Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka
tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.(al-Hujurat:15)
Kalimat Syahadatain
Syahadatain atau dua kalimah
syahadat merupakan kalimat yang utama dan pertama yang harus diucapkan dan
dipahami apabila seseorang masuk Islam dan bagi seluruh umat Islam pada
umumnya. Syahadatain ini mengandung dua pengertian yang sangat mendasar yaitu
bahwa tiada Ilah selain Allah dan Muhammad SAW adalah Rasulullah.
Bagi seseorang yang mengucapkan
kalimah syahadat ini ada 3 syarat yang diperlukan agar syahadatnya diterima
oleh Allah SWT yaitu : mengetahui ma’nanya dengan benar, membenarkan
dengan sungguh-sungguh di hati (tashdiq), dan ikhlas yakni mengerti apa yang
dia persaksikan dengan benar. Allah berfirman di dalam Al Qur’an
:
"Maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya tiada Ilah kecuali Allah" (QS. Muhammad(47) : 19)
Juga di dalam surat Az Zukhruf ayat
86 Allah berfirman :
"Kecuali mereka yang
menyaksikan kebenaran dan mereka mengerti" (QS Az Zukhruf (43) : 86)
Dua kalimah syahadat ini merupakan
satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Ini berarti bahwa apabila seseorang
bersaksi tiada Ilah selain Allah maka ia juga harus mempercayai bahwa Muhammad
SAW adalah pembawa risalah yang harus diikuti.
Definisi Syahadah
1. Secara bahasa, “Asyhadu” berarti saya bersaksi. Kesaksian ini bisa dilihat dari waktu, termasuk dalam aktivitas yang sedang berlangsung dan masih sedang dilakukan ketika diucapkan Asyhadu ini sendiri memiliki tiga arti:
a. Al I’lan (pernyataan), QS. Ali Imran (3) : 18
b. Al Wa’d (janji), QS. Ali Imran (3) : 81
c. Al Qosam (sumpah), QS. Al Munafiqun (63) : 2
2. Secara istilah syahadat merupakan pernyataan, janji sekaligus sumpah untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya melalui :
a. Pembenaran dalam hati (tasdiqu bil qolbi)
b. Dinyatakan dengan lisan (al qaulu bil lisan)
c. Dibuktikan dengan perbuatan (al ’amalu bil arkan)
Menurut hadist : “Iman adalah dikenali oleh hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan rukun-rukunnya”. (HR Ibnu Hibban)
Setelah memahami syahadah maka akan muncul keimanan, keimanan ini harus terus disempurnakan dengan sikap istiqomah, QS. Al Fushilat (41)
Istiqomah yang benar akan menghasilkan :
a. Syaja’ah (berani), QS.Al Maidah (5) : 52
b. Ithmi’nan (ketenangan), QS Ar Ra’du (13) : 28
c. Tafa’ul (optimis)
1. Secara bahasa, “Asyhadu” berarti saya bersaksi. Kesaksian ini bisa dilihat dari waktu, termasuk dalam aktivitas yang sedang berlangsung dan masih sedang dilakukan ketika diucapkan Asyhadu ini sendiri memiliki tiga arti:
a. Al I’lan (pernyataan), QS. Ali Imran (3) : 18
b. Al Wa’d (janji), QS. Ali Imran (3) : 81
c. Al Qosam (sumpah), QS. Al Munafiqun (63) : 2
2. Secara istilah syahadat merupakan pernyataan, janji sekaligus sumpah untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya melalui :
a. Pembenaran dalam hati (tasdiqu bil qolbi)
b. Dinyatakan dengan lisan (al qaulu bil lisan)
c. Dibuktikan dengan perbuatan (al ’amalu bil arkan)
Menurut hadist : “Iman adalah dikenali oleh hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan rukun-rukunnya”. (HR Ibnu Hibban)
Setelah memahami syahadah maka akan muncul keimanan, keimanan ini harus terus disempurnakan dengan sikap istiqomah, QS. Al Fushilat (41)
Istiqomah yang benar akan menghasilkan :
a. Syaja’ah (berani), QS.Al Maidah (5) : 52
b. Ithmi’nan (ketenangan), QS Ar Ra’du (13) : 28
c. Tafa’ul (optimis)
Makna Syahadah Kepada Allah
Makna Syahadat Laa Ilaaha
Illallah yaitu beritikad dan berikrar bahwasanya tidak ada yang berhak disembah
dan menerima ibadah kecuali Allah
Subhanahu wa Ta`ala, mentaati hal
tersebut dan mengamalkannya. La ilaaha
menafikan hak penyembahan dari yang selain Allah, siapapun orangnya.
Illallah adalah penetapan hak Allah semata untuk disembah.
Jadi kalimat ini secara ijmal (global) adalah,
Tidak ada sesembahan yang hak selain
Allah. Khabar Laa ilaaha illallah harus
ditaqdirkan bihaqqin (yang hak), tidak boleh ditaqdirkan dengan maujud (ada). Karena ini menyalahi kenyataan yang ada, sebab Tuhan yang disembah selain
Allah banyak sekali. Hal itu akan
berarti bahwa menyembah tuhan-tuhan tersebut adalah ibadah pula untuk Allah. Ini tentu kebatilan yang nyata.
Kalimat laa ilaaha illallah telah ditafsiri dengan
beberapa penafsiran yang batil, antara
lain:
1. Laa ilaaha illallah artinya:
Tidak ada sesembahan kecuali Allah. Ini adalah batil, karena maknanya: sesungguhnya setiap yang
disembah, baik yang hak maupun yang batil, itu adalah Allah.
2. Laa ilaaha illallah artinya: Tidak
ada pencipta selain Allah. Ini
adalah sebagian dari arti kalimat
tersebut. Akan tetapi bukan ini yang
dimaksud, karena arti hanya mengakui
tauhid rububiyah saja, dan itu belum
cukup.
3. Laa ilaaha illallah artinya: Tidak
ada hakim (penentu hukum) selain Allah.
Ini juga sebagian dari makna
kalimat laa ilaaha illallah. Tapi bukan
ini yang dimaksud, karena makna tersebut belum cukup.
Semua tafsiran di atas adalah batil
atau kurang. Kami peringatkan di sini karena tafsir-tafsir itu ada dalam
kitab-kitab yang banyak beredar. Sedangkan tafsir yang benar menurut
salaf dan para muhaqqiq (ulama peneliti)
Laa ilaaha illallah ma`buuda bihaqqin illallah (tidak ada sesembahan yang hak
selain Allah) seperti tersebut di atas.(
Dr. Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan )
Makna Syahadat Kepada Rasulullah
Yaitu mengakui secara lahir batin bahwa beliau
adalah hamba Allah dan RasulNya yang
diutus kepada manusia secara keseluruhan,
serta mengamalkan konsekuensinya: mentaati perintahnya, membenarkan ucapannya, menjauhi larangannya, dan tidak
menyembah Allah kecuali dengan apa yang
disyari`atkan.Dinukil dari Kitab Tauhid 1, Dr. Shaleh bin Fauzan bin Abdullah
Al-Fauzan. Penerjemah: Agus Hasan
Bashori, Lc. Muraja'ah: Muhammad Yusuf Harun, MA; Ainul Haris Umar Arifin
Thaib, Lc. Penerbit: Darul Haq, Jakarta.
Cetakan Kedua, Rajab 1420 H/Oktober 1999
M, hal.52-53 (Dr. Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan)
Dampak Bersyahadatain
Ma’na Syahadatain jika dipahami
dengan benar maka akan mendatangkan dampak yang positif bagi setiap pribadi
muslim, yang antara lain dapat diukur dari sikap yang lahir darinya yaitu cinta
(mahabbah) dan Ridho. Seorang muslim harus memberikan cintanya yang tertinggi
kepada Allah SWT kemudian kepada Rasulullah SAW dan berjihad di jalan Allah
SWT. Di dalam Al Qur’an Allah berfirman :
"Katakanlah : ‘Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri karugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya’.
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq" (QS At
Taubah(9) : 24)
Jadi di dalam kehidupan seorang
pribadi muslim cinta pertama dan yang paling utama mestilah kepada Allah SWT,
kamudian kepada Rasulullah SAW dan jihad fi sabilillah di atas segala-galanya.
Mencintai anak, isteri, suami, keluarga, perniagaan, dan lain-lain yang
bersifat duniawi tidaklah dilarang tetapi diletakkan pada tataran cinta yang
kedua, dan cinta kepada segala sesuatu yang bersifat duniawi tidaklah boleh
melebihi cintanya kepada Allah, Rasul, dan Jihad fi sabilillah. Di dalam surat
Al Baqarah ayat 165 Allah berfirman :
"Dan diantara manusia ada
orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah : mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah" (QS. Al Baqarah(2) : 165).
Disamping itu setiap muslim harus
ridha dengan segala aturan dan keputusan Allah dan Rasul-Nya, ridha lahir
bathin tanpa ada sedikitpun rasa tidak puas di dalam dirinya.
Setiap muslim hendaknya ridha Allah
sebagai Rabb-Nya. Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul
yang diikutinya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw :
"Barangsiapa mengatakan,’Aku
Ridla Allah Rabbku, dan Islam agamaku, dan Muhammad Nabi (Rasul) ku’ wajib
baginya masuk surga" (HR. Abu Dawud)
Cinta dan ridho itu diwujudkan
dengan tha’at kepada Allah dan Rasul-Nya. ketha’atan ini sebagai bukti rasa
cinta yang mendalam sehingga mau melakukan apapun yang diperintahkan oleh yang
dicintainya dan meninggalkan apapun yang dilarang olehnya. Allah mengutus Rasul
pada setiap umat agar ditaati ajaran yang disampaikannya, untuk membawa manusia
menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Syarat Bersyahadatain
Syarat-syarat "Laa ilaha
illallah"
Bersaksi dengan laa ilaaha illallah harus dengan tujuh syarat. Tanpa syarat-syarat itu syahadat tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya. Secara global tujuh syarat itu adalah:
1. 'Ilmu, yang menafikan jahl (kebodohan).
2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan).
3. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan).
4. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan).
5. Ikhlash, yang menafikan syirik.
6. Shidq (jujur), yang menafikan kadzib (dusta).
7. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha' (kebencian).
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
Syarat Pertama: 'Ilmu (Mengetahui).
Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan, yang menafikan ketidaktahuannya dengan hal tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya :... Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa`at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya). [Az-Zukhruf : 86]
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.
Syarat Kedua: Yaqin (yakin).
Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan sya-hadat itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu ..." [Al-Hujurat : 15]
Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebon) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati yang meyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) Surga." [HR. Al-Bukhari]
Maka siapa yang hatinya tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk Surga.
Syarat Ketiga: Qabul (menerima).
Menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat; menyem-bah Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selainNya.
Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan menta'ati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
"Artinya : Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" [Ash-Shafat: 35-36]
Ini seperti halnya penyembah kuburan dewasa ini. Mereka mengikrarkan laa ilaaha illallah, tetapi tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian berarti mereka belum me-nerima makna laa ilaaha illallah.
Syarat Keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh dengan kandungan Makna Syahadat).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh." [Luqman : 22
Al-'Urwatul-wutsqa adalah laa ilaaha illallah. Dan makna yuslim wajhahu adalah yanqadu (patuh, pasrah).
Syarat Kelima: Shidq (jujur).
Yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga membenarkan-nya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepa-da Allah dan Hari kemudian', padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." [Al-Baqarah: 8-10]
Syarat Keenam: Ikhlas.
Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan jalan tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya' atau sum'ah. Dalam hadits 'Itban, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illalah karena menginginkan ridha Allah." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Syarat Ketujuh: Mahabbah (Kecintaan).
Maksudnya mencintai kalimat ini serta isinya, juga mencintai
orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." [Al-Baqarah: 165]
Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih. Sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illallah.
Bersaksi dengan laa ilaaha illallah harus dengan tujuh syarat. Tanpa syarat-syarat itu syahadat tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya. Secara global tujuh syarat itu adalah:
1. 'Ilmu, yang menafikan jahl (kebodohan).
2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan).
3. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan).
4. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan).
5. Ikhlash, yang menafikan syirik.
6. Shidq (jujur), yang menafikan kadzib (dusta).
7. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha' (kebencian).
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
Syarat Pertama: 'Ilmu (Mengetahui).
Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan, yang menafikan ketidaktahuannya dengan hal tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya :... Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa`at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya). [Az-Zukhruf : 86]
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.
Syarat Kedua: Yaqin (yakin).
Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan sya-hadat itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu ..." [Al-Hujurat : 15]
Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebon) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati yang meyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) Surga." [HR. Al-Bukhari]
Maka siapa yang hatinya tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk Surga.
Syarat Ketiga: Qabul (menerima).
Menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat; menyem-bah Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selainNya.
Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan menta'ati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
"Artinya : Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" [Ash-Shafat: 35-36]
Ini seperti halnya penyembah kuburan dewasa ini. Mereka mengikrarkan laa ilaaha illallah, tetapi tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian berarti mereka belum me-nerima makna laa ilaaha illallah.
Syarat Keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh dengan kandungan Makna Syahadat).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh." [Luqman : 22
Al-'Urwatul-wutsqa adalah laa ilaaha illallah. Dan makna yuslim wajhahu adalah yanqadu (patuh, pasrah).
Syarat Kelima: Shidq (jujur).
Yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga membenarkan-nya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepa-da Allah dan Hari kemudian', padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." [Al-Baqarah: 8-10]
Syarat Keenam: Ikhlas.
Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan jalan tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya' atau sum'ah. Dalam hadits 'Itban, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illalah karena menginginkan ridha Allah." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Syarat Ketujuh: Mahabbah (Kecintaan).
Maksudnya mencintai kalimat ini serta isinya, juga mencintai
orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." [Al-Baqarah: 165]
Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih. Sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illallah.
Syarat Syahadat "Anna
Muhammadan Rasulullah"
1. Mengakui kerasulannya dan meyakininya di dalam hati.
2. Mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisan.
3. Mengikutinya dengan mengamalkan ajaran kebenaran yang telah dibawanya serta meninggalkan kebatilan yang telah dicegahnya.
4. Membenarkan segala apa yang dikabarkan dari hal-hal yang gha-ib, baik yang sudah lewat maupun yang akan datang.
5. Mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, harta, anak, orangtua serta seluruh umat manusia.
6. Mendahulukan sabdanya atas segala pendapat dan ucapan orang lain serta mengamalkan sunnahnya.
1. Mengakui kerasulannya dan meyakininya di dalam hati.
2. Mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisan.
3. Mengikutinya dengan mengamalkan ajaran kebenaran yang telah dibawanya serta meninggalkan kebatilan yang telah dicegahnya.
4. Membenarkan segala apa yang dikabarkan dari hal-hal yang gha-ib, baik yang sudah lewat maupun yang akan datang.
5. Mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, harta, anak, orangtua serta seluruh umat manusia.
6. Mendahulukan sabdanya atas segala pendapat dan ucapan orang lain serta mengamalkan sunnahnya.
Rukun Bersyahadatain
Rukun "Laa ilaaha illallah"
Laa ilaaha illallah mempunyai dua rukun:
An-Nafyu atau peniadaan: "Laa ilaha" membatalkan syirik dengan segala bentuknya dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang disembah selain Allah.
Al-Itsbat (penetapan): "illallah" menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya.
Makna dua rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur'an, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
"Artinya : Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beri-man kepada Allah, makasesungguhnya ia telah berpegang kepa-da buhul tali yang amat kuat ..." [Al-Baqarah: 256]
Firman Allah, "siapa yang ingkar kepada thaghut" itu adalah makna dari "Laa ilaha" rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah, "dan beriman kepada Allah" adalah makna dari rukun kedua, "illallah". Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Ibrahim alaihis salam :
"Artinya : Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku ...". [Az-Zukhruf: 26-27]
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , "Sesungguhnya aku berlepas diri" ini adalah makna nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan perkataan, "Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku", adalah makna itsbat (penetapan) pada rukun kedua.
Rukun Syahadat "Muhammad Rasulullah"
Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat "'abduhu wa rasuluh " hamba dan utusanNya). Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah hamba dan rasulNya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam dua sifat yang mulia ini, di sini artinya hamba yang menyembah. Maksudnya, beliau adalah manusia yang diciptakan dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang berlaku atas orang lain.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya : Katakanlah: 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, ...'." [Al-Kahfi : 110]
Beliau hanya memberikan hak ubudiyah kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan karenanya Allah Subhanahu wa Ta'ala memujinya:
"Artinya : Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hambaNya." [Az-Zumar: 36]
"Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur'an) ..."[Al-Kahfi: 1]
"Artinya : Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ..." [Al-Isra': 1]
Sedangkan rasul artinya, orang yang diutus kepada seluruh manusia dengan misi dakwah kepada Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan).
Persaksian untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan dua sifat ini meniadakan ifrath dan tafrith pada hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena banyak orang yang mengaku umatnya lalu melebihkan haknya atau mengkultuskannya hingga mengangkatnya di atas martabat sebagai hamba hingga kepada martabat ibadah (penyembahan) untuknya selain dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka ber-istighatsah (minta pertolongan) kepada beliau, dari selain Allah.
Juga meminta kepada beliau apa yang tidak sanggup melakukannya selain Allah, seperti memenuhi hajat dan menghilangkan kesulitan. Tetapi di pihak lain sebagian orang mengingkari kerasulannya atau mengurangi haknya, sehingga ia bergantung kepada pendapat-pendapat yang menyalahi ajarannya, serta memaksakan diri dalam mena'wilkan hadits-hadits dan hukum-hukumnya.
Laa ilaaha illallah mempunyai dua rukun:
An-Nafyu atau peniadaan: "Laa ilaha" membatalkan syirik dengan segala bentuknya dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang disembah selain Allah.
Al-Itsbat (penetapan): "illallah" menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya.
Makna dua rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur'an, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
"Artinya : Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beri-man kepada Allah, makasesungguhnya ia telah berpegang kepa-da buhul tali yang amat kuat ..." [Al-Baqarah: 256]
Firman Allah, "siapa yang ingkar kepada thaghut" itu adalah makna dari "Laa ilaha" rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah, "dan beriman kepada Allah" adalah makna dari rukun kedua, "illallah". Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Ibrahim alaihis salam :
"Artinya : Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku ...". [Az-Zukhruf: 26-27]
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , "Sesungguhnya aku berlepas diri" ini adalah makna nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan perkataan, "Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku", adalah makna itsbat (penetapan) pada rukun kedua.
Rukun Syahadat "Muhammad Rasulullah"
Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat "'abduhu wa rasuluh " hamba dan utusanNya). Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah hamba dan rasulNya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam dua sifat yang mulia ini, di sini artinya hamba yang menyembah. Maksudnya, beliau adalah manusia yang diciptakan dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang berlaku atas orang lain.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya : Katakanlah: 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, ...'." [Al-Kahfi : 110]
Beliau hanya memberikan hak ubudiyah kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan karenanya Allah Subhanahu wa Ta'ala memujinya:
"Artinya : Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hambaNya." [Az-Zumar: 36]
"Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur'an) ..."[Al-Kahfi: 1]
"Artinya : Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ..." [Al-Isra': 1]
Sedangkan rasul artinya, orang yang diutus kepada seluruh manusia dengan misi dakwah kepada Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan).
Persaksian untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan dua sifat ini meniadakan ifrath dan tafrith pada hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena banyak orang yang mengaku umatnya lalu melebihkan haknya atau mengkultuskannya hingga mengangkatnya di atas martabat sebagai hamba hingga kepada martabat ibadah (penyembahan) untuknya selain dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka ber-istighatsah (minta pertolongan) kepada beliau, dari selain Allah.
Juga meminta kepada beliau apa yang tidak sanggup melakukannya selain Allah, seperti memenuhi hajat dan menghilangkan kesulitan. Tetapi di pihak lain sebagian orang mengingkari kerasulannya atau mengurangi haknya, sehingga ia bergantung kepada pendapat-pendapat yang menyalahi ajarannya, serta memaksakan diri dalam mena'wilkan hadits-hadits dan hukum-hukumnya.
Batalnya Bersyahadatain
Yaitu hal-hal yang membatalkan Islam, karena dua kalimat syahadat itulah
yang membuat seseorang masuk dalam Islam. Mengucap-kan keduanya adalah
pengakuan terhadap kandungannya dan konsisten mengamalkan konsekuensinya
berupa segala macam syi'ar-syi'ar Islam. Jika ia menyalahi ketentuan
ini, berarti ia telah membatalkan perjanjian yang telah diikrarkannya
ketika mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut.
Yang membatalkan Islam itu banyak sekali. Para fuqaha' dalam kitab-kitab
fiqih telah menulis bab khusus yang diberi judul "Bab Riddah
(kemurtadan)". Dan yang terpenting adalah sepuluh hal, yaitu: Syirik
dalam beribadah kepada Allah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendakiNya." [An-Nisa': 48]
"Artinya : ... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan)
Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya
ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong
pun." [Al-Ma'idah: 72]
Termasuk di dalamnya yaitu menyembelih karena selain Allah, misalnya
untuk kuburan yang dikeramatkan atau untuk jin dan lain-lain.
Orang yang menjadikan antara dia dan Allah perantara-perantara. Ia
berdo'a kepada mereka, meminta syafa'at kepada mereka dan bertawakkal
kepada mereka. Orang seperti ini kafir secara ijma'. Orang yang tidak
mau mengkafirkan orang-orang musyrik dan orang yang masih ragu terhadap
kekufuran mereka atau mem-benarkan madzhab mereka, dia itu kafir.
Orang yang meyakini bahwa selain petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam lebih sempurna dari petunjuk beliau, atau hukum yang lain lebih
baik dari hukum beliau. Seperti orang-orang yang mengutamakan hukum para
thaghut di atas hukum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ,
mengutamakan hukum atau perundang-undangan manusia di atas hukum Islam,
maka dia kafir.
Siapa yang membenci sesuatu dari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam sekali pun ia juga mengamalkannya, maka ia
kafir. Siapa yang menghina sesuatu dari agama Rasul Shallallahu 'alaihi
wa sallam atau pahala maupun siksanya, maka ia kafir.
Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya : Katakanlah: 'Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan Rasul-Nya
kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu
kafir sesudah beriman." [At-Taubah: 65-66]
Sihir, di antaranya sharf dan 'athf (barangkali yang dimaksud adalah
amalan yang bisa membuat suami benci kepada istrinya atau membuat wanita
cinta kepadanya/pelet). Barangsiapa melakukan atau meridhainya, maka ia
kafir. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya : ... sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada
se-orangpun sebelum mengatakan: 'Sesungguhnya kami hanya co-baan
(bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir'."[Al-Baqarah: 102]
Mendukung kaum musyrikin dan menolong mereka dalam memusuhi umat Islam.
Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya : Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim." [Al-Ma'idah: 51]
Siapa yang meyakini bahwa sebagian manusia ada yang boleh keluar dari
syari'at Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam , seperti halnya
Nabi Hidhir boleh keluar dari syariat Nabi Musa alaihis salam, maka ia
kafir. Sebagaimana yang diyakini oleh ghulat sufiyah (sufi yang
berlebihan/ melampaui batas) bahwa mereka dapat mencapai suatu derajat
atau tingkatan yang tidak membutuhkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Berpaling dari agama Allah, tidak mempelajarinya dan tidak pula
mengamalkannya. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya : Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah
diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling
daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada
orang-orang yang berdosa." [As-Sajadah: 22]
Syaikh Muhammad At-Tamimy berkata: "Tidak ada bedanya dalam hal yang
membatalkan syahadat ini antara orang yang bercanda, yang serius
(bersungguh-sungguh) maupun yang takut, kecuali orang yang dipaksa. Dan
semuanya adalah bahaya yang paling besar serta yang paling sering
terjadi. Maka setiap muslim wajib berhati-hati dan mengkhawatirkan
dirinya serta mohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari
hal-hal yang bisa mendatangkan murka Allah dan siksaNya yang pedih."
[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali)
Jakarta 1-2-2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar