‘Dan tentang orang-orang yang berjuang untuk bertemu dengan
Kami,
sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat kebajikan.’ (S.29
Al-Ankabut:69)
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ منكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ؛ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ.
“Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tangannya (kekuatan). Jika tak sanggup, cegahlah dengan lisan. Jika masih tak sanggup, maka cukup dengan hati. Yang terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman.”
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ منكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ؛ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ.
“Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tangannya (kekuatan). Jika tak sanggup, cegahlah dengan lisan. Jika masih tak sanggup, maka cukup dengan hati. Yang terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman.”
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُؤْمِنٌ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِنَفْسِهِ وَمَالِه
“Wahai Rasulullah! Manusia bagaimanakah yang paling
utama?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Seorang
mukmin yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya. (HR Bukhari)
Muqaddimah
Jihad secara
bahasa berarti mengerahkan segala upaya dan kemampuan, baik berupa perkataan
maupun perbuatan.
Definisi jihad secara syariat yang paling komperehensif diutarakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Jihad adalah mengerahkan segala upaya demi mencapai kebenaran yang diinginkan.” Di tempat lain, beliau mengatakan, “Hakikat jihad adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai hal-hal yang diridhai oleh Allah seperti iman dan amal saleh, sekaligus untuk menolak hal-hal yang dibenci-Nya seperti kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.”
Definisi jihad secara syariat yang paling komperehensif diutarakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Jihad adalah mengerahkan segala upaya demi mencapai kebenaran yang diinginkan.” Di tempat lain, beliau mengatakan, “Hakikat jihad adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai hal-hal yang diridhai oleh Allah seperti iman dan amal saleh, sekaligus untuk menolak hal-hal yang dibenci-Nya seperti kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.”
Dalam kamus, kata Jihad diartikan sebagai berjuang tetapi juga sebagai
‘perang suci.’ Dalam kamus bahasa Inggris (Oxford Reference Dictionary)
malah Jihad diartikan sebagai ‘perang untuk melindungi Islam dari ancaman
eksternal atau untuk siar agama di antara kaum kafir.’ Kata suci dan perang
sebenarnya tidak sinonim satu sama lain, bahkan saling bertentangan karena
tidak ada yang suci pada dampak dan kengerian peperangan. Sangat menyedihkan
bahwa kata ‘Jihad’ ini di masa kini sudah demikian disalah-artikan oleh
bangsa-bangsa Barat, khususnya dalam media mereka. Sepintas, kesalah-pahaman
demikian bisa dimengerti karena dalam milenium terakhir ini ada beberapa
kelompok Muslim ekstrim dimana pimpinan mereka menterjemahkan ‘Jihad’ sebagai Perang
Suci. Mereka mengenakan kata Jihad itu pada segala perang yang mereka lakukan,
apakah untuk tujuan politis, ekonomi atau pun motivasi ekspansi. Akibat dari
kesalahan istilah demikian, agama Islam secara keliru telah dituduh mendapatkan
pengikutnya melalui cara pemaksaan dan laku kekerasan.
Kata Jihad itu sendiri dalam Al-Quran digunakan dalam dua pengertian: – Jihad
fi Sabilillah – berjuang keras di jalan Allah, – Jihad fi Allah –
berjuang keras demi Allah. Arti kata yang pertama menyangkut perang mempertahankan
diri dari musuh kebenaran ketika mereka berusaha memusnahkan agama ini,
sedangkan pengertian kata yang kedua adalah berusaha atau berjuang keras guna
memenangkan keridhoan dan kedekatan kepada Allah s.w.t.. Kata yang kedua itu
lebih mengandung signifikasi keruhanian yang lebih tinggi dibanding kata yang
pertama.
Tingkatan-tingkatan Jihad
Tingkatan-tingkatan Jihad
Jihad memiliki empat tingkatan: jihad melawan nafsu (diri sendiri), jihad menghadapi setan, jihad melawan orang-orang kafir dan munafik, serta jihad memberantas kezaliman, bid’ah, dan kemungkaran.
Tingkatan pertama: Jihad melawan nafsu
Jihad melawan nafsu memiliki empat tingkatan:
1- Jihad melawan nafsu untuk belajar ilmu-ilmu agama.
2- Jihad melawan nafsu untuk mengamalkan apa yang telah dipelajari.
3- Jihad melawan nafsu mendakwakan ilmu tersebut dengan penuh hikmah dan mengajarkannya kepada orang yang belum mengetahuinya.
4- Jihad melawan nafsu untuk tetap bersabar dalam mengemban tugas berat berdakwah kepada Allah dan bersabar dari gangguan orang lain. Dan menghadapi semua itu semata-mata karena Allah swt.
Tingkatan kedua: Jihad melawan setan
Jihad melawan setan memiliki dua tingkatan:
1- Jihad melawan syubhat dan keraguan yang membahayakan iman yang dihembuskan oleh setan.
2- Jihad melawan syahwat dan keinginan buruk yang dibisikkan oleh setan.
Jihad yang pertama dilakukan setelah mantapnya keyakinan, sedangkan jihad yang kedua dilaksanakan setelah adanya kesabaran. Allah swt. Berfirman, “Dan kami telah menjadikan di antara mereka (Bani Israil) teladan-teladan yang memberi petunjuk (kepada masyarakat berdasar) perintah kami, (dan Kami menjadikan mereka demikian) ketika (yakni karena) mereka bersabar. Sejak dulu mereka yakin dengan ayat-ayat kami.” (QS. As-Sajdah: 24)
Dan setan adalah musuh yang paling jahat. Allah swt. berfirman, “Setan adalah musuh kalian. Maka jadikanlah dia musuh! Dia mengajak golongannya hanyalah agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fatir: 6)
Tingkatan ketiga: Jihad melawan orang kafir dan munafik.
Jihad ini memiliki empat tingkatan: hati, lisan, harta, dan tangan (kekuatan). Jihad melawan orang kafir lebih banyak menggunakan tangan, dan jihad melawan orang munafik lebih banyak menggunakan lisan.
Tingkatan keempat: Jihad memberantas kezaliman, ketidakadilan, bid’ah, dan kemungkaran.
Jihad ini memiliki tiga tingkatan:
1- Jihad dengan tangan (kekuatan), jika seorang mujahid mempunyai kemampuan untuk itu.
2- Jika tidak mampu dengan tangan, maka jihad dilakukan dengan lisan.
3- Jika masih merasa tidak mampu, maka cukup berjihad dengan hati (dengan mengingkari).
Diriwayatkan dari Abu Sa’id, Rasulullah bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ منكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ؛ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ.
“Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tangannya (kekuatan). Jika tak sanggup, cegahlah dengan lisan. Jika masih tak sanggup, maka cukup dengan hati. Yang terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman.”
Itulah tiga belas tingkatan jihad. Orang yang paling sempurna dalam pandangan Allah adalah yang sanggup melakukan semua tingkatan jihad tersebut. Manusia berbeda-beda derajatnya di sisi Allah sesuai dengan tingkatan jihad mereka.
Jihad dalam Al-Quran dan Hadis ?
Kata jihad dengan berbagai derivasinya terulang sebanyak tiga puluh satu kali di dalam al-Quran. Sementara kata harb (perang), hanya terulang empat kali. Dan jika kita perhatikan, makna jihad dalam al-Quran dan Hadis lebih luas dan lebih umum dari sekedar perang. Jika perang bermakna “berhadap-hadapan dengan bersenjata”, maka jihad bermakna “mengerahkan segala upaya untuk menghadapi musuh” baik musuh tersebut adalah manusia yang lalim maupun sesosok setan, seorang mukmin wajib menghadapinya. Sekalipun jika musuh itu adalah dirinya sendiri, yang menganggap perbuatan buruk menjadi tampak baik.
Sebagaimana beragamnya definisi jihad, beragam pula caranya. Ada jihad dengan jiwa, harta, ucapan – dalam arti dengan argumen – atau dengan al-Quran. Semua itu dalam konteks menjelaskan Islam dan mendakwahkannya kepada masyarakat. Semua jenis dan makna jihad di atas, disebutkan dalam al-Quran dan Sunnah.
Dari sekian makna itu, salah satu yang tercantum dalam al-Quran adalah perintah Allah swt. kepada Nabi saw., “Janganlah engkau, wahai Muhammad, mengikuti (hawa nafsu) orang-orang kafir. Berjihadlah menghadapi mereka dengan al-Quran, dengan jihad yang besar.” (QS. Al-Furqan: 52)
Bahkan Nabi saw. mengistilahkan jihad menghadapi hawa nafsu dan setan dengan jihad yang terbesar, sebagai perbandingan dengan jihad kecil, yaitu berjihad di medan perang. Di antara hadis yang menjelaskan hal tersebut adalah sabda Nabi saw.,
أفضلُ الجهادِ أنْ يُجاهِدَ الرجلُ نفسَه وَهَوَاهُ.
“Jihad yang paling utama adalah jihad melawan hawa nafsu.”
المُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْــسَهُ.
“Mujahid adalah orang yang berjihad melawan dirinya sendiri.”
جَاهِـدُوا أَهْوَاءَكم كما تُجاهِدُونَ أعــداءَكم.
“Berjihadlah melawan hawa nafsu kalian seperti kalian menghadapi musuh.”
Jihad dengan Senjata ?
‘Telah
diperkenankan untuk mengangkat senjata bagi mereka yang telah diperangi,
disebabkan mereka telah diperlakukan dengan aniaya dan sesungguhnya Allah
berkuasa menolong mereka.’ (S.22 Al-Hajj:39)
Para ulama sependapat bahwa ini adalah ayat pertama yang memberi izin
kepada umat Muslim untuk mengangkat senjata guna melindungi diri mereka. Ayat
ini meletakkan dasar-dasar yang menjadi pedoman bagi umat Muslim dalam
melakukan perang defensif. Jelas dikemukakan disitu alasan yang telah mendorong
segelintir umat Muslim tidak bersenjata dan sarana lainnya untuk berperang
mempertahankan diri setelah menderita dengan sabar sekian lamanya. Mereka
menderita aniaya terus menerus selama bertahun-tahun di Mekah dan masih terus
diburu kebencian meski telah hijrah ke Medinah. Alasan utama umat Muslim
mengangkat senjata adalah karena mereka telah diperlakukan dengan aniaya.
Mereka telah menderita tak terbilang lagi aniaya musuh dan perang telah
dipaksakan terhadap mereka.
Ayat Al-Quran berikutnya menegaskan inferensi tersebut dimana dinyatakan
bahwa izin untuk berperang diberikan karena umat Muslim telah diusir dari rumah
mereka:
‘Orang-orang
yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya karena mereka
berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” Dan sekiranya tidak ada tangkisan
Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain, maka akan hancurlah biara-biara
serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjid-masjid
yang banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan pasti Allah akan menolong siapa
yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.’ (S.22
Al-Hajj:40)
Keutamaan Jihad ?
مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللَّهِ لَا يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى
"Perumpamaan seorang mujahid
Fi Sabilillah adalah seperti orang yang berpuasa yang mendirikan shalat
lagi lama membaca ayat-ayat Allah. Dan dia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya,
sehingga seorang mujahid fi sabilillah Ta’ala pulang." (Muttafaq 'Alaih)
Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah;
lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari
Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati
janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang
telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. Al-Taubah:
111)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ () تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ () يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ () وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman,
sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari
adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan
Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu
mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke
tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar.
Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah
dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Shaff: 10-13)
Menjawab pertanyaan Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu
'Anhu perihal amal yang memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari
neraka, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyampaikan kepadanya
puncak amal Islam, yakni jihad fi sabilillah.
رَأسُ الأمْرِ الإسلامُ ، وعَمُودُه الصَّلاةُ ، وذِرْوَةُ سَنامِهِ الجهاد
"Pokok urusan adalah Islam, tiangnya itu
shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad." (HR. Al-Tirmidzi)
Ibnu al-Hajar rahimahullah berkata dalam
mengomentari hadits di atas, "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menyerupakan kondisi orang yang berpuasa dan berdiri shalat yang tak berhenti
barang sesaat dari beribadah sehingga pahalanya terus mengalir.
Begitu juga seorang mujahid tidak menyia-nyiakan dari waktunya tanpa
pahala." (Dinukil dari Fath al-Baari)
Imam al-Nawawi rahimahullah dalam Syarh
Muslim berkata, "Makna al-Qanith di sini adalah al-Muthi' (orang yang
taat). Dan dalam hadits ini diterangkan agungnya keutamaan jihad. Karena
shalat, puasa, dan membaca ayat-ayat Allah adalah amal-amal yang paling utama. Dan
beliau menjadikan seorang mujahid seperti orang yang tak terputus sebentar saja
dari semua itu. Dan sudah maklum, tak seorangpun yang mampu
melakukannya. Oleh karenanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda, "Kalian tidak akan sanggup mengerjakannya."
Ibnul Hajar rahimahullah berkata lagi,
"Ini merupakan keutamaan nyata bagi seorang mujahid Fi Sabilillah
yang menuntut tidak ada sesuatu dari amal-amal (dalam Islam) yang menandingi jihad."
(Fathul Baari: 6/7)
Al-Qadhi 'Iyadh rahimahullah berkata: hadits
bab ini menerangkan keagungan urusan jihad, karena puasa dan selainnya yang
telah disebutkan sebagai bagian dari Fadhail A'mal telah disamai oleh
jihad sehingga semua keadaan seorang mujahid dan aktifitasnya yang mubah
menyamai pahala orang yang semangat dalam shalat dan lainnya. Oleh karenanya
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Laa Tastathii'u
Dzalika (kalian tidak akan sanggup mengerjakannya)." (Dinukil
adri Fath al-Baari: VI/5)
Ikhtitam
رَأسُ الأمْرِ الإسلامُ ، وعَمُودُه الصَّلاةُ ، وذِرْوَةُ سَنامِهِ الجهاد
"Pokok urusan adalah Islam, tiangnya itu
shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad." (HR. Al-Tirmidzi)
Sumber:1.Al-Qur’an
Hadits 2.http://www.voa-islam.com
3.http://1artikelislam.blogspot.com
4.http://www.waag-azhar.org/id
Jakarta 29/1/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar