bila ia membandingkan
keni’matan yg Allah Subhanahu wa Ta’ala limpahkan padanya dgn musibah yg
menimpanya sungguh musibah itu terlalu kecil. Bahkan musibah itu sendiri bila
dihadapi dgn sabar dan ridha merupakan keni’matan krn dengannya dosa-dosa akan
diampuni dan pahala yg besar pun menanti.
8. Selalu melihat orang yg di bawah dari sisi kehidupan dunia
misalnya dalam masalah rezki karena dgn begitu kita tidak akan meremehkan
ni’mat Allah yg diberikan-Nya kepada kita.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ“Lihatlah orang yg di bawah kalian dan jangan melihat orang yg di atas kalian krn dgn lbh pantas utk kalian tidak meremehkan ni’mat Allah yg dilimpahkan- Nya kepada kalian.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ“Lihatlah orang yg di bawah kalian dan jangan melihat orang yg di atas kalian krn dgn lbh pantas utk kalian tidak meremehkan ni’mat Allah yg dilimpahkan- Nya kepada kalian.”
9. Ketika melakukan sesuatu utk manusia jangan mengharapkan ucapan
terima kasih ataupun balasan dari mereka namun berharaplah hanya kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga engkau tidak peduli mereka mau berterima kasih
atau tidak dgn apa yg telah engkau lakukan sebagaimana firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala tentang ucapan hamba-hamba-Nya yang khusus:إِنَّماَ
نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللهِ لاَ نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزآءً وَلاَ شُكُوْراً“Kami memberi makan kepada kalian hanyalah
krn mengharap wajah Allah kami tidak menginginkan dari kalian balasan dan tidak
pula ucapan terima kasih.” Demikian beberapa hal yg bisa dilakukan utk mencapai
ketenangan dan kebahagiaan hidup.
Sebagai akhir teruntai doa kepada Rabbul ‘Izzah :اللّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِيْنِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيْهَا مَعَاشِي، وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي إِلَيْهَا مَعَادِيْ وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلَِّ خَيْرٍ وَالْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ“Ya Allah perbaikilah bagiku agamaku yg agama ini merupakan penjagaan perkaraku dan perbaikilah bagiku duniaku yg aku hidup di dalamnya dan perbaikilah bagiku akhiratku yg merupakan tempat kembaliku dan jadikanlah hidup ini sebagai tambahan bagiku dalam seluruh kebaikan dan jadikanlah kematian sebagai peristirahatan bagiku dari seluruh kejelekan.” {HR.
Muslim}
Abdurrahman As-Sa’di dalam mukadimah risalah Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah hal. 5 mengatakan: “Sesungguhnya ketenangan dan ketenteraman hati serta hilangnya kegundahgulanaan darinya, itulah yang dicari oleh setiap orang. Karena dengan dasar itulah akan didapati kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki.”
Allah I berfirman:
As-Sa’di dalam Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As Sa’idah hal. 9 mengatakan: “Allah I memberitahukan dan menjanjikan kepada siapa saja yang menghimpun iman dan amal shalih dengan kehidupan yang bahagia di dunia ini dan membalasnya dengan pahala di dunia dan akhirat.”
Dari kedua dalil ini, kita bisa menyimpulkan bahwa kebahagiaan hidup terletak pada dua hal yang sangat mendasar: Baiknya jiwa yang dilandasi iman yang benar dan baiknya amal seseorang yang dilandasi keikhlasan dan kesesuaian dengan Sunnah Rasulullah saw.
Jakarta 14/2/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar