JANGAN
BERBUAT Zalim !
“Adapun orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal-amal saleh, maka Allah akan memberikan kepada merekadengan
sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah sangat benci kepada
orang-orang yang zalim.” (Q.S.Ali ‘Imraan: 57)
HIDUP DENGAN CINTA |
“Tuhan (Allah)
tidak menzalimi mereka itu (maksudnya manusia), tetapi merekalah yang menzalimi
diri mereka sendiri.” (Ar Rum: 9)
Makna Zalim
Zalim berasal dari bahasa Arab. Asal kata
“zalim” adalah “dhalama-yadhlimu-dhulman-dhalman-madhlimatan”,
yang berarti aniaya atau menganiaya. Pengertian ini juga mengandung
makna memfitnah, mencaci maki, menyakiti perasaan, menghinakan, mengintimidasi,
merampas hak-hak, mengadu domba, pembunuh, dan lain sebagainya. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia, kata “zalim” memiliki arti lalim, tiranik, kafir, telah
diberikan keterangan-keterangan atau berita-berita yang benar oleh Tuhan, namun
tetap bersikap memusuhi dan menghujat.
Secara umum
makna kata “zalim” yang kita kenal adalah segala sesuatu perbuatan jahat
ataupun berbuat aniaya; baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri dan
makhluk lainnya.
Sedangkan
menurut syariat (agama Islam) yang mengacu pada firman Allah SWT dalam
surah Al-Baqarah ayat 229 yang berbunyi: “Dan barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim”; maka
makna “zalim” yang didefinisikan oleh para ulama mendefinisikan adalah:
“Segala
sesuatu tindakan atau perbuatan yang melampaui batas,
yang tidak lagi sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Baik dengan cara
menambah ataupun mengurangi hal-hal yang berkaitan dengan waktu;
tempat atau letak maupun sifat dari perbuatan-perbuatan yang melampaui batas
tersebut. Dan itu berlaku untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan
ibadah (hablum-minallah), maupun hubungan kemanusiaan dan alam semesta
(hablum-minannaas). Entah itu dalam skala kecil maupun besar, tampak
ataupun tersembunyi.”
Pengertian Zalim
Sedangkan secara istilah, “zalim” berarti
meletakkan sesuatu atau perkara tidak pada tempatnya. Orang yang berbuat zalim
disebut zalimin.
Dan lawan kata zalim adalah adil, yang memiliki arti pandai menempatkan sesuatu
pada tempatnya. Bila yang benar kemudian dibela dan dibenarkan, ini adil karena
memang seharusnya. Tapi, kalau ada yang salah kemudian dibela dan dibenarkan,
ini adalah kezaliman, karena bukan pada tempatnya.
Dalam bahasa Inggris, “zalim” biasanya
diartikan dengan injustice atau ketidakadilan.
Walaupun “zalim” dalam istilah Al-Qur’an bukan satu-satunya yang menunjuk ada
makna ketidakadilan. Dalam Al-Qur’an, kata “zalim” dengan berbagai variasinya
disebut sebanyak 315 kali. Ini menunjukkan bahwa kata “zalim” ini merupakan
salah satu konsep sentral dalam Al-Qur’an.
Al-Quran sendiri menerangkan arti “zalim”
dengan banyak makna, misalnya, antara lain surat Al-Araf 23, menyebutkan
“zalim” artinya melanggar larangan Allah. Menurut surat Hud: 116, “zalim”
artinya orang yang mementingkan kenikmatan belaka. Namun ada sebagian lain
mengartikan “zalim” sesuai dengan konteks yang sedang terjadi, misalnya, zalim
dalam konteks Perbankan Syariah diartikan sebagai transaksi yang menimbulkan
ketidakadilan bagi pihak lainnya. Artinya, kata “zalim” memiliki arti yang
sangat luas sehingga bisa diartikan sesuai dengan konteks serta kebutuhan kata
itu untuk diterjemahkan.
Dengan demikian, kata “zalim” bisa juga
digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak berperikemanusiaan,
suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan, melakukan kemungkaran,
penganiayaan, kemusnahan harta benda, ketidak-adilan dan banyak lagi pengertian
yang dapat diambil dari sifat zalim tersebut, yang pada dasarnya sifat ini
merupakan sifat yang keji dan hina, serta sangat bertentangan dengan akhlak dan
fitrah manusia itu sendiri.
Peringkat Kezaliman
1. Zalim dengan Tuhan.
Zalim dengan Tuhan meripakan penzaliman peringkat tertinggi, tak
ada yang lebih tinggi. Apa arti zalim dengan Tuhan? Tidak kenal Tuhan atau
syirik dengan Tuhan, tidak takut dengan Tuhan, tidak cinta dengan Tuhan, tidak
peduli dengan Tuhan, hidup ini tidak dihubungkan dengan Tuhan.
Setiap hari kita zalim dengan Tuhan tetapi hal ini jarang terpikir
oleh kita. Hidup kita sehari-hari tidak peduli Tuhan. Padahal, dalam Al Quran
Allah berfirman: “iqra bismi rabbika” Bacalah atas nama Tuhanmu.
Jadi, ketika hendak melakukan apa saja buatlah atas nama Tuhan.
Berjuang, membangun, berekonomi, mendidik, berbudaya, mengurus, dll mesti atas
nama Tuhan. Artinya, segala sesuatu yang kita lakukan mesti dikaitkan dengan
Tuhan, mesti ada hubungan dengan Tuhan. Kalau tidak, kita telah melakukan
penzaliman yang paling tinggi.
2. Zalim dengan Fisik Pemberian Tuhan
Melihat dengan mata mesti atas nama Tuhan. Mendengar, berbicara,
bertindak, gunakan tangan, kaki mesti atas nama Tuhan. Artinya, tindakan fisik
kita selaras dengan kehendak Tuhan. Jangan sampai mata, telinga, mulut tangan,
kaki mendurhakai Tuhan. Semua gerak gerik kita jangan bertentangan dengan
kehendak Tuhan. Kalau berlaku kita melakukan penzaliman peringkat ke-2.
3. Zalim dengan Harta Karunia Tuhan.
Harta milik Tuhan, Tuhan bagi pada kita. Ada yang dapat sedikit,
miskinlah dia. Ada pula yang mendapat banyak hingga menjadi milyader. Harta
yang Tuhan bagi kepada kita janganlah digunakan sedikitpun selain karena Tuhan.
Mesti selaras dengan kehendak Tuhan. Sebab yang kita miliki itu milik Tuhan.
Harta itu tidak boleh kita gunakan sesuka hati, mesti ikut cara Tunan, baik
disebut zakat, sedekah, . Kalau tidak kita buat penzaliman yang ke-3.
4. Zalim kepada manusia lain.
Zalim kepada manusia lain seperti: memukul, mengata, menjatuhkan,
mempermalukan dimuka umum, menghina, memfitnah, mencuri. Zalim yang ada
hubungannya dengan manusia lain ini yang dibesarkan setiap hari. Zalim
peringkat tertinggi sepi-sepi saja. Jenis yang kedua juga tidak pernah
diperbincangkan, yang ke-3 juga kurang diperkatakan oleh orang. Tetapi, yang
ke-4 ini yang sering dibicarakan orang.
“Tidak sepatutnya dia memukul saya”
“Mengapa dia menebarkan fitnah mengenai saya”
Zalim jenis ini setiap hari dihebohkan. Sehingga, perkataan zalim
sudah dipersempit maknanya.
5. Zalim dengan Jabatan Yang diemban.
Jabatan ada bermacam-macam. Mungkin dia Presiden, Gubernur,
Menteri, Dirjen, Irjen, Kasubdit, Kabag, dll. Jabatan-jabatan ini kalau tidak
diemban selaras dengan kehendak Tuhan maka dia dikatakan zalim.
Zalim dengan jabatan ini juga selalu dibesar-besarkan orang. Nampak
Presiden zalim. Gubernur zalim. Yang terlihat adalah jabatan yang besar-besar.
Kalau jabatan-jabatan yang dibawah, jarang disebut orang mengenai kezalimannya.
Sekecil apapun jabatan, mesti selaras dengan kehendak Tuhan. Kalau tidak
selaras dengan kehendak Tuhan, itulah zalim.
6. Zalim dengan ilmu.
Soal ilmu ini, ada yang dapat banyak ilmu ada pula yang dapat
sedikit. Baik yang dapat banyak ilmu ataupun yang dapat sedikit ilmu, kalau
ilmu tersebut digunakan bukan untuk Tuhan alias untuk epentingan diri, itulah
zalim.
Di zaman ini orang banyak yang menyalahgunakan ilmu ( bahkan ILMU
ISLAM ! ) bukan untuk Tuhan tapi untuk duit, kemegahan, nama, dan jabatan.
Itulah zalim. Namun, tentu saja hal ini tidak pernah masuk surat kabar. Orang
yang menggunakan ilmu untuk kepentingan diri tidak terfikir kalau dirinya
zalim. Bahkan, saat ini orang yang megah dan sombong dengan ilmu tidak dikatakan
zalim lagi. Bahkan orang menganggap dia memiliki wibawa. Sombong dengan ilmu,
“hebat, orang ini memiliki ilmu”. Aneh sekali, durhaka dengan Tuhan dan hendak
masuk neraka dikatakan memiliki wibawa?
7. Zalim dengan ruh/perasaan.
Hari ini, tidak ada orang yang menyebut-nyebut mengenai zalim jenis
ini. Surat kabar, radio, TV juga tidak pernah menyebutkannya. Sepatutnya ruh
atau perasaan kita adalah untuk Tuhan.
Perasaan sepatut diberi pada Tuhan. Tapi perasaan sudah disalahgunakan, sedih karena sakit, susah karena miskin, susah karena istri yang kurang menyayangi. Ini juga zalim. Sepatutnya perasaan sedih kita itu sedih dengan dosa-dosa kiat. Perasaan susah kita itu karena kita tidak bisa menolong orang. Itu namanya menggunakan perasaan seperti kehendak Tuhan.
Balasan Perbuatan
Zalim
Dalam catatan
yang ringkas ini kita tidak mungkin dapat menguraikan satu
persatu bentuk kezaliman dan kebodohan yang telah dilakukan umat manusia. Akan
tetapi dengan memperhatikan dan memahami apa-apa yang telah difirmankan Allah
SWT di dalam Al-Quran, maka diantara bentuk perbuatan zalim yang sangat dibenci
dan yang dmurkai Allah SWT antara lain adalah:
Mempersekutukan
Allah; Mendustakan Allah; Menyembunyikan kebenaran; Menyalahi janji;
Orang-orang yang fasik; Menyalah gunakan jabatan dan amanah yang diberikan;
Orang-orang beriman yang mengikuti perilaku dan keinginan orang kafir;
Orang yang mengingkari Rasulullah SAW serta perbuatan-perbuatan yang
melanggar hukum lainnya, yang telah ditetapkan oleh Allah.
Disamping apa
yang telah dijelaskan di atas, maka Syaikh Yusuf Qardhawi dalam Al-Ijtihad
menjelaskan; pelanggaran atas peraturan kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa yang telah disepakati sebelumnya, selama peraturan itu tidak
bertentangan dengan hukum-hukum Allah dan rasul-Nya; adalah juga merupakan
tindakan zalim yang menunjukkan seseorang pada kebodohan dirinya.
Berkaitan
dengan hal ihwal yang berkaitan dengan “kezaliman”, maka satu hal yang
patut dipahami dan diyakini adalah; Bahwa segala keburukan dan kemudaharatan
yang ditimpakan Allah kepada manusia akibat dari kezaliman yang
mereka perbuat; Hal itu bukanlah perbuatan atau tidakan “zalim” Allah
kepada makhluk-Nya. Segala keburukan dan kemudharatan tersebut
semata-mata ber-sumber keserakahan dan kebodohan manusia itu sendiri, yang
secara tegas telah dinyatakan Allah dengan firman-NYA:
“Sesungguhnya Allah tidaklah berbuat zalim
kepada manusia barang sedikitpun, akan tetapi manusia itu sendirilah yang
berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. “ (Q.S. Yunus: 44)
Kondisi ini hendaklah
benar-benar disadari, sebab siapa saja yang menampakkan kebodohannya dengan
perbuatan zalim yang ia lakukan, maka Allah SWT tidak akan pernah mendapatkan
pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT sebagaimana firman-NYA:
“Dan bagi
orang-orang yang zalim itu tidak ada bagi mereka seorang
pelindungpun dan tidak pula seorang penolong baginya.” (Q.S.As-Syura : 8)
Haram Berbuat Zhalim
Dalam sebuah hadist
qudsi berfirman:
“Wahai para
hamba-Ku, sesungguhnya telah AKU haramkan atas diri-KU perbuatan zhalim dan Aku
jadikan ia diharamkan di antara kamu; maka janganlah kalian saling berbuat
zhalim.” (HR Muslim)
Maka jika
Muhammad saw mengetengahkan Tuhan-nya Yang Maha Kuasa melaksanakan
kehendak-Nya, bahkan telah mengharamkan kezaliman pada diri-Nya, tentulah Dia
memandang kezaliman itu suatu dosa yang tiada taranya di antara dosa-dosa umat
manusia.
Sehubungan dengan itu, beliau saw banyak mengeluarkan ancaman dan peringatan keras terhadap kezaliman.
Beliau Saw bersabda:
Sehubungan dengan itu, beliau saw banyak mengeluarkan ancaman dan peringatan keras terhadap kezaliman.
Beliau Saw bersabda:
- “Jauhilah kezaliman, sesungguhnya kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.
- “Waspadalah terhadap do'a orang yang dizalimi. Sesungguhnya antara dia dengan Allah tidak ada tabir penyekat." (HR. Mashabih Assunnah)
- “Do'anya seorang yang dizalimi terkabul meskipun dia orang jahat dan kejahatannya menimpa dirinya sendiri." (HR. Ahmad)
- “Do’a orang yang teraniaya diangkat Allah menembus awan dan dibukakan pintu langit baginya, seraya Allah berfirman padanya; “Demi Keagungan-KU, Aku akan membelamu sampai kapan pun.”
- “Waspadalah terhadap do'a orang yang teraniaya, karena do’anya naik ke langit seperti bunga api."
Allah Azza Wajalla berfirman (hadits Qudsi):
"Dengan
keperkasaan dan keagungan-KU, AKU akan membalas orang zalim dengan segera atau
dalam waktu yang akan datang. AKU akan membalas terhadap orang yang melihat
seorang yang dizalimi sedang dia mampu menolongnya tetapi tidak
menolongnya." (HR. Ahmad)
Muhammad saw
Menentang Kezaliman
Muhammad saw sangat menentang segala bentuk
kezaliman, dan karenanya, beliau senantiasa memperingatkan umatnya tentang
balasan Allah terhadap orang-orang yang berbuat zalim dengan sabdanya dalam
hadits-hadits berikut ini:
- “Barangsiapa berjalan bersama seorang yang zalim untuk membantunya dan dia mengetahui bahwa orang itu zalim maka dia telah ke luar dari agama Islam”. (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)
- “Kebaikan yang paling cepat mendapat ganjaran ialah kebajikan dan menyambung hubungan kekeluargaan, dan kejahatan yang paling cepat mendapat hukuman ialah kezaliman dan pemutusan hubungan kekeluargaan." (HR. Ibnu Majah)
- "Bila orang-orang melihat seorang yang zalim tapi mereka tidak mencegahnya dikhawatirkan Allah akan menimpakan hukuman terhadap mereka semua." (HR. Abu Dawud)
Sikap Muslim
Saat Dizalimi
Saat seseorang
dizalimi atau disakiti orang lain ada tiga macam sikap dalam meresponnya.
Pertama, membalasnya secara berlebihan. Kedua, membalas sekadar dengan
kezaliman tersebut. Ketiga, bersabar, memaafkan dan membuat perbaikan.
Siapa yang
membalas secara berlebihan maka ia telah berbuat dosa dari sikap berlebihannya
tersebut. Siapa yang membalas sesuai dengan kadar kezaliman yang menimpanya
maka ia tidak mendapat dosa dan tidak mendapat pahala. Sedangkan siapa yang
bersabar, memaafkan, dan membuat perbaikan maka ialah yang mendapat pahala
besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah Ta'ala
berfirman,
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا
وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
"Dan
balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa
memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang
yang zalim." (QS. Al-Syura: 40)
Allah
menyiapkan pahala besar kepada orang yang memaafkan karena ia memperlakukan
hamba dengan sesuatu yang ia suka jika Allah memperlakukan dirinya dengan hal
itu. Ia suka kalau Allah memaafkan kesalahannya, karenanya ia memaafkan orang
yang telah berbuat salah kepada dirinya. . .
Dalam ayat ini
disebutkan tiga tingkatan dalam merespon tindak kezaliman. Yaitu adil, utama,
dan zalim.
Pertama,
tingkatan adil ditunjukkan oleh kalimat, "Dan balasan suatu kejahatan
adalah kejahatan yang serupa." Tindakan kejahatan dibalas dengan kejahatan
serupa tidak melebihi dan tidak menguranginya. Ini dinilai lebih adil dan
memuaskan jiwa orang yang dizalimi. Karenanya Islam menyariatkan qishahs. Yaitu
membunuh dibalas bunuh, melukai dibalas melukai yang serupa, dan selainnya. Ini
seperti firman Allah yang lain,
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ
بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
"Oleh
sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan
serangannya terhadapmu." (QS. Al-Baqarah: 194)
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ
بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ
"Dan jika
kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan
yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah
yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." (QS. Al-Nahl: 126)
"Bahwasanya
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya. Barang
siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi)
penebus dosa baginya." (QS. Al-Maidah: 45)
Namun perlu
diingat, siapa yang membalas kejahatan dengan yang serupa ia tidak mendapat
dosa dan tidak pula mendapat pahala.
Kedua,
tingkatan utama, memaafkan dan berbuat baik kepada orang yang telah berbuat
buruk kepadanya. Ini ditunjukkan oleh kalimat, "Maka Barang siapa
memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah."
Artinya, Allah akan memberikan ganjaran yang besar dan pahala yang banyak
kepadanya.
Ibnu Katsir
berkata: "Maksudnya: Allah tidak akan menyia-nyiakan sikapnya itu di
sisi-Nya. Tetapi Allah akan memberikan pahala yang besar dan balasan baik yang
setimpal. Disebutkan dalam hadits shahih, "Tidaklah Allah menambah kepada
hamba melalui maaf yang ia berikan kecuali kemuliaan"." (HR. Muslim)
Namun di sini
ada syaratnya, memaafkan tersebut menimbulkan perbaikan. Maka jika orang yang
berbuat jahat dimaafkan ia tetap pada kejahatannya atau akan berbuat jahat
kepada selainnya atau akan lebih banyak lagi membuat kerusakan maka syariat
memerintahkan untuk menghukumnya. Orang seperti ini tidak layak mendapat
dimaafkan. Karenanya tidak disyariatkan memberikan maaf kepadanya.
jika orang yang
berbuat jahat dimaafkan ia tetap pada kejahatannya atau akan berbuat jahat
kepada selainnya atau akan lebih banyak lagi membuat kerusakan maka syariat
memerintahkan untuk menghukumnya. . .
Ketiga,
tingkatan zalim disebutkan dalam firman-Nya, "Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang zalim.” Yaitu orang yang memulai berbuat buruk kepada
orang lain atau membalas keburukan orang lain dengan yang lebih banyak daripada
keburukannya. Maka kelebihan tersebut dinilai sebagai perbuatan zalim.
Pembagian tiga
tingkatan dari ayat di atas sesuai dengan tingkatan orang Islam dalam QS.
Fathir: 32. Yakni Zhalimun Linafsihi (menganiaya diri sendiri), Muqtashid
(pertengahan), dan Sabiqum Bil Khairat bi Idznillah (lebih dahulu berbuat
kebaikan dengan izin Allah).
Maka Muqtashid
adalah "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa."
Sedangkan Sabiqum Bil Khairat bi Idznillah adalah , "Maka Barang siapa
memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah."
sementara zalimun Linafsih adalah "Sesungguhnya Dia tidak menyukai
orang-orang yang zalim.” Maka Allah memerintahkan berbuat adil, lalu
menganjurkan berbuat yang lebih utama, dan melarang dari berbuat zalim.
Mohon Ampunlah
Atas Kezaliman Kita !
Allah swt
berfirman Dalam Hadist Qudsi:
·
“Wahai
para hamba-KU, sesungguhnya telah AKU haramkan atas diri-KU perbuatan zhalim
dan AKU jadikan ia diharamkan di antara kamu; maka janganlah kalian saling berbuat
zhalim.
·
“Wahai para hamba-Ku, setiap kalian adalah
sesat kecuali orang yang telah AKU beri petunjuk; maka mintalah petunjuk
kepada-Ku, niscaya AKU beri kalian petunjuk."
·
”Wahai para hamba-Ku, setiap kalian itu adalah
lapar kecuali orang yang telah AKU beri makan; maka mintalah makan kepada-KU,
niscaya AKU beri kalian makan."
·
”Wahai para hamba-Ku, setiap kalian adalah
telanjang kecuali orang yang telah AKU beri pakaian; maka mintalah pakaian
kepada-Ku, niscaya AKU beri kalian pakaian."
·
”Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian
berbuat kesalahan di malam dan siang hari sedangkan AKU mengampuni semua dosa;
maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya AKU ampuni kalian."
·
”Wahai para hamba-Ku sesungguhnya kalian tidak
akan mampu menimpakan bahaya kepada-KU sehingga kalian bisa membahayakan-KU dan
tidak akan mampu menyampaikan manfa’at kepada-KU sehingga kalian bisa memberi
manfa’at pada-KU."
·
“Wahai para hamba-Ku, andaikata hati generasi
terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian sama seperti
hati orang paling taqwa di antara kamu (mereka semua adalah ahli kebajikan dan
takwa), maka ketaatanmu itu tidaklah menambah sesuatu pun dari
Kekuasaan-KU."
·
”Wahai para hamba-Ku, andaikata hati generasi
terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian sama seperti
hati orang paling fajir (bejad) di antara kalian (mereka semua ahli maksiat dan
bejad), maka semua itu, tidaklah mengurangi sesuatu pun dari
kekuasaan-Ku."
·
”Wahai para hamba-Ku, andaikata generasi
terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian berada di bumi
yang satu (satu lokasi), lalu meminta kepada-Ku, lantas AKU kabulkan permintaan
masing-masing mereka, maka hal itu tidaklah mengurangi apa yang ada di sisi-KU
kecuali sebagaimana jarum bila dimasukkan ke dalam lautan."
·
"Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya ia
hanyalah perbuatan-perbuatan kalian yang aku perhitungkan bagi kalian kemudian
AKU cukupkan buat kalian; barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, maka hendaklah
ia memuji ALLAH dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka janganlah ia
mencela selain dirinya sendiri.”(HR Muslim)
·
وسارعوا
إلى مغفرة من ربكم وجنة عرضها السموات والأرض أعدت للمتقين, الذين ينفقون في
السراء والضراء والكاظمين الغيظ والعافين عن الناس والله يحب المحسنين
"Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seperti seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maipun di kala sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan". (Qs. Ali Imron: 133-134)
"Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seperti seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maipun di kala sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan". (Qs. Ali Imron: 133-134)
Jakarta 13/2/2013
untuk renungan
BalasHapusterimakasih bacaannya sangat bermanfaat. barakallah
BalasHapusTrimàkasih matur suwun . Bermangfangat
BalasHapus