إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ٨:٥٦
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk". [Al Qashash/28 : 56]
{مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ}
“Barangsiapa
yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk (dalam
semua kebaikan dunia dan akhirat); dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang
yang merugi (dunia dan akhirat)” (QS al-A’raaf:178).
Dalam ayat
lain, Dia Ta’ala juga berfirman:
{مَن يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا}
“Barangsiapa
yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk (dalam
semua kebaikan dunia dan akhirat); dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka
kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun yang dapat memberi petunjuk
kepadanya” (QS
al-Kahf:17).
Muqaddimah
Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ٨:٥٦
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk". [Al Qashash/28 : 56]
Sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan meninggalnya Abu Thalib dalam keadaan tetap memeluk agama Abdul Muththalib (musyrik). Hal ini sebagaimana ditunjukkan hadits yang diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim, dari Ibnu Al Musayyab, bahwa bapaknya (Al Musayyab) berkata: ‘Tatkala Abu Thalib akan meninggal, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sllam bergegas mendatanginya. Dan saat itu, ‘Abdullah bin Abu Umayyah serta Abu Jahal berada di sisinya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Wahai, pamanku. Ucapkanlah la ilaha illallah; suatu kalimat yang dapat aku jadikan pembelaan untukmu di hadapan Allah,’. Akan tetapi, ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahal menimpali dengan ucapan : ‘Apakah engkau (Abu Thalib) membenci agama Abdul Muththalib?’. Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengulangi sabdanya lagi. Namun mereka berdua pun mengulang kata-katanya itu. Maka akhir kata yang diucapkannya, bahwa dia masih tetap di atas agama Abdul Muththalib dan enggan mengucapkan La ilaha illallah. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh, akan aku mintakan ampunan untukmu, selama aku tidak dilarang”. Lalu Allah menurunkan firmanNya:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ٩:١١٣
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam". [At Taubah/9 : 113]
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ٨:٥٦
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk". [Al Qashash/28 : 56]
Sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan meninggalnya Abu Thalib dalam keadaan tetap memeluk agama Abdul Muththalib (musyrik). Hal ini sebagaimana ditunjukkan hadits yang diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim, dari Ibnu Al Musayyab, bahwa bapaknya (Al Musayyab) berkata: ‘Tatkala Abu Thalib akan meninggal, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sllam bergegas mendatanginya. Dan saat itu, ‘Abdullah bin Abu Umayyah serta Abu Jahal berada di sisinya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Wahai, pamanku. Ucapkanlah la ilaha illallah; suatu kalimat yang dapat aku jadikan pembelaan untukmu di hadapan Allah,’. Akan tetapi, ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahal menimpali dengan ucapan : ‘Apakah engkau (Abu Thalib) membenci agama Abdul Muththalib?’. Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengulangi sabdanya lagi. Namun mereka berdua pun mengulang kata-katanya itu. Maka akhir kata yang diucapkannya, bahwa dia masih tetap di atas agama Abdul Muththalib dan enggan mengucapkan La ilaha illallah. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh, akan aku mintakan ampunan untukmu, selama aku tidak dilarang”. Lalu Allah menurunkan firmanNya:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ٩:١١٣
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam". [At Taubah/9 : 113]
Makna dan Macamnya Hidayah ?
Hidayah secara bahasa berarti ar-rasyaad
(bimbingan) dan ad-dalaalah (dalil/petunjuk).
Adapun secara syar’i, maka Imam Ibnul Qayyim membagi
hidayah yang dinisbatkan kepada Allah Ta’ala menjadi empat macam:
1. Hidayah yang bersifat umum dan diberikan-Nya kepada
semua makhluk, sebagaimana yang tersebut dalam firman-Nya:
{قَال َرَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى}
“Musa berkata: “Rabb kami (Allah Ta’ala) ialah
(Rabb) yang telah memberikan kepada setiap makhluk bentuk kejadiannya, kemudian
memberinya petunjuk” (QS Thaahaa: 50).
Inilah hidayah (petunjuk) yang Allah Ta’ala
berikan kepada semua makhluk dalam hal yang berhubungan dengan kelangsungan dan
kemaslahatan hidup mereka dalam urusan-urusan dunia, seperti melakukan hal-hal
yang bermanfaat dan menjauhi hal-hal yang membinasakan untuk kelangsungan hidup
di dunia.
2. Hidayah (yang berupa) penjelasan dan keterangan
tentang jalan yang baik dan jalan yang buruk, serta jalan keselamatan dan jalan
kebinasaan. Hidayah ini tidak berarti melahirkan petunjuk Allah yang sempurna,
karena ini hanya merupakan sebab atau syarat, tapi tidak mesti melahirkan
(hidayah Allah Ta’ala yang sempurna). Inilah makna firman Allah:
{وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى}
“Adapun kaum Tsamud, mereka telah Kami beri
petunjuk, tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk”
(QS Fushshilat: 17).
Artinya: Kami jelaskan dan tunjukkan kepada mereka
(jalan kebenaran) tapi mereka tidak mau mengikuti petunjuk.
Hidayah inilah yang mampu dilakukan oleh manusia,
yaitu dengan berdakwah dan menyeru manusia ke jalan Allah, serta menjelaskan
kepada mereka jalan yang benar dan memperingatkan jalan yang salah, akan tetapi
hidayah yang sempurna (yaitu taufik) hanya ada di tangan Allah Ta’ala,
meskipun tentu saja hidayah ini merupakan sebab besar untuk membuka hati
manusia agar mau mengikuti petunjuk Allah Ta’ala dengan taufik-Nya.
Allah Ta’ala berfirman tentang Rasul-Nya:
{وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
“Sesungguhnya engkau (wahai Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam) benar-benar memberi petunjuk (penjelasan dan
bimbingan) kepada jalan yang lurus” (QS asy-Syuuraa: 52).
3. Hidayah taufik, ilham (dalam hati manusia untuk
mengikuti jalan yang benar) dan kelapangan dada untuk menerima kebenaran serta
memilihnya. inilah hidayah (sempurna) yang mesti menjadikan orang yang
meraihnya akan mengikuti petunjuk Allah Ta’ala. Inilah yang disebutkan
dalam firman-Nya:
{فإن الله يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ}
“Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya dan memberi hidayah (taufik) kepada siapa yang dikehendaki-Nya”
(QS Faathir: 8).
Dan firman-Nya:
{إِنْ تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}
“Jika engkau (wahai Muhammad Shallallahu’alaihi
Wasallam) sangat mengharapkan agar mereka mendapat petunjuk, maka sesungguhnya
Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya dan mereka
tidak mempunyai penolong” (QS an-Nahl: 37).
Juga firman-Nya:
{إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ}
“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad
Shallallahu’alaihi Wasallam) tidak dapat memberikan hidayah kepada orang yang
engkau cintai, tetapi Allah memberikan petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Dia yang lebih mengetahui tentang orang-orang yang mau
menerima petunjuk” (QS al-Qashash: 56).
Maka dalam ayat ini Allah menafikan hidayah ini
(taufik) dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan menetapkan bagi
beliau Shallallahu’alaihi Wasallam hidayah dakwah (bimbingan/ajakan
kepada kebaikan) dan penjelasan dalam firman-Nya:
{وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
“Sesungguhnya engkau (wahai Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam) benar-benar memberi petunjuk (penjelasan dan
bimbingan) kepada jalan yang lurus” (QS asy-Syuuraa: 52).
4. Puncak hidayah ini, yaitu hidayah kepada Surga dan
Neraka ketika penghuninya digiring kepadanya.
Allah Ta’ala berfirman tentang ucapan penghuni
Surga:
{وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ}
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi hidayah
kami ke (Surga) ini, dan kami tidak akan mendapat hidayah (ke Surga) kalau
sekiranya Allah tidak menunjukkan kami” (QS al-A’raaf: 43).
Tips Mendapat Hidayah ?
Di antara sebab-sebab seseorang mendapatkan hidayah
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bertauhid
Seseorang yang menginginkan hidayah Allah, maka ia
harus terhindar dari kesyirikan, karena Allah tidaklah memberi hidayah kepada
orang yang berbuat syirik. Allah berfirman
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم
بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
Artinya “Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kesyirikan, mereka itulah yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.
al-An’am: 82).
2. Taubat kepada Allah
Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang yang
tidak bertaubat dari kemaksiatan, bagaimana mungkin Allah memberi hidayah
kepada seseorang sedangkan ia tidak bertaubat? Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya
Allah menyesatkansiapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang
bertaubat kepada-Nya”.
3. Belajar Agama
Yang artinya sebagai berikut: “Tanpa ilmu (agama),
seseorang tidak mungkin akan mendapatkan hidayah Allah. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya “Jika Allah menginginkan kebaikan
(petunjuk) kepada seorang hamba, maka Allah akan memahamkannya agama” (HR
Bukhori)
4. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi hal yang
dilarang.
Kemaksiatan adalah sebab seseorang dijauhkan dari
hidayah. Allah berfirman
وَكَذَّبَ بِهِ قَوْمُكَ وَهُوَ الْحَقُّ قُل لَّسْتُ
عَلَيْكُم بِوَكِيلٍ -٦٦- لِّكُلِّ نَبَإٍ مُّسْتَقَرٌّ وَسَوْفَ تَعْلَمُونَ -٦٧-
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى
يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلاَ
تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ -٦٨-
Artinya “Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan
pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu
lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian,
pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti
Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (Q.S. an-Nisa: 66-68).
5.
Membaca al-Quran, memahaminya dan mengamalkannya.
Allah berfirman
إِنَّ هَـذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ
أَجْراً كَبِيراً
Artinya “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan
petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (Q.S. al-Isra': 9)
6. Berpegang teguh kepada
agama Allah
Allah berfirman
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ
آيَاتُ اللّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَن يَعْتَصِم بِاللّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى
صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Artinya “Barangsiapa yang berpegang teguh kepada
(agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang
lurus.” (Q.S. Ali Imron: 101).
7. Mengerjakan sholat.
Di antara penyebab yang paling besar seseorang
mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang senantiasa menjaga sholatnya, Allah
berfirman pada surat al-baqoroh yang
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ
آيَاتُ اللّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَن يَعْتَصِم بِاللّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى
صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Artinya “Aliif laam miim, Kitab (Al Quran) ini
tidak ada keraguan padanya dan merupakan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”. (Q.S.
al-Baqarah: 1-2)
Siapa mereka itu, dilanjutkan pada ayat setelahnya
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ
الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
“yaitu mereka yang beriman kepada hal yang ghoib,
mendirikan sholat dan menafkahkah sebagian rizki yang diberikan kepadanya” (Q.S. al-Baqarah: 3).
8. Berkumpul dengan
orang-orang sholeh
Allah berfirman
قُلْ أَنَدْعُو مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُنَا
وَلاَ يَضُرُّنَا وَنُرَدُّ عَلَى أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللّهُ
كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ الشَّيَاطِينُ فِي الأَرْضِ حَيْرَانَ لَهُ أَصْحَابٌ
يَدْعُونَهُ إِلَى الْهُدَى ائْتِنَا قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَىَ
وَأُمِرْنَا لِنُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya “Katakanlah: “Apakah kita akan menyeru
selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada
kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita
akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti
orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam
keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang
lurus (dengan mengatakan): “Marilah ikuti kami.” Katakanlah:”Sesungguhnya
petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar
menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.” (Q.S. al-An’am: 71)
Ikhtitam
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ
الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
“yaitu mereka
yang beriman kepada hal yang ghoib, mendirikan sholat dan menafkahkah
sebagian rizki yang diberikan kepadanya” (Q.S. al-Baqarah: 3).
إِنَّ هَـذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ
أَجْراً كَبِيراً
Artinya “Sesungguhnya
Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (Q.S.
al-Isra': 9)
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.https://syamsul14.wordpress.com
3.http://muslim.or.id 4.http://almanhaj.or.id
Jakarta 23/1/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar