الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
“Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu.”
(Q.S. Al-Maidah (5): 3)
Allah
adalah pemilik kerajaan langit dan bumi serta
apa
yang terdapat antara keduanya (QS Al-Ma-idah [5]:
18).
Katakanlah,
"Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, engkau
anugerahkan
kekuasaan bagi siapa yang Engkau
kehendaki
dan mencabut kekuasaan dari siapa yang
Engkau
kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau
kehendaki,
dan Engkau hinakan siapa yang Engkau
kehendaki,
dalam tangan-Mu segala kebaikkan,
sesungguhnya
Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."
(QS
Ali Imran [3]: 26).
Muqaddimah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kongres
Umat Islam Indonesia (KUII) VI yang akan digelar pada 8-11 Februari 2014 fokus
pada tiga isu utama yang berkaitan erat dengan kiprah umat Islam dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
"Beberapa fokus diberi perhatian khusus dan intens dibawa dalam KUII VI ini untuk penguatan umat Islam di Indonesia," kata Ketua Panitia Pengarah KUII VI Slamet Effendy Yusuf saat jumpa pers di Kantor Majelis Ulama Indonesia di Menteng, Jakarta, Kamis (8/1).
Tiga fokus utama itu, pertama, bidang politik. Menurut dia, penguatan politik umat Islam harus diterjemahkan dalam arti luas, bukan hanya lewat partai politik tapi melalui kiprah yang baik di panggung politik nasional. Dengan begitu, hak-hak umat Muslim dapat tersalurkan dengan lebih baik lagi.
"Berbicara politik umat Islam dan Indonesia kami berupaya meletakkan secara sejajar antara Islam dan ke-Indonesiaan. Tidak perlu kita keluar dari kerangka yang ada," kata dia.
Fokus kedua KUII VI, masih kata dia, adalah ekonomi. Perkembangan ekonomi dikatakannya cenderung membuat umat Muslim terpinggirkan meski belakangan ekonomi relatif mengalami kemajuan.
Terakhir, fokus kongres ini adalah sektor sosial dan budaya. Belakangan, sosial dan budaya Muslim sudah kurang terlihat ke permukaan atau terganti oleh ciri peradaban di luar Islam.
"Beberapa fokus diberi perhatian khusus dan intens dibawa dalam KUII VI ini untuk penguatan umat Islam di Indonesia," kata Ketua Panitia Pengarah KUII VI Slamet Effendy Yusuf saat jumpa pers di Kantor Majelis Ulama Indonesia di Menteng, Jakarta, Kamis (8/1).
Tiga fokus utama itu, pertama, bidang politik. Menurut dia, penguatan politik umat Islam harus diterjemahkan dalam arti luas, bukan hanya lewat partai politik tapi melalui kiprah yang baik di panggung politik nasional. Dengan begitu, hak-hak umat Muslim dapat tersalurkan dengan lebih baik lagi.
"Berbicara politik umat Islam dan Indonesia kami berupaya meletakkan secara sejajar antara Islam dan ke-Indonesiaan. Tidak perlu kita keluar dari kerangka yang ada," kata dia.
Fokus kedua KUII VI, masih kata dia, adalah ekonomi. Perkembangan ekonomi dikatakannya cenderung membuat umat Muslim terpinggirkan meski belakangan ekonomi relatif mengalami kemajuan.
Terakhir, fokus kongres ini adalah sektor sosial dan budaya. Belakangan, sosial dan budaya Muslim sudah kurang terlihat ke permukaan atau terganti oleh ciri peradaban di luar Islam.
Memahami
Politik, Ekonomi dan Sosial ?
Islam adalah agama syumul, lengkap dengan petunjuk untuk mengatur semua
aspek kehidupan. Dalam lapangan politik, kekuasaan tertinggi (disebut
kedaulatan) ada di tangan Allah, manusia hanya sebagai pelaksana kedaulatan
itu.
Islam memandang kekuasaan dalam pengertian
yang transenden, kekuasaan
dalam pengertian ini harus dapat dipertanggungjawabkan kepada sang Khalik.
Manusia tidak semena-mena untuk menjalankan kekuasaan, karena manusia adalah
perpanjangan tangan sang Khalik di muka bumi.
Kata politik pada mulanya terambil dari
bahasa Yunani dan atau
Latin
politicos atau politõcus
yang berarti relating
to
citizen. Keduanya berasal dari kata
polis yang berarti kota.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan
kata politik sebagai
"segala urusan
dan tindakan (kebijakan,
siasat, dan
sebagainya) mengenai pemerintahan negara
atau terhadap negara
lain." Juga
dalam arti "kebijakan, cara
bertindak (dalam
menghadapi atau menangani satu
masalah)."
Dalam kamus-kamus bahasa Arab
modern, kata politik
biasanya
diterjemahkan dengan kata siyasah. Kata
ini terambil dari akar
kata
sasa-yasusu yang biasa
diartikan mengemudi,
mengendalikan, mengatur,
dan sebagainya. Dari akar kata yang
sama ditemukan kata sus yang berarti
penuh kuman, kutu, atau
rusak.
Katakanlah,
"Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, engkau
anugerahkan
kekuasaan bagi siapa yang Engkau
kehendaki
dan mencabut kekuasaan dari siapa yang
Engkau
kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau
kehendaki,
dan Engkau hinakan siapa yang Engkau
kehendaki,
dalam tangan-Mu segala kebaikkan,
sesungguhnya
Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."
(QS
Ali Imran [3]: 26).
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu
menunaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya dan (memerintahkan kebijaksanaan) di antara kamu supaya
menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha
melihat. Wahai orang-orang yang beriman
Taatilah Allah, taatilah rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikan kepada Allah (al-Qur’an) dan
Rasul (Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) lagi lebih baik akibatnya “(QS. An-Nisa
: 58-59)
Kekuasaan
yang berorientasi pemerintahan (kekuasaan Politik) yang mempunyai mekanisme
politik tertuang di dalam Al-Qur’an (Shaad:26) :
”Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka
berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan.
Kekuasaan
politik (pemerintahan) juga tertuang di dalam surat Al-Baqarah ayat 21 :
Sayid Quthub menjelaskan beberapa makna yang terdapat
dalam ayat tersebut. Ia menegaskan bahwa ayat tersebut menunjukkan posisi mulia
manusia, terkandung isyarat adanya kehendak luhur yang hendak menyerahkan kendali kepemimpinan di bum kepada
makhluk manusia. Kepada Manusia pula pelaksanaan kehendak Sang maha
Pencipta diserahkan. Kehendak Allah Swt dalam menggali apa yang ada di bumi
baik yang berupa kekuatan, potensi, kandungan, maupun bahan mentahnya untuk
kepentingan manusia dalam rangka penunaian amanah yang telah diserahkan
kepadanya serta menundukkan semua itu dengan Izin Allah Swt untuk tugas besar
yang serahkan oleh Allah Kepadanya.
Al-Ghazali menegaskan, “Agama adalah poros, dan penguasa adalah
penjaga, dan sesuatu yang tidak ada penjaganya akan hancur. Aktualisasi nilai-nilai islam dapat
terlaksana dengan sempurna apabila kaum muslimin memiliki otoritas dan
kekuasaan untuk mewujudkan kemashlahatan.
Apabila
kamu telah selesai shalat (Jumat) maka
bertebaranlah
di bumi, dan carilah fadhl
(kelebihan/rezeki)
Allah (QS A1-Jumu'ah [62]: 10).
Di bidang ekonomi di kenal istilah teori kapitalisme dan teori sosialisme, dua teori yang saling bertentangan. Teori kapitalis sebuah sistem penganutnya memiliki faham individualisme yang tinggi, dengan meyakini pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar besarnya, dimana pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama. Sebaliknya sistem ekonomi sosialisme, masyarakat dianggap sebagai satu satunya kenyataan sosial,sedang individu fiksi belaka, tidak ada pengakuan atas hak hak pribadi (individu). Peran Pemerintah sangat kuat, alat alat produksi dan kebijaksanaan ekonomi di atur oleh negara, warga masyarakat cendrung dianggap mesin/alat produksi.
Dua teori ekonomi tersebut kering dari nilai nilai Islam. Dalam ajaran Islam aktivitas ekonomi sebagai bagian dari ibadah ghairu mahdlah atau muamalah,aktivitas ekonomi adalah bagian dari cara manusia mendekatkan diri kepada Allah. Dalam kegiatan ekonomi perlu di aktualisasikan nilai nilai yang di ajarkan Al Quran dan Sunnah. Kekayaan uang dan harta adalah sesuatu yang baik untuk mendukung kehidupannya, tetapi perolehan dan penggunaannya haruslah dengan baik pula, tanpa memperhatikan itu manusia akan mengalami kesengsaraan dalam hidupnya. Pesan utama Al Quran dalam mu’malah keuangan atau aktivitas ekonomi “Wahai orang yang beriman, janganlah kamu memakan atau melakukan interaksi keuangan diantara kamu secara batil.....(QS Al-Baqarah,ayat 188).
Di bidang ekonomi di kenal istilah teori kapitalisme dan teori sosialisme, dua teori yang saling bertentangan. Teori kapitalis sebuah sistem penganutnya memiliki faham individualisme yang tinggi, dengan meyakini pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar besarnya, dimana pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama. Sebaliknya sistem ekonomi sosialisme, masyarakat dianggap sebagai satu satunya kenyataan sosial,sedang individu fiksi belaka, tidak ada pengakuan atas hak hak pribadi (individu). Peran Pemerintah sangat kuat, alat alat produksi dan kebijaksanaan ekonomi di atur oleh negara, warga masyarakat cendrung dianggap mesin/alat produksi.
Dua teori ekonomi tersebut kering dari nilai nilai Islam. Dalam ajaran Islam aktivitas ekonomi sebagai bagian dari ibadah ghairu mahdlah atau muamalah,aktivitas ekonomi adalah bagian dari cara manusia mendekatkan diri kepada Allah. Dalam kegiatan ekonomi perlu di aktualisasikan nilai nilai yang di ajarkan Al Quran dan Sunnah. Kekayaan uang dan harta adalah sesuatu yang baik untuk mendukung kehidupannya, tetapi perolehan dan penggunaannya haruslah dengan baik pula, tanpa memperhatikan itu manusia akan mengalami kesengsaraan dalam hidupnya. Pesan utama Al Quran dalam mu’malah keuangan atau aktivitas ekonomi “Wahai orang yang beriman, janganlah kamu memakan atau melakukan interaksi keuangan diantara kamu secara batil.....(QS Al-Baqarah,ayat 188).
Perilaku
ekonomi dalam pandangan Al Quran,dengan mengatualisasikan nilai-nilai
Ihsan,seorang muslim akan meyakini bahwa harta benda yang dimilikinya, bukanlah
hak mutlak pribadi, tetapi merupakan titipan Allah yang sewaktu akan di tarik
Nya kembali, dan harus di belanjakan di
jalan Allah. Didalam harta pribadi seseorang ada hak orang lain, yaitu anak
yatim dan fakir miskin, seseorang yang mempunyai kemampuan ekonomi, tapi tidak
mempedulikan anak yatim dan fakir miskin, adalah Pendusta Agama (QS.Al Maun).
Kemudian nilai kebersamaan dan persaudaraan, kepedulian terhadap sesama. Dalam
sebuah hadis dikatakan, tidak benar Iman seseorang, apabila dia tidur
kekenyangan sementara tetangganya kelaparan. Nilai keadilan juga harus menjiwai
aktivitas ekonomi seseorang, sekali gus juga menghormati hak-hak orang lain.
Disisi lain, keberhasilan para pengusaha bukan hanya disebabkan oleh usahanya sendiri, tetapi terdapat partisipasi orang lain atau masyarakat. Para pengusaha membutuhkan pembeli agar hasil produksinya atau barang dagangannya terjual. Petani membutuhkan irigasi demi kesuburan tanamannya, para pengusaha membutuhkan keamanan untuk kelancaran roda perdagangannya, pedagang membutuhkan pembeli. Apapun aktivitas ekonomi tidak bisa dilakukan oleh individu sendiri, dibutuhkan orang lain secara bersama sama melancarkan kegiatan ekonomi. Maka wajar Allah memerintahkan kita untuk menyisihkan sebahagian dari harta benda yang dalam gegamanya (miliknya), untuk kepentingan masyarakat umum. Dari sini agama menetapkan keharusan adanya fungsi sosial dari harta kekayaan. Atas dasar itu pula Al Quran menolak dengan tegas yang menjadikan kekayaan hanya berkisar pada orang orang atau kelompok tertentu. Hal ini ditegaskan pada QS.Al-Hasyr, ayat 7” .....Supaya harta itu tidak hanya beredar pada orang orang kaya saja di antara kamu....”.(jambiupdate.com)
Disisi lain, keberhasilan para pengusaha bukan hanya disebabkan oleh usahanya sendiri, tetapi terdapat partisipasi orang lain atau masyarakat. Para pengusaha membutuhkan pembeli agar hasil produksinya atau barang dagangannya terjual. Petani membutuhkan irigasi demi kesuburan tanamannya, para pengusaha membutuhkan keamanan untuk kelancaran roda perdagangannya, pedagang membutuhkan pembeli. Apapun aktivitas ekonomi tidak bisa dilakukan oleh individu sendiri, dibutuhkan orang lain secara bersama sama melancarkan kegiatan ekonomi. Maka wajar Allah memerintahkan kita untuk menyisihkan sebahagian dari harta benda yang dalam gegamanya (miliknya), untuk kepentingan masyarakat umum. Dari sini agama menetapkan keharusan adanya fungsi sosial dari harta kekayaan. Atas dasar itu pula Al Quran menolak dengan tegas yang menjadikan kekayaan hanya berkisar pada orang orang atau kelompok tertentu. Hal ini ditegaskan pada QS.Al-Hasyr, ayat 7” .....Supaya harta itu tidak hanya beredar pada orang orang kaya saja di antara kamu....”.(jambiupdate.com)
Pandangan Al-Quran
terhadap uang atau
harta seperti yang
dikemukakan sekilas ini,
bertitik tolak dari
pandangannya
terhadap naluri
manusia. Seperti diketahui,
Al-Quran
memperkenalkan agama Islam antara
lain sebagai agama
fitrah
dalam
arti ajaran-ajarannya sejalan
dengan jati diri manusia
serta naluri positifnya. Dalam bidang
harta atau keuangan,
Kitab Suci umat Islam secara tegas
menyatakan:
Telah
menjadi naluri manusia kecintaan kepada lawan
seksnya,
anak-anak, serta harta yang banyak berupa
emas,
perak, kuda piaraan, binatang ternak, sawah, dan
ladang
(QS Ali 'Imran [3]: l4).
"Harta yang
banyak" oleh Al-Quran
disebut "khair" (QS
Al-Baqarah [2): 180), yang arti harfiahnya adalah
"kebaikan".
Ini bukan saja berarti bahwa harta
kekayaan adalah sesuatu
yang
dinilai baik, tetapi juga
untuk mengisyaratkan bahwa
perolehan
dan penggunaannya harus pula
dengan baik.
Tanpa
memperhatikan hal-hal
tersebut, manusia akan
mengalami
kesengsaraan dalam hidupnya.
“Dan Allah
menghalalkan jual beli.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 275).
Jakarta 8/1/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar