“Dan seperti itulah, telah Kami
adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah
Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” (QS Al Furqon: 31)
“Bahwa
ada seorang wanita Yahudi yang sering mencela dan menjelek-jelekkan Nabi SAW
(oleh karena perbuatannya itu), maka
perempuan itu telah dicekik sampai mati oleh seorang laki-laki. Ternyata
Rasulullah saw. menghalalkan darahnya”.
(HR Abu Dawud)
Muqaddimah
Akhir-akhir ini banyak upaya dari musuh-musuh Alloh
ta’ala menghina Rosululloh Shallahu alaihi wa sallam padahal beliau sudah
wafat. Hal ini tidaklah aneh karena pada hakekatnya sebenarnya mereka ingin
memadamkan cahaya islam di antaranya dengan mencaci rosul pembawa ajaran ini,
mulai dari mendustai kebenaran risalahnya, mencela, menuduhnya gila, tukang
sihir bahkan akhir-akhir ini menggambarnya dengan gambar kartun dan di buat
cerita-cerita komik.
Allah ta’ala berfirman,
“Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah
dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya
meskipun orang-orang kafir benci.” (QS. Ash Shaf 8)
Penghinaan terhadap Nabi saw. seakan-akan datang silih
berganti. Belum juga usai berita mengenai film nonprofit “Innocence of Muslim”
karya seorang yahudi Becille, salah satu koran di Prancis juga tidak mau kalah
dengan menampilkan beberapa karikatur Nabi Muhammad yang menampilkan pelecehan
yang luar biasa. Ini bukan yang pertama kalinya. Beberapa waktu lalu Geert Wilders
dari Belanda membuat film yang menyatakan bahwa Islam adalah ideologi setan dan
biang teroris. Karikatur Nabi Muhammad pun juga pernah dimuat di salah satu
koran di Denmark. Belum lagi bertebarannya penghinaan Nabi Muhammad dan Islam
secara umum di channel, forum, dan situs di dunia maya melalui gambar, film,
ataupun literatur. Ironisnya, secara dzohir hanya terlihat sebagian saja
diantara 1,5 Milyar kaum muslim yang menyuarakan dan mempermasalahkan
penghinaan dan pelecehan ini. Sisanya? Mereka terlalu sibuk di dunia kuliah,
kerja, ataupun bersenang-senang.
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Tragedi majalah Charlie
Hebdo di Paris, Prancis, Rabu, 14 Januari 2015, tampaknya tidak
berhenti dengan terbunuhnya 12 orang karyawan media massa itu. Gelombang protes
dan unjuk rasa terus berlanjut sampai hari ini di berbagai belahan dunia.
Inilah yang dapat kita baca dan kita
saksikan dari berbagai media massa. Namun demikian, belakangan terungkap bahwa
tragedi itu tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan reaksi atas perbuatan yang
dilakukan oleh media Charlie Hebdo
itu.
Seperti banyak diberitakan bahwa majalah Charlie Hebdo berkali-kali memuat karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad Saw. Apa sebenarnya status hukum dan hukuman atas orang yang melecehkan Nabi Muhammad SAW?
Seperti banyak diberitakan bahwa majalah Charlie Hebdo berkali-kali memuat karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad Saw. Apa sebenarnya status hukum dan hukuman atas orang yang melecehkan Nabi Muhammad SAW?
أن يهودية كانت تشتم النبي صلى الله عليه و سلم وتقع فيه فخنقها رجل حتى ماتت فأبطل رسول الله صلى الله عليه و سلم دمها (رواه أبو داود)
.
“Bahwa ada seorang wanita Yahudi yang sering mencela dan menjelek-jelekkan Nabi SAW (oleh karena perbuatannya itu), maka perempuan itu telah dicekik sampai mati oleh seorang laki-laki. Ternyata Rasulullah saw. menghalalkan darahnya”. (HR Abu Dawud)
“Bahwa ada seorang wanita Yahudi yang sering mencela dan menjelek-jelekkan Nabi SAW (oleh karena perbuatannya itu), maka perempuan itu telah dicekik sampai mati oleh seorang laki-laki. Ternyata Rasulullah saw. menghalalkan darahnya”. (HR Abu Dawud)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memberi komentar bahwa sanad hadis
ini baik (jayyid), dan ia termasuk sejumlah hadis yang dijadikan hujjah
oleh Imam Ahmad (Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatimi Ar Rasul,3/59). Hadis
ini juga memiliki syahid, yakni hadis riwayat Ibnu Abbas, yang
menyatakan bahwa ada seorang laki-laki buta yang istrinya senantiasa mencela
dan menjelek-jelekkan Nabi SAW. Lelaki itu berusaha melarang dan memperingatkan
agar istrinya itu tidak melakukannya.
Pendapat Ulama Bagi
Penghina Nabi Muhammad saw ?
Adapun ulama-ulama yang menukil ijma’ akan kafirnya
pelaku penghinaan terhadap Rosululloh Shallahu alaihi wa sallam di
antaranya:
- Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata dalam kitab Al Muhala bil Atsar, “Telah benar adanya apa yang telah kami sebutkan bahwa setiap yang menghina Alloh ta’ala ataupun mengolok-oloknya, ataupun menghina dan mengolok-olok salah satu dari malaikat-malaikat-Nya ataupun menghina dan mengolok-olok salah satu nabi dari para nabi atau juga menghina ayat dari ayat-ayat Alloh maka hal itu menjadikan pelakunya kafir murtad (keluar dari islam) dan baginya hukuman sebagai murtad.“
- Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah berijma’ bahwa siapa saja yang menghina Alloh taupun rasul-Nya atau menolak dari sesautu dari apa yang Alloh turunkan ataupun membunuh seorang nabi maka ia menjadi kafir dengan perbuatan tersebut sekalipun ia mengakui seluruh apa yang Alloh turunkan.“
- Imam Muhammad bin Sihnun rahimahullah berkata, “Para ulama telah berijma’ bahwa orang yang mencaci nabi ataupun mencacatinya maka ia kafir dan ancaman baginya adalah adzab Alloh dan hukumnya di kalangan ummat ini adalah dibunuh dan barangsiapa yang ragu akan kekafirannya maka iapun kafir.“
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan pendapat yang benar dalam masalah ini bahwa orang yang menghina sekalipun ia seorang muslim maka ia kafir dan dibunuh tanpa adalanya perbedaan pendapat dan inilah pendapat imam yang empat (Hanafi, Malik, Syafi’i dan Ahmad. Pent) serta yang lainnya.
5.Ulama besar Indonesia Syekh Muhammad Hasyim Asy’ari (wafat
1366 H/1947 M) dalam kitabnya al-Tanbihat al-Wajibat menukil dari imam al-Qadhi
‘Iyadh dalam kitabnya, al-Syifa, tentang kesepakatan umat Islam bahwa orang
yang melecehkan Nabi Muhammad SAW hukumnya haram dan orang yang melakukannya wajib dihukum mati. Hukum dan hukuman
ini diambil dari ayat-ayat Alquran maupun ijma’ para sahabat Nabi.
Di dalam
Alquran terdapat ayat yang mengatakan, “Adapun orang-orang yang menyakiti Rasul
Allah mereka akan mendapatkan azab yang memedihkan.” (QS at-Taubah [9]: 61).
Ayat ini menunjukkan bahwa menyakiti Rasulullah SAW merupakan dosa besar dan
diancam dengan azab yang sangat memedihkan.
6.Selain itu, dari ijma’ para sahabat, ada sebuah kisah ketika sahabat Abu Barzah al-Aslami mengatakan, “Suatu hari saya duduk di sisi khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra. Kemudian, beliau memarahi seseorang. Orang tadi lalu membantah keras terhadap Abu Bakar as-Shiddiq.
6.Selain itu, dari ijma’ para sahabat, ada sebuah kisah ketika sahabat Abu Barzah al-Aslami mengatakan, “Suatu hari saya duduk di sisi khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra. Kemudian, beliau memarahi seseorang. Orang tadi lalu membantah keras terhadap Abu Bakar as-Shiddiq.
Maka
kemudian, saya berkata kepada khalifah Abu Bakar, ‘Wahai pengganti Rasulullah,
biarlah aku bunuh orang itu.’ Abu bakar kemudian berkata, ‘Jangan! Tetaplah
kamu duduk! Karena membunuh orang yang melakukan perbuatan seperti itu tidak
boleh, kecuali atas orang yang melecehkan Rasulullah SAW.”
Menurut al-Qadhi Abu Muhammad bin Nashar, tidak ada seorang pun sahabat Nabi yang membantah pendapat khalifah Abu Bakar ini. Maka, hal itu menjadi sebuah ijma’ (konsensus para sahabat) yang dipakai sebagai dalil oleh para imam untuk menghukum mati orang yang menyakiti hati Nabi Muhammad SAW dengan segala macam cara.
Al-Qadhi ‘Iyadh juga menuturkan bahwa di samping berdasarkan ijma’, hukuman atas orang yang menghina Nabi Muhammad SAW juga berdasarkan qiyas. Karena perbuatan menyakiti hati Rasulullah SAW atau mengurangi derajatnya menunjukkan bahwa pelakunya merupakan orang yang sakit hatinya dan sekaligus termasuk bukti keburukan niat dan kekafirannya.
Itulah hukum dan hukuman atas orang yang melecehkan Nabi Muhammad SAW, baik melalui cacian, tulisan, maupun karikatur. Namun demikian, umat Islam tidak dibenarkan untuk main hakim sendiri. Dalam menjalankan amar makruf nahi mungkar, para ulama baik klasik maupun kontemporer, seperti imam al-Ghazali (wafat 505 H) dalam kitabnya Ihya’ Ulum al-Din, Imam Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) dalam kumpulan fatwanya, dan Prof Abdul Karim Zaidan dalam kitabnya Ushul al-Da’wah, bersepakat bahwa dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar hal-hal yang berkaitan dengan sangsi dan hukuman menjadi wewenang pemerintah. Oleh karenanya, tindakan main hakim sendiri tidak dapat dibenarkan menurut ajaran Islam.
Pelecehan terhadap seorang Nabi atau terhadap suatu agama haruslah diselesaikan melalui jalur hukum di negara tempat peristiwa itu terjadi. Maka, kasus Charlie Hebdo harus diselesaikan melalui proses hukum di negara Prancis. Demikian pula, pelecehan-pelecehan di setiap tempat di dunia ini, termasuk di Indonesia, harus diselesaikan melalui hukum yang berlaku di negara setempat. Pelecehan terhadap suatu agama yang tidak dijerat dengan hukum, justru akan menjadi sebab munculnya radikalisme baru.
Menurut al-Qadhi Abu Muhammad bin Nashar, tidak ada seorang pun sahabat Nabi yang membantah pendapat khalifah Abu Bakar ini. Maka, hal itu menjadi sebuah ijma’ (konsensus para sahabat) yang dipakai sebagai dalil oleh para imam untuk menghukum mati orang yang menyakiti hati Nabi Muhammad SAW dengan segala macam cara.
Al-Qadhi ‘Iyadh juga menuturkan bahwa di samping berdasarkan ijma’, hukuman atas orang yang menghina Nabi Muhammad SAW juga berdasarkan qiyas. Karena perbuatan menyakiti hati Rasulullah SAW atau mengurangi derajatnya menunjukkan bahwa pelakunya merupakan orang yang sakit hatinya dan sekaligus termasuk bukti keburukan niat dan kekafirannya.
Itulah hukum dan hukuman atas orang yang melecehkan Nabi Muhammad SAW, baik melalui cacian, tulisan, maupun karikatur. Namun demikian, umat Islam tidak dibenarkan untuk main hakim sendiri. Dalam menjalankan amar makruf nahi mungkar, para ulama baik klasik maupun kontemporer, seperti imam al-Ghazali (wafat 505 H) dalam kitabnya Ihya’ Ulum al-Din, Imam Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) dalam kumpulan fatwanya, dan Prof Abdul Karim Zaidan dalam kitabnya Ushul al-Da’wah, bersepakat bahwa dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar hal-hal yang berkaitan dengan sangsi dan hukuman menjadi wewenang pemerintah. Oleh karenanya, tindakan main hakim sendiri tidak dapat dibenarkan menurut ajaran Islam.
Pelecehan terhadap seorang Nabi atau terhadap suatu agama haruslah diselesaikan melalui jalur hukum di negara tempat peristiwa itu terjadi. Maka, kasus Charlie Hebdo harus diselesaikan melalui proses hukum di negara Prancis. Demikian pula, pelecehan-pelecehan di setiap tempat di dunia ini, termasuk di Indonesia, harus diselesaikan melalui hukum yang berlaku di negara setempat. Pelecehan terhadap suatu agama yang tidak dijerat dengan hukum, justru akan menjadi sebab munculnya radikalisme baru.
Ikhtitam
Maka
kemudian, saya berkata kepada khalifah Abu Bakar, ‘Wahai pengganti Rasulullah,
biarlah aku bunuh orang itu.’ Abu bakar kemudian berkata, ‘Jangan! Tetaplah
kamu duduk! Karena membunuh orang yang melakukan perbuatan seperti itu tidak
boleh, kecuali atas orang yang melecehkan Rasulullah SAW.”
Menurut al-Qadhi Abu Muhammad bin Nashar, tidak ada seorang pun sahabat Nabi yang membantah pendapat khalifah Abu Bakar ini. Maka, hal itu menjadi sebuah ijma’ (konsensus para sahabat) yang dipakai sebagai dalil oleh para imam untuk menghukum mati orang yang menyakiti hati Nabi Muhammad SAW dengan segala macam cara. Wallahul muwaffiq.
Menurut al-Qadhi Abu Muhammad bin Nashar, tidak ada seorang pun sahabat Nabi yang membantah pendapat khalifah Abu Bakar ini. Maka, hal itu menjadi sebuah ijma’ (konsensus para sahabat) yang dipakai sebagai dalil oleh para imam untuk menghukum mati orang yang menyakiti hati Nabi Muhammad SAW dengan segala macam cara. Wallahul muwaffiq.
Sumber:1.Al-Qur’an
Hadits 2.https://elsunnah.wordpress.com
3.REPUBLIKA.CO.ID 4.http://hizbut-tahrir.or.id
Jakarta 23/1/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar