Al-Qur’an menjelaskan
sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta
tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang yang paling mulia
diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS. 49: 13)
Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup,
pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau
bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh
manusia seluruhnya." (QS. 5: 32).
HAM Untuk Siapa ?
Banyak peristiwa meyakinkan bahwa HAM bukanlah diperuntukkan bagi
umat Islam. Kasus HAMAS yang diberangus atas nama HAM dan demokrasi, embargo
ekonomi terhadap Irak, Iran dan kasus Bosnia Herzegovina merupakan secuil
contoh standar ganda HAM. Demikian pula di dalam negeri, hal ini ditunjukkan
dengan amat jelas dalam banyak peristiwa seperti peristiwa Doulos, penyelidikan
kasus Tanjung Priok, dan peristiwa Maluku termasuk kasus Ahmadiyah dan tragedi
Monas yang belum lama terjadi.
Jelas, dilihat dari segi penerapannya, sesuatu termasuk HAM atau
tidak tergantung kepada lembaga yang berwenang memberikan penilaian. Dan secara
umum, memang HAM bukan diperuntukkan bagi umat Islam, melainkan bagi kafir
Barat imperialis dan para pengikutnya.
Tidak sebatas ini. Secara paradigmatik, HAM ini bertentangan dengan
Islam. Sebab, dalam HAM yang berhak menentukan mana yang menjadi hak bagi
manusia dan mana yang tidak adalah manusia itu sendiri. Jadi, di dalam konsep
HAM, agama (Islam) tidaklah menjadi satu perkara yang diperhatikan.
Sebaliknya, agama dan hukum-hukum Allah SWT disingkirkan atas nama
HAM. Padahal, manusia merupakan hamba Allah SWT yang tugas utamanya adalah
beribadah, yaitu tunduk, patuh dan taat kepada seluruh aturan-aturan yang
diwahyukan oleh-Nya. Firman Allah SWT:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia selain untuk
beribadah kepada-Ku” (Adz Dzariyat : 56).
Di sisi lain, landasan HAM adalah 4 kebebasan: kebebasan
ber’aqidah, kebebasan memiliki, kebebasan pribadi (berperilaku) dan kebebasan
berpendapat. Melalui dalih kebebasan ini setiap orang bebas berpindah-pindah
dan mencla-mencle dalam menganut agama, siapapun boleh memiliki apapun dengan
cara apapun tanpa lagi memandang apakah yang dimilikinya itu tergolong
pemilikan individu, umum, atau pemilikan negara. Melalui HAM itu pula legal
bagi siapa saja untuk berbuat apapun selama tidak mengganggu orang lain, dan
boleh berpendapat apapun sekalipun menentang, menghina, dan mengolok-olok hukum
Allah SWT karena dijamin oleh kebebasan berpendapat. Padahal, dalam ajaran
Islam, seluruh perbuatan manusia tidaklah bebas, melainkan harus senantiasa
terikat dengan aturan dan hukum dari Allah SWT. Karenanya, dari bebagai dalil
dalam Al Quran maupun As Sunnah para ulama menegaskan satu kaidah ushul yang berbunyi:
“Hukum pokok dari setiap perbuatan adalah terikat dengan hukum
syara’.”
Ditinjau dari segi politis, slogan HAM merupakan upaya
negara-negara imperialis pimpinan Amerika untuk menutup-nutupi kebobrokan
mereka sekaligus sebagai sarana untuk mencampuri urusan dalam negeri negara
lain. Seperti diketahui, persoalan lingkungan hidup, HAM, dan demokrasi di
dunia merupakan salah satu kebijakan politik luar negeri Amerika. Dengan
demikian, tidak mengherankan bila mereka hendak mengintervensi Indonesia lewat
berbagai permasalahan dengan dalih HAM.
Berdasar hal tersebut, berharap kepada Barat dengan konsep HAM-nya untuk
menyelesaikan masalah umat Islam hanyalah akan mendatangkan malapetaka dan
murka Allah SWT saja.
Pengertian HAM
menurut John Locke.Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Menurut Jack Donnely, hak asasi manusia adalah hak-hak
yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya
bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum
positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Sementara Meriam Budiardjo, berpendapat bahwa hak asasi
manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya
bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa
beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama,
kelamin dan karena itu bersifat universal.
Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai
produk hukum nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan
nilai-nilai kemanusian. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan dalam intrumen
internasional, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.
Sementara dalam ketentuan menimbang huruf b Undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa hak asasi manusia merupakan hak
dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan
langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak
boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
(1) HAM Menurut Konsep Barat
stilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis,
dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas
hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan
panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan
rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak
asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John
kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773.
Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk
yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian
deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada
Desember 1948.
Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah
mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam
telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang
diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia.
Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang
diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai
tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:
Hak asasi alamiah manusia
sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan
pribadi dan hak bekerja.
Hak asasi yang diperoleh
manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan
sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak
mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi
manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :
Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak
keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang
termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
Pembagian hak menjadi tiga:
hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak
kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk
ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang
meliputi pelayanan negara kepada warganya.
Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari
sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan
barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau
pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh
Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara
ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja
dan jaminan sosial.
(2) HAM Menurut Konsep Islam
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut
pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara
maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda:
"Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu."
(HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh
hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin
hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial
bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan
muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara,
melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini.
Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak
mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini
dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak
dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di
muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua
urusan." (QS. 22: 4)
Jaminan Hak Pribadi
Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah
dijelaskan Al-Qur’an:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah
yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya...
dst." (QS. 24: 27-28)
Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah
Musnad Imam Ahmad menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui celah-celah
ointu atau melalui lubang tembok atau sejenisnya selain membuka pintu, lalu
tuan rumah melempar atau memukul hingga mencederai matanya, maka tidak ada hukuman
apapun baginya, walaupun ia mampu membayar denda.
Jika mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang
pula kepada negara. Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat
atau individu masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Apabila pemimpin
mencari keraguan di tengah manusia, maka ia telah merusak mereka." Imam
Nawawi dalam Riyadus-Shalihin menceritakan ucapan Umar: "Orang-orang
dihukumi dengan wahyu pada masa rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah
terhenti. Oleh karenanya kami hanya menghukumi apa yang kami lihat secara
lahiriah dari amal perbuatan kalian."
Muhammad Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syari’ah
Islamiyah mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa tindakan penguasa
mencari-cari kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan kemunkaran,
menggugurkan upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama menetapkan
bahwa pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya mencari-cari kesalahan
yang dilarang agama.
Perbuatan mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib
telah berupaya menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada diri seseorang, atau
dia telah berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada adanya perbuatan
kemunkaran. Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang berlum tampak
bukti-buktinya secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap kemunkaran tertutup
yang tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk mengungkapkannya. Jika tidak, maka
upaya pengungkapan ini termasuk tajassus yang dilarang agama.
(3) Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM
eskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus
memiliki piagam, akan tetapi Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada
hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara
lain:
Dalam al-Qur’an terdapat
sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan kebencian. Lebih
dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir,
berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya: "Kebenaran itu datangnya
dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18: 29)
Al-Qur’an telah
mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim
dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam
lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl, qisth dan
qishas.
Al-Qur’an mengajukan sekitar
delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana
hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena
orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka
bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5: 32).
Juga Qur’an bicara kehormatan dalam sekitar dua puluh ayat.
Al-Qur’an menjelaskan
sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta
tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang yang paling mulia
diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS. 49: 13)
Pada haji wada’ Rasulullah
menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup muslim
dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu
nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.
Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan,
kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka.
Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini
hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai
kepala negara juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku
bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan beliau untuk menyatakan: "Katakanlah
bahwa aku hanyalah manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu
adalah Tuhan yang Esa." (QS. 18: 110).
Hak-Hak Dasar Manusia Perspektif Islam
Allah SWT menciptakan manusia dari tanah. Lalu, ditiupkan nyawa.
Hiduplah manusia dengan karakteristik yang juga diciptakan Allah SWT berupa
kebutuhan jasmani, gharizah, dan kemampuan berpikir. Allah SWT Dzat Maha Adil
mengutus Rasulullah SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir untuk menyampaikan
Islam yang berfungsi sebagai petunjuk, jalan lurus dan pembeda antara haq dan
bathil. Siapapun yang mengelaborasi ajaran Islam akan menyimpulkan bahwa Islam
telah menetapkan kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan oleh seorang hamba.
Demikian pula, Allah SWT telah mensyari’atkan hak-hak yang layak dimiliki oleh
manusia melalui lisan Nabi Muhammad SAW. Dan kelak pada hari kiamat hak-hak
tersebut akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya, Jadi, yang menetapkan hak
apa saja yang dimiliki oleh manusia bukanlah manusia itu sendiri melainkan
Allah SWT. Itulah hak-hak syar’iy bagi manusia (huqu-qusy syar’iy HI insan).
Hak-hak yang dimiliki manusia yang dijamin oleh syara’ ada 3 jenis,
yaitu HAK DHARURIYAT, HAK HAJIYAT, dan HAK TAHSINAT.
Hak DHARURIYAT merupakan hak-hak yang berhak dimiliki oleh manusia
yang menjadi landasan bagi kemuliaan hidup manusia, tegaknya dan stabilnya
masyarakat dengan benar. Bila hak ini tidak terlaksana maka sistem hidup akan
hancur, masyarakat akan kacau dan rusak, serta kenestapaan di dunia dan adzab
di neraka akan disandangnya. Diantara hak dharuriyat ini adalah :
Hak dipelihara agamanya. Islam tidak memaksa seseorang non
muslim untuk masuk Islam. “Tidak ada paksaan dalam menganut agama,” begitu
makna firman Allah SWT di dalam surat Al Baqaiah ayat 256. Ini tidak berarti
sebagai kebebasan beraqidah seperti dalam ideologi kapitalis-demokrasi. Sebab,
seorang muslim yang murtad dari agamanya harus diajak diskusi oleh pengadilan,
disuruh taubat, dan bila dalam jangka waktu tiga hari tidak kembali kepada
Islam berhak dibunuh. Kata Nabi seperti diriwayatkan Imam Muslim : “Siapa saja
yang mengganti agamanya (Islam) maka bunuhlah ia.” Jadi, dalam Islam tidak
dibenarkan adanya kristenisasi
atau westernisasi dalam keyakinan. Perkara-perkara yang dapat merusak aqidah
dan menjauhkan masyarakat dari Islam tidak boleh ada. Jika tidak, berarti
melanggar hak syar’i’ bagi manusia dalam hal ini hak dipelihara agamanya.
Hak untuk dipelihara jiwanya. Allah SWT
menegaskan dalam surat Al Isra ayat 70: “Dan sungguh Kami telah memuliakan
anak-anak Adam (manusia)”. (QS. Al Isra’ : 70) Allah SWT mengharamkan segala bentuk perkara yang
mengakibatkan rusaknya nyawa manusia. Untuk itu, ada hukum qishash bagi
pembunuh. Firman Allah SWT: “Dan bagi
kalian di dalam hukum qishash itu terdapat kehidupan, wahai ulul albab” (QS. Al
Baqarah : 179). Jelaslah setiap orang muslim mapun kafir dzimmi berhak
dilindungi nyawanya dari pembunuhan ataupun pembantaian.
Berhak dipelihara akalnya. Islam sangat meninggikan derajat
akal. Sampai-sampai akal merupakan tolok ukur seseorang terkena beban (taklif)
hukum. Islam juga mengangkat derajat ilmu, serta mengharamkan segala perkara
yang dapat merusak akal seperti khamr, ganja, morphin, dan lainnya. Karenanya,
keberadaan barang-barang tersebut di tengah masyarakat melanggar hak syar’iy
bagi manusia.
Berhak dipelihara nasab keturunannya. Setiap
orang berhak mengetahui ayah, ibu, dan
saudara-saudaranya. Islam melarang mendekati zina dan melakukannya dan
menjatuhkan hukuman berat bagi pelakunya.
Bila belum menikah dicambuk 100 kali, dan jika sudah
pernah menikah dirajam sampai meninggal.: “Perempuan yang berzina dan laki-laki
yang berzina, maka tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera” (QS. An
Nur : 2). Hal ini jelas berbeda dengan kebebasan pribadi dalam HAM yang memang
serba boleh itu.
Hak dipelihara hartanya. Islam membolehkan manusia memiliki
apapun asalkan dengan cara yang dibolehkan dan barang-barangnya dihalalkan. Di
sisi lain Islam melarang siapapun mengambil barang milik orang lain dan
memberikan sanksi pada pelakunya. Ajaran Islam pun membedakan jenis pemilikan
individu, pemilikan umum, dan pemilikan
negara. Semua ini adalah dalam rangka menjaga harta setiap orang.
Berhak dipelihara kehormatan dirinya. Setiap orang
tidak boleh dituduh dengan tuduhan dusta, tidak boleh difitnah, dan juga tidak
boleh dicemarkan nama baiknya. Semua ini dijamin di dalam Islam. Makanya, siapa
saja yang menuduh seseorang yang baik-baik berzina, misalnya, dihukum delapan
puluh cambukan. Sedangkan, tuduhan bohong lainnya dikenakan hukuman ta’zir (Abdurrahman
Maliki, Nizhamul ‘uqubat fil Islam).
Hak mendapatkan keamanan. Islam menjamin keamanan bagi
setiap warga negara baik dalam perkara kehormatan, harta, maupun nyawa.
Pengabaian terhadap hal ini merupakan pengabaian terhadap hak syar’iy bagi
manusia. Berkaitan dengan hukum terhadap perusuh dan pengacau keamanan Islam
dan kaum muslimin Allah SWT menegaskan:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah
dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri tempat kediamannya” (QS. Al Maidah : 33).
Berhak terpelihara negaranya. Islam telah
mewajibkan kepada kaum muslimin untuk hanya memiliki satu negara di dunia. Keterpecahbelahan
umat Islam menjadi 56 negara seperti sekarang merupakan pelanggaran terhadap
hak syar’iy bagi manusia.
“Barangsiapa membai’at
seorang imam, meletakkan tangannya dan menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia
mentaatinya semaksimal mungkin. Dan jika datang orang lain hendak merampasnya
maka penggallah leher orang itu.”
“Bila datang seseorang, sedangkan urusan kalian berada pada
seorang, hendak memisahkan kalian atau memecah belah jamaah kalian, maka
bunuhlah dia” (HR. Muslim).
Hadits-hadits tadi menjelaskan bahwa kaum muslimin tidak boleh
memiliki lebih dari satu jamaah kaum muslimin, yakni khilafah. Inilah wahyu
Allah SWT yang disampaikan lewat mulut Rasulullah SAW. Jadi, adanya satu
kepemimpinan umat saja di dunia dan keutuhannya merupakan hak sekaligus
kewajiban seluruh kaum muslimin. Hanya sayang, tidak sedikit kaum muslimin
masih tertipu oleh perjanjian Sykes – Picot (yang memicu munculnya negara
Yahudi) yang menetapkan batas-batas negara. Padahal, Allah dan Rasul-Nya justru
memerintahkan hal sebaliknya.
Kesimpulan
Definisi HAM yang benar adalah definisi yang diberikan Islam, yaitu
bahwa HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak lahir sebagai
karunia Allah SWT, sehingga hak tersebut tidak akan pernah bertentangan dengan
Kewajiban Asasi Manusia (KAM) yang telah digariskan oleh Allah SWT dan
Rasulullah SAW.
Kembali ke hak asasi manusia, yang tak kalah pentingnya adalah
penyebarluasan konsep dalam makna yang sejati ini ke seluruh manusia di dunia
melalui proses edukasi yang sistematis. Manusia yang telah menyadari hak
asasinya diharapkan bisa berusaha menjaga sendiri hak asasinya tersebut,
sekaligus menghormati hak asasi manusia lain.
Indonesia sebagai negara mayoritas berpenduduk muslim terbanyak dan
terbesar di dunia yang memiliki empat pilar negara yang berjiwakan Piagam
Jakarta dengan inti Ketuhanan Yang Maha Esa dan Syariat Islam, maka tidak ada
pilihan lain dalam soal HAM, kecuali hanya boleh mendefinisikan HAM sesuai
dengan definisi Islam.
Karenanya, ke depan para Aktivis Islam dari berbagai Ormas Islam
harus mampu merebut semua posisi keanggotaan di Komnas HAM, sehingga mampu
menjadikan HAM dan KAM sebagai ruh dan jiwa dalam semua program dan aktivitas
Komnas HAM.
56. Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Adz-Dzariyat)
JAKARTA 21/2/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar