JADILAH PEMIMPIN yang bertanggung jawab
!
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang
mukmin. Inginkah kamu mengadakan alas an yang nyata bagi Allah (untuk
menyiksamu)..? (Q.S. An-Nisa ayat 144).
Islam dan Kepemimpinan
SEPERTI RASULULLAH SAW |
Setiap kamu adalah pemimpin, dan harus bertanggung jawab
atas rakyat yang dipimpinnya; seorang imam (kepala Negara) adalah pemimpin dan
harus bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. (HR. Bukhari dari sahabat
Ibn Umar).
Dalam hadis lain, Rasulullah bahkan memberikan intsruksi
(arahan), bahwa apabila tiga orang dalam perjalanan atau bepergian, maka
hendaklah ditunjuk salah seorang dari mereka sebagai imam atau pemimpin.
Kedua, manusia sebagai makhluk social tidak akan berkembang
dengan baik, tanpa kepemimpinan yang kuat dan mencerahkan (the inspiring
leader). Menurut sosiolog Muslim Ibn Khaldun, ada 2 hal yang sangat diperlukan
suatu masyarakat, (1), norma-norma hukum, dan (2), kepemimpinan (pemimpin) yang
kuat. Kedua hal ini menjadi syarat mutlak lahirnya masyarakat yang beradab dan
berbudaya tinggi. Tanpa keduanya, suatu masyarakat akan mudah terseret ke dalam
perpecahan dan permusuhan yang berkepanjangan (chaos).
Ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah karena pemimpin
menjadi salah satu factor penentu kemajuan (dan juga kebangkrutan) suatu
masyarakat atau bangsa. Dalam adagium Arab ada ungkapan yang amat terkenal,
yaitu: Manusia akan mengikuti agama raja-raja mereka
Bertolak dari latar belakang pemikiran di atas, maka soal
kepemimpinan, termasuk di dalamnya memilih pemimpin menjadi hal yang sangat
penting dalam pandangan Islam.
Pada hakikatnya setiap manusia adalah seorang pemimpin dan
setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Manusia
sebagai pemimpin minimal harus mampu memimpin dirinya sendiri. Dalam lingkungan
organisasi harus ada pemimpin yang secara ideal dipatuhi dan disegani oleh
bawahannya. Kepemimpinan dapat terjadi melalui dua bentuk, yaitu: kepemimpinan
formal (formal leadership) dan kepemimpinan informal (informal leadership).
Kepemimpinan formal terjadi apabila dilingkungan organisasi jabatan otoritas
formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang ditunjuk atau
dipilih melalui proses seleksi, sedang kepemimpinan informal terjadi, di mana
kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh orang-orang yang muncul
dan berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus atau berbagai
sumber yang dimilikinya dirasakan mampu memecahkan persoalan organisasi serta
memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan.
Definisi Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan menurut Rost adalah sebuah hubungan
yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut yang menginginkan
perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Menurut Danim kepemimpinan adalah setiap tindakan yang
dilakukan oleh individu untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu
atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Yukl kepemimpinan didefinisikan sebagai proses-proses mempengaruhi, yang mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa bagi para pengikut, pilihan dari sasaran bagi kelompok atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitas kerja untuk mencapai sasaran tersebut, motivasi dari para pengikut untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerjasama dan teamwork, serta perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang yang berada di luar kelompok atau organisasi.
Menurut Yukl kepemimpinan didefinisikan sebagai proses-proses mempengaruhi, yang mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa bagi para pengikut, pilihan dari sasaran bagi kelompok atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitas kerja untuk mencapai sasaran tersebut, motivasi dari para pengikut untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerjasama dan teamwork, serta perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang yang berada di luar kelompok atau organisasi.
Aktivitas kepemimpinan memang sangat penting dalam suatu organisasi, di mana pentingnya pemimpin dan kepemimpinan yang baik telah diuraikan oleh Mohyi sebagai berikut:
a. Sebagai pengatur, pengarah aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan.
b. Penanggung jawab dan pembuat kebijakan-kebijakan organisasi.
c. Pemersatu dan memotivasi para bawahannya dalam melaksanakan aktivitas organisasi.
d. Pelopor dalam menjalankan aktivitas manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan serta pengelolaan sumber daya yang ada.
e. Sebagai pelopor dalam memajukan organisasi dll.
Hakekat Kepemimpinan
Kepemipinan
(leadership) merupakan salah satu variable penting dalam kehidupan umat, bahkan
menjadi factor penentu (determinant factor) kemajuannya. Menurut Imam Ghazali,
hakekat kepemimpinan adalah pengaruh, yakni kedudukan seseorang di mata dan di
hati umat (maqamuka fi qulub al-nas). (Ihya’ `Ulum al-Din, Tanpa Tahun, jilid
3, h. 45). Tanpa pengaruh, seorang tak dinamakan pemimpin meskipun ia secara
formal memiliki dan memangku jabatan penting dalam pemerintahan, organisasi,
maupun korporasi (perusahan).Tak adanya pengaruh ini diidentifikasi oleh
Jeremie Kubicek sebagai matinya kepemimpinan, dalam bukunya yang kesohor,
Leadership is Dead: How Influence is Reviving It!. (Jeremie Kubicek, New York,
Howard Book, 2011), h, 12 dst.).
Hakekat
kepemimpinan, seperti telah disinggung, tak lain adalah pengaruh. Kepemimpinan
adalah proses induksi [memengaruhi] orang lain agar bertindak menuju atau
mencapai tujuan umum (the process of inducing others to take action toward a
common goal). (Roland J Burke dan Cary L Coper, Inspiirng Leader, New York:
Routledge, 2006, h. 6) atau tindakan memengaruhi orang lain agar mereka secara
sukarela mencapai tujuan organisasi (influencing others to voluntarily pursue
organizational goals). Pengertian lain, seperti dikemukakan Fred Smith,
kepemimpinan adalah upaya memengaruhi orang lain agar mereka secara sadar
melakukan apa yang tidak ingin mereka lakukan (Leadership is getting someone to
willingly do what they don’t want to do). (Charles A Rarick, Leadership and
Motivation in the New Century,Florida: Barry University, tt. h.2).
Bertolak dari
hakekat kepemimpinan ini, maka pemimpin yang efektif dan memuaskan, menurut
John Zinger, adalah pemimpin yang inspiring [inspirasional] dalam arti
mencerahkan dan menggerakkan orang lain mencapai kemajuan dan kemuliaan. Untuk
itu, dalam pandangan Islam, kepemimpinan yang efektif dan mencerahkan itu,
harus ditunjukkan paling tidak dalam tiga hal, yaitu: (1) pelayanan (khadamat),
(2), kedekatan dan komunikasi alias keterhubungan dan ketersambungan dengan
kepentingan rakyat (al-tabligh wa al-bayan), dan (3), keteladanan (qudwah
hasanah).
Kriteria Pemimpin
Seorang pemimpin, dengan sendirinya, perlu memiliki
syarat-syarat kepemimpinan yang kuat. Secara umum, seorang pemimpin, harus
memiliki 4 sifat, yaitu: (1), memiliki wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas.
Pemimpin tidak boleh bodoh. (QS. Al-Baqarah [2]: 269). (2), memiliki akhlak
yang mulia dan keluhuran budi pekerti, (QS. Al-Qalam [68]: 4), karena pemimpin
adalah teladan atau Role Model (QS. Al-Ahzab [33]: 21). (3), memiliki tanggung
jawab dan tanggung gugat (responsible dan accountable, amanah). (QS. Al-Nisa
[4]: 58), dan (4), dapat mengkomunikasikan ide dan gagasan besarnya serta mampu
mewujudkannya dalam kenyataan (QS. Al-Sya`ara’ [26]: 84).
Kepemimpinan dalam Islam
Kepemimpinan dalam pandangan Islam merupakan amanah dan
tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada anggota-anggota
yang dipimpinnya, tetapi juga akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT.
Jadi, pertanggungjawaban kepemimpinan dalam Islam tidak hanya bersifat
horizontal-formal sesama manusia, tetapi bersifat vertikal-moral, yakni
tanggung jawab kepada Allah SWT di akhirat. Kepemimpinan sebenarnya bukanlah
sesuatu yang menyenangkan, tetapi merupakan tanggung jawab sekaligus amanah
yang amat berat dan harus diemban sebaik-baiknya. Hal tersebut dijelaskan dalam
Al Qur’an surat Al-Mu’minun:
Artinya: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janji mereka dan orang-orang yang memelihara sholatnya, mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya. (Q.S. al-Mukminun 8-11)
Selain dalam Al Qur’an Rasulullah SAW juga mengingatkan dalam Haditsnya agar dapat menjaga amanah kepemimpinan, sebab hal itu akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun dihadapan Allah SWT. Hal itu dijelaskan dalam Hadits berikut:
را ع و كلكم مسئو ل عن ر عيته كلكم…
Artinya: Setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya (H. R. Bukhori)
Di samping dalam hadits di atas Rasulullah juga mengingatkan pada Hadits lain agar umatnya tidak menyia-nyiakan amanah, karena hal tersebut akan membawa kehancuran. Penjelasan tersebut dijelaskan dalam Hadits beliau:
إذا اضيعت الأما نة فا نتظر السا عة قيل كيف اضاعتها يا رسول الله قال اذا وسد الأمر إلى غير أهله فا نتظر الساعة
Artinya: “Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah saat kehancuran. (Waktu itu) ada seorang sahabat yang bertanya, apa (indikasi) menyia-nyiakan amanah itu ya Rasul? Beliau menjawab: “Apabila suatu perkara diserahkan orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya”. (H. R. Bukhori)
Artinya: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janji mereka dan orang-orang yang memelihara sholatnya, mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya. (Q.S. al-Mukminun 8-11)
Selain dalam Al Qur’an Rasulullah SAW juga mengingatkan dalam Haditsnya agar dapat menjaga amanah kepemimpinan, sebab hal itu akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun dihadapan Allah SWT. Hal itu dijelaskan dalam Hadits berikut:
را ع و كلكم مسئو ل عن ر عيته كلكم…
Artinya: Setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya (H. R. Bukhori)
Di samping dalam hadits di atas Rasulullah juga mengingatkan pada Hadits lain agar umatnya tidak menyia-nyiakan amanah, karena hal tersebut akan membawa kehancuran. Penjelasan tersebut dijelaskan dalam Hadits beliau:
إذا اضيعت الأما نة فا نتظر السا عة قيل كيف اضاعتها يا رسول الله قال اذا وسد الأمر إلى غير أهله فا نتظر الساعة
Artinya: “Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah saat kehancuran. (Waktu itu) ada seorang sahabat yang bertanya, apa (indikasi) menyia-nyiakan amanah itu ya Rasul? Beliau menjawab: “Apabila suatu perkara diserahkan orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya”. (H. R. Bukhori)
Dari penjelasan Al Qur’an surat al-Mukminun 8-11 dan kedua
Hadits di atas dapat diambil suatu benang merah bahwa dalam ajaran Islam
seorang pemimpin harus mempunyai sifat amanah, karena seorang pemimpin akan
diserahi tanggung jawab, jika pemimpin tidak memiliki sifat amanah, tentu yang
terjadi adalah penyalahgunaan jabatan dan wewenang untuk hal-hal yang tidak
baik. Oleh karena itu, kepemimpinan sebaiknya tidak dilihat sebagai fasilitas
untuk menguasai, tetapi justru dimaknai sebuah pengorbanan dan amanah yang
harus diemban sebaik-baiknya. Selain bersifat amanah seorang pemimpin harus
mempunyai sifat yang adil. Hal tersebut ditegaskan oleh Allah dalam firmannya:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat (Q. S. al- Nisa’: 58)
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan… (Q. S. al-Nahl: 90)
Dari penjelasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah sebuah amanah yang harus diemban dengan sebaik-baiknya, dengan penuh tanggung jawab, profesional dan keikhlasan. Sebagai konsekuensinya pemimpin harus mempunyai sifat amanah, profesional dan juga memiliki sifat tanggung jawab. Kepemimpinan bukan kesewenang-wenangan untuk bertindak, tetapi kewenangan melayani untuk mengayomi dan berbuat seadil-adilnya. Kepemimpinan adalah keteladanan dan kepeloporan dalam bertindak yang seadil-adilnya. Kepemimpinan semacam ini hanya akan muncul jika dilandasi dengan semangat amanah, keikhlasan dan nilai-nilai keadilan.
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat (Q. S. al- Nisa’: 58)
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan… (Q. S. al-Nahl: 90)
Dari penjelasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah sebuah amanah yang harus diemban dengan sebaik-baiknya, dengan penuh tanggung jawab, profesional dan keikhlasan. Sebagai konsekuensinya pemimpin harus mempunyai sifat amanah, profesional dan juga memiliki sifat tanggung jawab. Kepemimpinan bukan kesewenang-wenangan untuk bertindak, tetapi kewenangan melayani untuk mengayomi dan berbuat seadil-adilnya. Kepemimpinan adalah keteladanan dan kepeloporan dalam bertindak yang seadil-adilnya. Kepemimpinan semacam ini hanya akan muncul jika dilandasi dengan semangat amanah, keikhlasan dan nilai-nilai keadilan.
Kreteria kepemimpinan yang harus dimiliki dalam Islam
adalah:
1.Faktor Keulamaan
- Dalam Qs. 35 : 28, Allah menerangkan bahwa diantara
hamba-hamba Allah, yang paling takut adalah al-‘ulama. Hal ini menunjukkan
bahwa apabila pemimpin tersebut memiliki kriteria keulamaan, maka dia akan
selalu menyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan wahyu
(Al-Qur'an). Dia takut untuk melakukan kesalahan dan berbuat maksiat kepada
Allah.
- Berdasarkan Qs. 49 : 1, maka ia tidak akan gegabah dan
membantah atau mendahului ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
Dalam pengambilan keputusan, ia selalu merujuk kepada petunjuk Al-Qur'an dan
Al-Hadits.
- Berdasarkan Qs. 29 : 49, maka seorang pemimpin yang
berkriteria ulama, haruslah memiliki keilmuan yang dalam di dalam dadanya (fii
shudur). Ia selalu menampilkan ucapan, perbuatan, dan perangainya berdasarkan
sandaran ilmu.
- Berdasarkan Qs. 16 : 43, maka seorang pemimpin haruslah
ahlu adz-dzikri (ahli dzikir) yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalam
menjawab berbagai macam problema ummat.
2.Faktor Intelektual (Kecerdasan)
- Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik
secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).
- Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas
r.a, bersabda :
"Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu
menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang
bodoh (al-‘ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai
berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan." (HR. Bukhari,
Muslim, Al-Baihaqy)
Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin
haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya. Bersikap lembut,
pemaaf, dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih
mengutamakan hujjah Al-Qur'an dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan
keinginan-nya. Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi
penilaian dan pengambilan keputusan.
- Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti bahwa dalam
mengambil dan mengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan
dengan kapasitas dan kapabilitas (kafa'ah) yang dimiliki (Qs. 4 : 58).
- Rasulullah berpesan : "Barangsiapa menyerahkan suatu
urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."
3.Faktor Keteladanan
- Seorang calon pemimpin haruslah orang yang memiliki figur
keteladanan dalam dirinya, baik dalam hal ibadah, akhlaq, dsb.
- Berdasarkan Qs. 33 : 21, maka seorang pemimpin haruslah
menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi dirinya. Sehingga, meskipun tidak
akan mencapai titik kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlaq yang
baik layaknya Rasulullah.
- Berdasarkan Qs. 68 : 4, maka seorang pemimpin haruslah
memiliki akhlaq yang mulia (akhlaqul karimah), sehingga dengannya mampu membawa
perubahan dan perbaikan dalam kehidupan sosial masyarakat.
- Faktor akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam
kepemimpinan. Walaupun seorang pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar
biasa, tetapi apabila tidak dikontrol melalui akhlaq yang baik, maka ia justru
akan membawa kerusakan (fasada) dan kehancuran.
4.Faktor Kepeloporan
- Berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah
memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam
memerankan perintah Islam.
- Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah
berada pada posisi hamba-hamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan
(sabiqun bil khoiroti bi idznillah)
- Berdasarkan Qs. 6 : 135, maka seorang pemimpin tidak hanya
ahli di bidang penyusunan konsep dan strategi (konseptor), tetapi haruslah juga
orang yang memiliki karakter sebagai pekerja (operator). Orang yang tidak hanya
pandai bicara, tetapi juga pandai bekerja.
- Berdasarkan Qs. 6 : 162 - 163, maka seorang pemimpin
haruslah orang yang tawajjuh kepada Allah. Menyadari bahwa semua yang berkaitan
dengan dirinya, adalah milik dan untuk Allah. Sehingga ia tidak akan
menyekutukan Allah, dan selalu berupaya untuk mencari ridho Allah (Qs. 2 : 207)
- Berdasarkan Qs. 3 : 110, sebagai khoiru ummah (manusia
subjek) maka seorang pemimpin haruslah orang yang selalu menyeru kepada yang
ma'ruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan senantiasa beriman kepada
Allah.
5.Faktor Manajerial (Management)
- Berdasarkan Qs. 61 : 4, maka seorang pemimpin haruslah
memahami ilmu manajerial (meskipun pada standar yang minim). Memahami manajemen
kepemimpinan, perencanaan, administrasi, distribusi keanggotaan, dsb.
- Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keserasian,
keselarasan, dan kerapian manajerial lembaganya (tandhim), baik aturan-aturan
yang bersifat mengikat, kemampuan anggota, pencapaian hasil, serta
parameter-parameter lainnya.
- Dengan kemampuan ini, maka akan tercipta tanasuq
(keteraturan), tawazun (keseimbangan), yang kesemuanya bermuara pada takamul
(komprehensif) secara keseluruhan.
Memilih Pemimpin
Dalam kaitan ini, saya ingin mengajak kaum muslim agar
memahami dan melakukan 3 hal seperti berikut ini.
Pertama, sebagai muslim kita perlu bersikap positif dan pro
aktif, serta ikut serta mengambil bagian dalam proses pembangunan bangsa,
termasuk dalam menentukan dan memilih pemimpin. Dalam pandangan Islam, memilih
pemimpin merupakan bagian dari tanggung jawab social Islam (al-mas’uliyah
al-ijtima`iyah al-Islamiyah) serta merupakan bagian tak terpisahkan dari
kewajiban amar makruf dan nahi munkar. Kita tidak boleh melepaskan diri dari
tanggung jawab ini demi terciptanya masyarakat adil dan makmur yang menjadi
harapan dan ciata-cita bersama.
Kedua, selanjutnya, sebagai Muslim, kita tentu harus memilih
pemimpin yang sesuai dengan criteria dan petunjuk yang diajarkan oleh agama
Islam. Perhatikan firman Allah ini:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang
mukmin. Inginkah kamu mengadakan alas an yang nyata bagi Allah (untuk
menyiksamu)..? (Q.S. An-Nisa ayat 144).
Perhatikan juga ayat ini:
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S.
Al-Maidah ayat 51)
Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk menapaki jalan yang
benar dan memilih pemimpin yang amanah yang jujur, dan penuh keikhlasan,
sehingga negeri ini betul-betul menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Negeri yang jauh dari bencana karena pemimpinnya semakin dekat pada Allah Swt.
Amin ya mujibas sailin.
Jakarta 5/2/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar