أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ
"Umur umatku berkisat antara 60 sampai 70, amat sedikit dari mereka yang lebih dari itu." (HR. Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah, no. 757)
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Siapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung silaturahim." (HR. ِl-Bukhari dan Muslim)
Muqaddimah:
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umur bertambah beserta tanda-tandanya, dianalogikan Ustazah Mamah Dedeh sebagai pesan dari Allah SWT. Mamah mengatakan, sudah seharusnya manusia yang semakin bertambah umurnya peka akan pesan dari Allah tersebut.
"Seperti uban, tubuh yang mulai melemah, tua, dan lain-lain itu tanda dan sms dari Allah," ujar Mamah Dedeh di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Manusia perlu menyadari dengan bertambahnya umur, peringatan Allah semakin nyata. Bila mengingat sabda Rasul bahwa manusia yang lebih baik dari hari kemarin maka dirinya beruntung, jika sama saja berarti merugi, dan bila lebih buruk, celaka.
Pesan atau peringatan dari Allah wajib dibalas manusia. "Kita harus balas sms Allah dengan ketaatan kita. Laksanakan perintah dan jauhi larangan-Nya," kata Mamah.
Aa Gym dalam salah satu artikelnya mengatakan ada 7 tanda kebahagiaan hidup. Selalu bersyukur kepada Allah SWT, memiliki pendamping hidup shalih dan shalihah, memiliki anak yang shalih (shalihah), memiliki harta yang berkah, tidak memiliki utang, ilmunya bermanfaat dan umurnya berkah.
Umur yang barokah tidak sama dengan usia yang panjang. Salah satu ciri umur yang barokah adalah tiap detik waktunya sangat berharga dan tidak ada yang sia-sia. Usianya banyak digunakan untuk beribadah pada Allah SWT, beramal dan berdakwah. Menebarkan manfaat kepada siapa saja. Bergaul dengan orang-orang yang shalih. Tidak ada waktu baginya kecuali amal, amal dan amal.
Ya Allah…Berikanlah aku keberkahan, kebaikan dan keselamatan dalam hidup ini. Dan senantiasa bersyukur atas segala nikmat-Mu. Dan tak jemu menebarkan semangat kebaikan agar umurku berkah dan bermanfaat.
Perkara Umur
Meski Umur termasuk perkara ghaib, beberapa ulama besar mencoba membahasnya. Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad, misalnya, mengkaji masalah umur melalui karyanya, Sabilul'Iddikar wal I'tibar bima Yamurru bil-Insan wa Yanqadhi lahu minal-A'mar (Jalan Menuju Peringatan dan Perenungan tentang Tahapan Usia yang Dilalui Manusia). Ia membagi umur dalam lima tahapan:
Pertama, sejak Allah SWT menciptakan Nabi Adam AS dan membekalinya dengan keturunan.
Kedua, terhitung sejak seorang manusia terlahir dari rahim ibunya hingga ajal menjemput.
Ketiga, dimulai sejak kebangkitan manusia dari alam dunia melalui kematian sampai bertiupnya sangkakala Malaikat Israfil di Padang Mahsyar. Umur ketiga adalah masa penantian seseorang di alam barzakh.
Keempat, berlangsung sejak seorang manusia dibangkitkan dari alam barzakh, bersamaan dengan ditiupnya sangkakala yang kedua hingga manusia melangkah di atas shirath al-mustaqim.
Kelima, dimulai sejak seseorang memasuki pintu surga, atau terjatuh di jurang neraka.
Seorang sufi besar, Syaikh Abdul Wahhab bin Ahmad Asy-Sya'rani, dalam kitab Bahrul Maurud, menulis, "Telah diambil perjanjian dari kita, apabila umur telah mencapai 40 tahun, hendaklah bersiap-siap melipat kasur dan selalu ingat pada setiap tarik nafas, bahwa kita sedang berjalan menuju akhirat, sampai tak merasa tenang lagi rasanya hidup di dunia". Yang dimaksud dengan "melipat kasur" ialah mengurangi tidur untuk memperbanyak ibadah.
Setelah melampaui fase kedewasaan, kaum muslimin memasuki fase persiapan menghadapi kematian, yakni pada usia 60 sampai 70 tahun. Sabda Rasulullah SAW, "Masa penuaan umur umatku dari 60 hingga 70 tahun". (HR Muslim dan An-Nasa-i).
Oleh karena itu , amat sangat keterlaluan orang-orang yang sudah berusia diatas 60 tahun tapi masih juga melakukan maksiat. Sabda Rasulullah SAW, "Allah SWT tidak akan menerima dalih seseorang sesudah Dia memanjangkan usianya hingga 60 tahun". (HR Al-Bukhari).
Usia lanjut juga merupakan sebuah keistimewaan. Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah SAW menyampaikan firman Allah SWT, "Demi kemuliaan-Ku, keagungan-Ku, dan kebutuhan hamba-Ku kepada-Ku, sesungguhnya Aku merasa malu menyiksa hamba-Ku, baik laki-laki maupun perempuan, yang telah beruban karena tua dalam keadaan muslim". Dalam hadits lain beliau bersabda, "Sebaik-baik diantara kalian ialah orang yang panjang umurnya dan baik pula amalannya". (HR At-Tarmidzi).
Namun Al-Quran juga berulang kali memperingatkan akan datanya ketuaan dan kepikunan. Misalnya dalam surah An-Nahl ayat 70, "Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu. Dan diantara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah, supaya tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa".
Kepikunan yang mengiringi ketuaan itulah yang ditakuti oleh Rasulullah SAW, sehingga beliau selalu berdo'a, "Aku berlindung kepada-Mu dari usia yang paling hina".
Umur yang diberkahi
Meminta panjang umur dan banyak harta adalah suatu hal yang dibolehkan bahkan termasuk do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada beberapa sahabatnya dan juga banyak didukung oleh dalil lainnya. Namun do’a yang diminta di sini ditambahkan dengan do’a keberkahan di dalamnya. Karena panjang umur dan banyak harta semata tidaklah mendatangkan kebaikan kecuali jika diisi dengan kebaikan.
Diriwayatkan dari Imam Al Bukhari, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi Ummu Sulaim (ibunya Anas). Ketika itu Ummu Sulaim mengatakan bahwa Anas (anaknya) siap menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau mendoakan Anas dalam urusan akhirat dan dunianya. Di antara do’a beliau pada Anas adalah,
اللَّهُمَّ ارْزُقْهُ مَالًا، وَوَلَدًا، وَبَارِكْ لَهُ
“Ya Allah, tambahkanlah rizki padanya berupa harta dan anak serta berkahilah dia dengan nikmat tersebut.” (HR. Bukhari no. 1982 dan Muslim no. 660)
Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan Anas dengan do’a,
اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ
“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, serta berkahilah apa yang engkau karuniakan padanya.” (HR. Bukhari no. 6334 dan Muslim no. 2480)
Sedangkan dalil bolehnya meminta panjang umur (asalkan dimanfaatkan dalam kebaikan) adalah hadits dari ‘Abdurrahman bin Abi Bakroh, dari ayahnya Abu Bakroh bahwa ada seseorang yang bertanya pada Rasulullah,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». قَالَ فَأَىُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ »
“Wahai Rasulullah, manusia mana yang dikatakan baik?” Beliau menjawab, “Yang panjang umurnya namun baik amalnya.” “Lalu manusia mana yang dikatakan jelek?”, tanya laki-laki tadi. Beliau menjawab, “Yang panjang umurnya namun jelek amalnya.” (HR. Tirmidzi no. 2330, beliau katakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shahih lighoirihi). Yang dimaksud dengan “baik amalnya” adalah apabila amalan tersebut ikhlas dan ittiba’ (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Ada beberapa langkah menjadikan umur berbarakah, di antaranya secara jelas menyebutkan barakahnya umur, dan sebagiannya lagi berupa amal-amal shalih yang dikerjakan seorang muslim lalu Allah melipatgandakan pahalanya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Siapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung silaturahim." (HR. ِl-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits di atas dikabarkan, silaturahim menambah umur. Sedangkan dalam hadits Aisyah Radhiyallahu 'Anha,
صلة الرحم زيادة العمر، وحسن الخلق وإكرام الجار تطيلان الأعمار، وتعمران الديار
"Silaturahim menambah umur, sedangkan akhlak baik dan memuliakan tamu, keduanya akan memanjangkan usia dan memeriahkan rumah."
Siapa yang memperhatikan Al-Kitab dan al-Sunnah pasti mendapatkan amal-amal shalih yang disyariatkan untuk umat ini diberi pahala yang banyak tanpa mereka harus bersusah payah dan ngos-ngosan. Perhatikan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
"Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendo’akannya selama dia masih berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu)
Perhatikan keutamaan shadaqah yang dikeluarkan dengan penuh keikhlasan. Allah Ta'ala berfirman,
مَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 261)
JAKARTA 2/1/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar