TALQIN Dalam Islam
“Talqinkanlah orang sedang menghadapi kematian
di antara kalian, dengan ucapan: Laa Ilaha Illallah.” (HR.Muslim, 4/473/1524.
At Tirmidzi, dari jalur Abu Said Al Khudri, 4/ 84/898. An Nasa’i, 6/357/1803.
Ibnu Majah, 4/375/1434)
“Apabila Rasulullah SAW selesai menguburkan mayit, beliau
berdiri di dekat kuburan dan berkata : mintalah kalian ampunan untuk saudara
kalian dan mintalah untuknya keteguhan (dalam menjawab pertanyaan Mungkar dan
Nakir) karena sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya” (H.R. Abu Daud dan
dishahihkan oleh Hakim)(5).
Muqaddimah
KUNCINYA SURGA |
Makna Talqin
Talqin adalah
memahamkan atau mengajarkan. Laqqana Al kalam artinya mengajarkan sebuah
ucapan. Talqin menurut syariat adalah memahamkan kalimat tauhid ketika manusia
mengalami sakaratul maut (naza’). (Mausu’ah Fiqh Al ‘Ibadah, 1/187)
Talqin adalah
ajaran tata cara dzikir dari guru thoriqoh yang telah mendapatkan izin untuk
mengijazahkan secara sah dan mempunyai sanad muttashil sampai kepada mu’assis/shohibuth thoriq dan
bersambung terus sampai Nabi Muhammad SAW .( Ma’khodz : jami’ul ushul
hal. 31-32 dan 102)
Lafadz Talqin
Disunnahkan melakukan talqin setelah
mayyit dikuburkan dengan sempurna. Talqin adalah mengatakan kepada mayit:
"يا عبد الله يا ابن أمة
الله -ثلاث مرات- اذكر العهد الذي خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلا
الله وأن محمدا رسول الله وأنك رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمد نبيا
وبالقرءان إماما "
"Wahai
hamba Allah, anak seorang perempuan hamba Allah – dengan disebut nama mayyit
dan nama ibunya, jika tidak diketahui nama ibunya maka dinisbahkan ke Hawwa' -
(dikatakan tiga kali), ingatlah perjanjian yang engkau yakini di dunia sampai
engkau meninggal dunia; yaitu bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah
selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan bahwa engkau
menerima dengan sepenuh hati Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu,
Muhammad sebagai Nabimu dan al Qur'an sebagai pemandu dan pembimbingmu".
Jika mayitnya perempuan maka bunyi
talqin adalah :
" يا أمة الله ابنة أمة
الله "
"Wahai
hamba Allah perempuan, anak seorang perempuan hamba Allah – dengan disebut nama
mayyit dan nama ibunya, jika tidak diketahui nama ibunya maka dinisbahkan ke
Hawwa' - (dikatakan tiga kali)".
Perintah Talqin
Salah satu dasar hukum mengenai
talqin adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, imam Abi Dawud, dan
imam An Nasai :
لقنوا موتاكم لا إله إلا الله
“Talqinilah orang-orang mati kalian dengan لا إله إلا
الله “
Selain hadits
di atas, masih ada hadits lain yang menunjukkan kesunahan mentalqini mayit
setelah dikuburkan, yaitu :
إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ، وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ، فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ:”فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن حَوَّاءَ. رواه الطبراني
“Jika salah satu diantara kalian mati, maka ratakanlah tanah pada
kuburnya (kuburkanlah). Hendaklah salah satu dari kalian berdiri di pinggir
kuburnya dan hendaklah berkata : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati,
pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia bisa
mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya. Kemudian berkata lagi : “wahai fulan
(sebutkan nama orang yang mati,
Selain itu,
hadist ini juga diperkuat oleh hadist-hadits shohih seperti :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا ؛ لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ . رَوَاهُ أَبُو دَاوُد ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ .
“Apabila Rasulullah SAW selesai menguburkan mayit, beliau berdiri di
dekat kuburan dan berkata : mintalah kalian ampunan untuk saudara kalian dan
mintalah untuknya keteguhan (dalam menjawab pertanyaan Mungkar dan Nakir)
karena sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya” (H.R. Abu Daud dan dishahihkan
oleh Hakim)(5).
Juga hadits
yang diriwayatkan Imam Muslim r.a :
وعن عمرو بن العاص – رضي الله عنه – ، قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ، فَأقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ بِكُمْ ، وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي . رواه مسلم
Diriwayatkan dari `Amr bin Al `Ash, beliau berkata : Apabila kalian
menguburkanku, maka hendaklah kalian menetap di sekeliling kuburanku seukuran
disembelihnya unta dan dibagi dagingnya sampai aku merasa terhibur dengan
kalian dan saya mengetahui apa yang akan saya jawab apabila ditanya Mungkar dan
Nakir(6).
Semua hadits
ini menunjukkan bahwa talqin mayit memiliki dasar yang kuat. Juga menunjukkan
bahwa mayit bisa mendengar apa yang dikatakan pentalqin dan merasa terhibur
dengannya.
Salah satu
ayat yang mendukung hadits di atas adalah firman Allah SWT :
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ [الذاريات/55]
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu
bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. “
Ayat ini
memerintah kita untuk memberi peringatan secara mutlak tanpa mengkhususkan
orang yang masih hidup. Karena mayit bisa mendengar perkataan pentalqin, maka
talqin bisa juga dikatakan peringatan bagi mayit, sebab salah satu tujuannya
adalah mengingatkan mayit kepada Allah agar bisa menjawab pertanyaan malaikat
kubur dan memang mayit di dalam kuburnya sangat membutuhkan peringatan tersebut(7).
Jadi ucapan pentalqin bukanlah ucapan sia-sia karena semua bentuk peringatan
pasti bermanfaat bagi orang-orang mukmin.
Pendapat Tentang lafadz MAUTAAKUM ?
Memang mayoritas ulama mengatakan bahwa yang dimaksud lafadz موتاكم dalam hadits diatas orang-orang
yang hampir mati bukan orang-orang yang telah mati, sehingga hadits tersebut
menggunakan arti majas (arti kiasan) bukan arti aslinya.
Akan tetapi, tidak salah juga jika kita artikan lafadz tersebut dengan arti
aslinya yaitu orang yang telah mati. karena menurut kaidah
bahasa arab, untuk mengarahkan suatu lafadz kepada makna majasnya diperlukan
adanya qorinah (indikasi) baik berupa
kata atau keadaan yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan perkataan
tersebut adalah makna majasnya bukan makna aslinya. Sebagai contoh jika kita
katakan “talqinillah mayit kalian sebelum matinya”
maka kata-kata “sebelum matinya” merupakan qorinah yang mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan kata mayit dalam kalimat
ini bukan makna aslinya (yaitu orang yang telah mati) tapi makna majasnya
(orang yang hampir mati).
Sedangkan
dalam hadits tersebut tidak diketemukan Qorinah untuk mengarahkan lafadz موتاكم kepada makna
majasnya, maka sah saja jika kita mengartikannya dengan makna aslinya yaitu orang-orang yang telah mati bukan makna majasnya. Pendapat inilah yang
dipilih oleh sebagian ulama seperti Imam Ath Thobary, Ibnul Humam, Asy
Syaukany, dan Ulama lainya.
Kapan Mentalqinkan Dengan la ilaha illah ?
Talqin adalah
sunnah, dan ini telah disepakati para imam kaum muslimin. Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَقِّنُوا
مَوْتَاكُمْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ
“Talqinkanlah orang sedang menghadapi kematian
di antara kalian, dengan ucapan: Laa Ilaha Illallah.” (HR.Muslim, 4/473/1524.
At Tirmidzi, dari jalur Abu Said Al Khudri, 4/ 84/898. An Nasa’i, 6/357/1803.
Ibnu Majah, 4/375/1434)
Hadits ini shahih. At Tirmidzi berkata: hasan
gharib shahih. (Sunan At Tirmidzi, 4/84/898). Syaikh Al Albani menshahihkan.
(Misykah Al Mashabih, 1/364/1616)
Berkata Imam Abul Hasan As Sindi, “Maksudnya adalah barangsiapa orang
sedang menghadapi kematian, bukan orang yang sudah mati, dan membacakan Laa
Ilaha Illaha di sisinya, bukan memerintahkan untuk membacanya. (Syarh Sunan An
Nasa’i, 3/146)
Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri mengatakan:
“Ketahuilah! Maksud Al Mauta dalam hadits ini adalah orang yang sedang
menghadapi kematian, bukan orang yang sudah mati secara hakiki.” (Tuhfah Al
Ahwadzi, 3/34)
Sementara Imam Al Qurthubi Rahimahullah
mengatakan, “Ucapkanlah itu dan ingatkanlah mereka dengannya, saat menghadapi
kematian.” Dia berkata: “Disebut Al Mauta karena kematian tengah dihadapinya.”
(Hasyiah As Suyuthi, 3/146)
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan, “Yakni
barang siapa yang menghadapi kematian, maksudnya ingatkanlah dia dengan Laa
Ilaha Illallah agar itu menjadi akhir ucapan dalam hidupnya. Sebagaimana
hadits: “Barang siapa yang akhir ucapannya adalah Laa Ilaha Illallahu maka dia
akan masuk surga.” Dan perintah talqin di sini adalah sunah, dan ulama telah
ijma’ (sepakat) tentang talqin.” (Syarh Shahih Muslim, 3/327)
Al Qadhi
‘Iyadh mengatakan bahwa talqin merupakan perbuatan yang ma’tsur (memiliki
dasar) dan telah diamalkan kaum muslimin, namun dimakruhkan jika dilakukan
secara berlebihan dan berturut-turut, agar tidak membosankan bagi orang
tersebut, apalagi dalam kondisi sesaknya napas yang menyakitkan, dan hilangnya
sensitiftas terhadap beratnya penderitaan. (Ikmal Al Mu’allim Syarh Shahih
Muslim, 3/195)
Jadi, maknanya adalah membaca Laa Ilaha
Illallah untuk orang sedang menghadapi sakaratul maut, bukan membacanya setelah
mati. Berbeda dengan pemahaman sebagian umat Islam hari ini, yang mentalqinkan
mayat yang sudah di kubur. Namun demikian, jika yang dilakukan di kubur adalah
mendoakannya maka itu sunah nabi. Tetapi, hal itu tidak dinamakan talqin sebab
talqin menurut tuntunan As Sunnah, sebagaimana penjelasan para ulama di atas,
adalah dilakukan sebelum wafat atau ketika naza’ (sakaratul maut).
Di sebutkan dalam Asna Al Mathalib –salah satu
kitab bermadzhab Syafi’i karya Imam Abu
Yahya Zakaria Al Anshari, “Talqin secara mutlak tidaklah dianjurkan bagi mayat
yang sudah dikubur.” (Asna Al Mathalib, 4/191)
Imam Ibnul Qayyim mengatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah duduk di sisi kuburan dan membaca Al
Quran, dan mentalqinkan mayat di kuburan sebagaimana yang dilakukan manusia
hari ini. (Zaadul Ma’ad, 1/522)
Hukum Mentalqinkan Orang yang telah meninggal (di kubur) ?
Para ulama berbeda pendapat tentang
talqin, yaitu dengan mengatakan kepada mayat: ”Wahai fulan, ingatlah ketika
anda keluar dari dunia persaksian bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah ... sampai akhir. Telah ada atsar (berita) dari penduduk Syam
akan tetapi tidak shahih. Yang benar bahwa talqin adalah bid’ah. Maka jangan
dikatakan: “Wahai fulan, ingatlah apa yang engkau keluar dari dunia. Persaksian
bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utasan Allah. Dan
sesungguhnya engkau telah rela Allah sebagai tuhan, Islam sebagai agama dan
Muhammad sebagai utusan serta Al-Qur’an sebagai imam. Ini tidak ada asalnya
yang dapat dijadikan sandaran. Seharusnya ditinggalkan. Ini yang jadi
pengangan, karena perbutan tersebut tidak ada dalilnya.
Akan tetapi ketika orang-orang sudah selesai menguburkan
mayat, dianjurkan berdiri dan mendoakan memohonkan ampunan dan keteguhan bagi
mayat. Inilah yang dianjurkan. Ketika orang-orang telah selesai menguburkan,
hendaklah berdiri dan berdoa baginya dengan ampunan dan keteguhan.
Biasanya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika selesai
mayit dikubur, beliau berdiri dan mengucapkan:
اسْتَغْفِرُوا
لأَخِيكُمْ . وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ
“Mohonkan ampunan untuk saudara kalian, dan mohonkan
keteghuan baginya. Karena dia sekarang ditanya.”
Inilah yang sesuai dengan sunnah.”. (Samahatus
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah)
Selain pendapat diatas, masih ada
hadits lain yang menunjukkan kesunahan mentalqini mayit setelah dikuburkan,
yaitu :
إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ، وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ، فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ:”فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن حَوَّاءَ. رواه الطبراني
“Jika salah satu diantara kalian mati, maka ratakanlah tanah pada
kuburnya (kuburkanlah). Hendaklah salah satu dari kalian berdiri di pinggir
kuburnya dan hendaklah berkata : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati,
pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia bisa
mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya. Kemudian berkata lagi : “wahai fulan
(sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang
mati, pent)” sebab dia akan duduk. Kemudian berkata lagi : “wahai fulan
(sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang
mati, pent)” sebab dia akan berkata : “berilah kami petunjuk –semoga Allah
merahmatimu-“ dan kalian tidak akan merasakannya. Kemudian hendaklah berkata :
“ sebutlah sesuatu yang kamu bawa keluar dari dunia, yaitu persaksian
bahwa tiada Tuhan kecuali Allah SWT, Muhammad hamba dan utusan Nya, dan
sesungguhnya kamu ridlo Allah menjadi Tuhanmu, Muhammad menjadi Nabimu, dan Al
Quran menjadi imammu”, sebab Mungkar dan Nakir saling berpegangan tangan dan
berkata : “mari kita pergi. Kita tidak akan duduk (menanyakan) di sisi orang
yang telah ditalqini (dituntun) hujjahnya (jawabannya), maka Allah menjadi hajiij (yang mengalahkan dengan
menampakkan hujjah) baginya bukan Mungkar dan Nakir”. Kemudian seorang sahabat
laki-laki bertanya : wahai Rasulullah ! Jika dia tidak tahu ibu si mayit ?Maka
Rasulullah menjawab : nisbatkan kepada Hawa, wahai fulan bin Hawa” (H.R.
Thabrani) (2).
Berdasarkan
hadits ini ulama Syafi`iyah, sebagian besar ulama Hanbaliyah, dan sebagian
ulama Hanafiyah serta Malikiyah menyatakan bahwa mentalqini mayit adalah mustahab (sunah)(3).
Hadits ini
memang termasuk hadist yang dhaif (lemah), akan tetapi ulama sepakat bahwa
hadits dhaif masih bisa
dijadikan pegangan untuk menjelaskan mengenai fadloilul a`mal dan anjuran untuk beramal, selama tidak
bertentangan dengan hadits yang lebih kuat (hadits shohih dan hadits hasan lidzatih) dan juga tidak termasuk hadits yang matruk (ditinggalkan)(4). Jadi tidak mengapa kita mengamalkannya.
Mazhab Islam Mengharuskan Talqin
1-Berkata As-Syeikh Al-Alim Abdul
Al-Ghony Al-Ghonimy Ad-Dimasyqy Al-Hanafi dalam kitab beliau berjudul Al-Lubab
Fi Syarhil Kitab pada jilid 1 mukasurat 125 menyatakan :
: “وأما تلقينه (أي الميت) في
القبر فمشروع عند أهل السنة لأن الله تعالى يحييه في قبره”.
“Manakala hukum mentalqin mayat pada kubur adalah
merupakan syariat islam disisi Ahli Sunnah Wal Jamaah kerana Allah ta’ala
menghidupkannya dalam kuburnya”.
Telah jelas bahawa dalam mazhab Hanafi amalan talqin
adalah diharuskan bahkan disyariatkan.
Adakah Wahhabi
akan membid’ahkan serta mengkafirkan ulama Hanafi kerana mengharuskan amalan
talqin? Kenapa wahhabi benci sangat dengan amalan talqin?
Apa kesalahan talqin terhadap kamu wahai wahhabi?
Apa kesalahan talqin terhadap kamu wahai wahhabi?
Mazhab Maliki Mengharuskan Amalan Talqin
1- Imam Al-Qurtuby Al-Maliky pengarang kitab tafsir
terkenal telah menulis satu bab yang khusus mengenai amalan talqin disisi
mazhab Maliki dalam kitab beliau berjudul At-Tazkirah Bil Ahwal Al-Mauta Wal
Akhiroh pada mukasurat 138-139 :
باب ما جاء في تلقين الإنسان بعد موته شهادة الإخلاص في
لحده
Didalam bab itu juga Imam Qurtuby telah menjelaskan
amalan talqin dilakukan oleh para ulama islam di Qurtubah dan mereka
mengharuskannya.
Dalam mazhab Maliki juga bercanggah dengan mereka yang
mengharamkan amalan talqin.
Dimana anda wahai si pengharam tanpa dalil?!
Dimana anda wahai si pengharam tanpa dalil?!
Mazhab Syafi’e Mengharuskan Dan Mengalakkan Amalan Talqin
1- Imam An-Nawawi As-Syafi’e menyatakan dalam kitab
beliau berjudul Al-Majmuk pada jilid 5 mukasurat 303-304 :
قال جماعات من أصحابنا يستحب تلقين الميت عقب دفنه” ثم قال:
“ممن نص على استحبابه: القاضي حسين والمتولي والشيخ نصر المقدسي”
Yang bermaksud : “ Telah menyatakan oleh ramai para ulama
dari mazhab Syafi’e bahawa disunatkan talqin pada mayat ketika
mengebumikannya”.
Kenyataan mazhab Syafi’e dari kitab yang sama :
“وسئل الشيخ أبو عمرو بن الصلاح
رحمه الله عنه فقال: التلقين هو الذي نختاره ونعمل به”
Imam Nawawi menyatakan : “ Telah ditanya kepada As-Syeikh
Abu Amru Bin As-Solah mengenai talqin maka beliau menjawab Amalan talqin
merupakan pilihan kita (mazhab Syafi’e) dan kami beramal dengannya”.
2- Imam Abu Qosim Ar-Rofi’e As-Syafi’e menyatakan dalam kitab beliau berjudul Fathul ‘Aziz Bi syarh Al-Wajiz tertera juga pada bawah kita Al-Majmuk oleh Imam Nawawi pada jilid 5 mukasurat 242 :
“ويستحب أن يُلقن الميت بعد الدفن فيقال: يا عبد الله بن أمة الله …” إلى اخره .
2- Imam Abu Qosim Ar-Rofi’e As-Syafi’e menyatakan dalam kitab beliau berjudul Fathul ‘Aziz Bi syarh Al-Wajiz tertera juga pada bawah kita Al-Majmuk oleh Imam Nawawi pada jilid 5 mukasurat 242 :
“ويستحب أن يُلقن الميت بعد الدفن فيقال: يا عبد الله بن أمة الله …” إلى اخره .
Yang bermaksud : Digalakkan dan disunatkan mentalqin
mayat selepas mengebumikannya dan dibaca : Wahai hamba Allah bin hamba
Allah…(bacaan talqin).
Di malaysia kita umat islam kebanyakannya berpegang
dengan mazhab Syafi’e. Kenapa anda buat fitnah ke tanah air kita wahai Wahhabi?
Dengan memecah belahkan umat islam mengunakan isu talqin. Sedangkan hukum
talqin adalah harus berdalilkan dari hadith Nabawi.
Mazhab Hambali Mengharuskan Talqin
1- Imam Mansur Bin Yusuf Al-Buhuty Al-Hambaly menyatakan
hukum pengharusan talqin dalam kitab beliau berjudul Ar-Raudul Mari’ mukasurat
104.
2- Imam Al-Mardawy Al-Hambaly dalam kitabnya Al-Insof Fi Ma’rifatil Rojih Minal Khilaf pada jilid 2 mukasurat 548-549 menyatakan :
2- Imam Al-Mardawy Al-Hambaly dalam kitabnya Al-Insof Fi Ma’rifatil Rojih Minal Khilaf pada jilid 2 mukasurat 548-549 menyatakan :
“فائدة يستحب تلقين الميت بعد
دفنه عند أكثر الأصحاب”
Yang bermaksud : “ Kenyataan yang penting : Disunatkan hukum talqin mayat selepas mengkebumikannya disisi kebanyakan ulama ( selainnay hanya mengaruskan sahaja).
Yang bermaksud : “ Kenyataan yang penting : Disunatkan hukum talqin mayat selepas mengkebumikannya disisi kebanyakan ulama ( selainnay hanya mengaruskan sahaja).
Faedah Talqin
Faedah dari talqin adalah seperti
yang disebutkan dalam hadits tersebut diatas:
" فإن منكرا ونكيرا يقول أحدهما
لصاحبه انطلق بنا ما يقعدنا عند رجل لقن حجته "
Maknanya : "Sesungguhnya
malaikat Munkar dan Nakir, salah seorang berkata kepada yang lain : Marilah
kita pergi , untuk apa kita duduk di dekat orang yang sudah diajarkan hujjahnya
(dalam menjawab pertanyaan kita)".
Jadi faedah dari talqin adalah bahwa
mayyit akan terbebas dari pertanyaan dua malaikat Munkar dan Nakir dan selamat
dari siksa kubur.
Jakarta 21-11-2011
terima kasih infonya gan bisa dijadikan bahan referensi kuliah saya masalah talqin mayit.
BalasHapussebagaian ada yang membolehkan sebagian ada yang tidak. semuanya bersumber dari hadis dan al-qu'an cuman penafsirannya saja yang berbeda
Bismillahirrahmanirrahim
BalasHapusAssalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Umat islam tidak dianjurkan untuk saling berselisih tentang hukum agama..rasulullah saw telah bersabda:
bersabda:
تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ
“Aku tinggalkan kalian dalam suatu keadaan terang-benderang, siangnya seperti malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.” (HR. Ahmad)
Jadi berpegang teguhlah pada alquran dan hadist dan jauhi bid'ah. Sesungguhnya siapa yang telah menghidupkan bid'ah maka telah mematikan sunnah
Semoga kita semua diberikan kemudahan dalam menuntut ilmu oleh Allah Azza Wajalla dan semoga Allah Azza Wajalla senantiasa menuntun kita ke jalan yang lurus
Aamiin yaa robbal'aalamiin