Hidayah Al-Qur’an
Artinya:Sesungguhnya
kami Telah menurunkan Al Quran kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.(QS.
Al-Insan: 23)
AMALKAN AL-QUR'AN |
Jika kita abaca ayat-ayat al-Qur’an,
maka akan didapati beberapa macam hidayah Allah swt yang diberikan kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman dan patuh kepada-Nya dengan membaca al-Qur’an
dengan tartil, memahaminya dengan benar dan melaksanakan apa yang diperintah
dan menjauhi apa yang dilarang dengan ikhlas semata-mata mencari ridha-Nya.
Muhammad Ibnul Jamil dalam kitabnya
mengatakan,”Hidayah Allah kepada manusia itu ada empat macam: 1, Hidayah yang
diberikan kepada semua manusia seperti berupa akal, instink, pikiran dan kodrat
alamiah untuk kelanjutan hidupnya (QS, Thoha:50).2.Hidayah yang berarti dakwah
yang diserukan melalui mulut para Nabi (QS.Al-Anbiya’:73).3.Hidayah taufik yang
khusus untuk orang-orang yang beriman (QSTaghabun:11).4.Hidayah di akhirat
berupa petunjuk ke surga (QS. Muhammad:5).”[2]
Ali bin Abi Thalim mengatakan:”Ketahuilah
bahwasanya Al-Qur’an adalah pemberi nasihat yang tulus yang tidak pernah
menipu, pemberi petunjuk yang tida akan menyesatkan, dan pembicara yang tidak
pernah berbohong.”[3]
Dengan demikian, hidayah al-Qur’an
untuk manusia pada umumnya dan petunjuk orang-orang yang bertakwa khususnya,
menerima dan dia dijadikan sebagai pedoman hidup dunia untuk meraih kebahagiaan
dunia-akhirat.
Al-Qur’an harus dibaca dengan
tartil, dipahami dengan ilmu dan diamalkan pesannya dengan ikhlas. Jika
demikian, maka benar-benar Al-Qur’an bisa menjadi petunjuk khusus bagi
orang-orang yang beriman dan mengharap rahmat Allah swt dalam menjalani
kehidupan dunia menuju kehidupan yang abadi di hari pembalasan nanti, surga
tempat kembalinya. Sebaliknya, orang-orang yang hanya bisa membaca dan atau
bisa memahaminya namun tak sanggup mengamalkan perintah dan larangannya, neraka
tempat mereka kembali.
Ibnu Kasir menjelaskan firman di
atas bahwa Allah swt menguatkan kepada Rasul-Nya dengan menurunkan kepada
beliau al-Qur’an yang agung dengan beberapa tahapan agar bersabar atas hukum
Tuhannya, yakni Aku muliakan kamu dengan apa yang Aku turunkan kepadamu maka
sabarlah kamu atas qadha’ dan takdir-Nya dan ketahuilah Dia akan menjagamu
dengan sebaik-baik penjagaan.[4]
Kisah-kisah dalam al-Qur’an pada
prinsipnya memuat asas pendidikan, tidak hanya pendidikan psikologis, tetapi
aspek rasio juga. Rasio manusia harus terbebas dari berbagai bentuk
keterpasungan warisan lama yang menyesatkan dan harus mampu berpikir bebas,
bahkan saya berpendapat bahwa Al-Qur’an juga membimbing atau mendorong
pemikiran praktis, seperti yang dinyatakan dalam firman Allah swt:”Maka apakah mereka tidak berjalan di muka
bumi, lalu mereka mempunyai hati yang denganitu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang denganitu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya
bukanlah mata yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang adi dalam dada.”(QS.Al-Hajj:46)[5]
Oleh karena itu, jadikan Al-Qur’an
sebagai imam, ikuti perintah dan jauhi larangannya dan janganlah Al-Qur’an di
belakangkan, diabaikan pesan moralnya, bahkan hawa nafsunya dijadikan Tuhan.
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda,”Al-Qur’an
syafa’at yang memberi syafaat dan sebagai pembenar, barangsiap menjadikan
al-Qur’an dihadapannya maka ia akan menjadi penunjuk ke surga dan barangsiapa
menjadikan al-Qur’an dibelakangnya maka ia akan sebagai pembelok dari menuju
neraka.” (HR. Abu Ubaidah dari Anas)[6]
Allah swt berfirman:
$O!9# ÇÊÈ y7Ï9ºs Ü=»tGÅ6ø9$# w |=÷u ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`É)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
Artinya: Alif laam miin Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],(QS. Al-Baqarah: 1-2)
Ibnu Abbas berkata,”Orang-orang
yang bertakwa adalah mereka yang takut berbuat syirik dan mengamalkan penuh
kepatuahn kepada-Nya.” Sedangkan menurut al-Hasan al-Bashri mengatakan,”Mereka
takut apa yang diharamkan dan mereka mengerjakan apa yang diwajibkan.”[7]
Makna ayat ini merujuk pada janji
Allah kepada Nabi Muhammad saw bahwa Dia akan menurunkan sebuah kitab sebagai
petunjuk bagi umat manusia dan janji-Nya telah dipenuhi. Dia adalah kitab yang
dijadikan pedoman bagi para pencari kebenaran. Oleh karenanya, orang-orang yang
beriman tidak ragu tentangnya.
Al-Qur’an adalah kitab suci umat
Islam dan ia sebagai way of life bagi orang-orang bertakwa, siap disuruh dan
dilarang oleh Allah swt serta bersyukur jika mendapat kebaikan dan sabar bila
ditimpa keburukan. Al-Qur’an mengajarkan kepada kaum muslimin tentang
kebahagiaan dunia dan akhirat, hubungan baik dengan Tuhan dan sesama, kehidupan
akhirat, yang baik dibalas kebaikannya dan yang jahat juga akan dibalas
kejahatannya. Dengan al-Qur’an, kaum muslimin mengetahui mana yang halal dan
haram, mana jalan yang membahagiakan dan mencelakakan, mana jalan ke surga dan
neraka. Oleh karena itu, jadikan al-Qur’an sebagai ukuran keimanan, ketakwaan
dan kebahagiaan bagi orang-orang yang pandai bersyukur atas nikmat-nikmat Allah
swt !
Yang menakjubkan adalah bahwa
walaupun sudah melewati perjalanan waktu yang amat panjang namun kesegaran
al-Qur’an tidaklah turun. Malahan, dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat
dan rahasia-rahasia dunia ciptaan yang terungkap, bukti-bukti kebenaran al-Qur’an
menjadi semakin jelas. Tatkala standar internasional, ilmu pengetahuan, dan
industri ditingkatkan, maka kita lihat bahwa cahaya dan kegemilangan ayat-ayat
ini menjadi lebih kentara.[8]
Allah
swt berfirman:
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOÎgÏöku Nåk5u öNÍkÈ]»yJÎ*Î/ ( Ìôfs? `ÏB ãNÍkÉJøtrB ã»yg÷RF{$# Îû ÏM»¨Zy_ ÉOÏè¨Z9$# ÇÒÈ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka Karena
keimanannya[670], di bawah mereka mengalir sungai- sungai di dalam syurga yang
penuh kenikmatan.(QS. Yunus: 9)
Dengan keimanan mereka Allah swt
memberikan petunjuk kepadanya jalan menuju surga. Keimanan seseorang akan
mendorong dan berbuat amal kebajikan baik untuk dirinya maupun untuk orang
lain.
Cahaya petunjuk ilahi ini, yang
berasal dari iman mereka, menerangi setiap segi dalam ufuk kehidupan mereka.
Mereka demikian tercerahkan oleh cahaya tersebut hingga mereka tidak pernah
tunduk kepada kepalsuan aliran-aliran materialis, angan-angan dari setan
ataupun kegemilangan palsu yang berkaitan dengan dosa, kekayaan dan kekuasaan,
dan mereka tidak pernah menempuh jalan kesetan.[9]
Allah swt berfirman:
y7¨RÎ) w ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& úïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ
Artinya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi
petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada
orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau
menerima petunjuk.(QS. Al-Qashas}
Para pakar tafsir mengatakan bahwa ayat
ini turun berkenaan dengan menjelang ajal
kematian Abu Thalib paman Nabi Muhammad saw yang diharapkan menerima
Islam sebagai agamanya namun ia enggan menerimanya.
Abu Hayyan berkata:” Makna firman,”Sesungguhnya
engkau tidak akan dapat memberi petunjuk orang yang kamu kasihi,” yakni kamu
tidak akan sanggup menjadikan hidayah kepada seseorang.”[10]
Demikianlah, orang-orang yang
bersyukur melalui membaca al-Qur’an dan
mengamalkan petunjuknya atas ridha Allah swt.menyadari bahwa hidayah yang bisa
merubah keyakinan seseorang hanyalah Allah swt, sedangkan selain-Nya hanya bisa
mengajak dan membimbing ke jalan yang benar, termasuk para Nabi, Rasul dan para
da’i ummat.
$O!9# ÇÊÈ y7Ï9ºs Ü=»tGÅ6ø9$# w |=÷u ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`É)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
Artinya: Alif laam miin Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],(QS. Al-Baqarah: 1-2)
ABI NAUFAL
JAKARTA 2010
[1]
M.Quraish Shihab, Op.cit. volume14. hal. 667-668
[2] Muhammad
Ibnul Jamil Zainu, Pemahaman Al-Qur’an,(Bandung::Gema
Risalah Press,1997),hal.119-120
[3] Fadhlullah
al-Ha’iri, Op.cit.hal. 52
[4] Ibnu
Kasir, Op.cit.jilid 4. hal. 551
[5] Muhammad
Al-Ghazali, Al-Qur’an Kitab Zaman Kita,(Bandung:Mizan,1996),hal. 89
[6] Athiq
bin Ghaits Al-Balady, Fadhail al-Qur’an,(Semarang:
Toha Putra), hal. 40
[7] Muhammad
Ali Ash-Shabuni, Op.cit. jilid awal.hal. 32
[8] Kamal
Faqih Imani,Op.cit. jilid1. hal. 76
[9] Kamal
Faqih Imani, Ibid. jilid7. hal. 22
[10]
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Op.cit. jilid2.hal. 439
kunjungi Markaz Abu Fathan www.1-MANHAJ.blogspot.com
BalasHapus