Selasa, 01 Desember 2015

TASAWUF AL-JUNAYD




MENITI TASAWUF IMAM AL-JUNAYD ?


Muqaddimah
Abu AI-Qasim Al-Junayd bin Muhammad Al-Junayd AI-Khazzaz Al-Qawariri, lahir sekitar tahun 210 H di Baghdad, Iraq, la berasal dari keluarga Nihawand, keluarga pedagang di Persia, yang kemudian pindah ke Iraq. Ayahnya, Muhammad ibn Al-Junayd. Ia adalah murid dari Sirri al-Saqati dan Haris al-Muhasibi.[1]
Al-Junayd pertama kali memperoleh didikan agama dari pamannya (saudara ibunya), yang bernama Sari Al-Saqati, seorang pedagang rempah-rempah yang sehari-harinya berkeliling menjajakan dagangannya di kota Baghdad. Pamannya ini dikenal juga sebagai seorang sufi yang tawadhu dan luas ilmunya. Berkat kesungguhan dan kecerdasan Al-Junayd, seluruh pelajaran agama yang diberikan pamannya mampu diserapnya dengan baik. Dan ia meninggal tahun 297 H / 298 M.[2] dan dianggap sebagai perintis dari tasawuf yang bercorak ortodoks.
Makna Tasawuf ?
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah engkau lupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah engkau berbuat kerusakan di bumk Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(Surah AI-Qashash : 77)
Akan tetapi Al-Junayd al-Baghdadi, lebih memperinci lagi. Ia  membagi definisi tasawuf ke dalam empat  bagian,  yaitu:[5]
  1. Tasawuf adalah Mengenal Allah, sehingga hubungan antara kita dengan-Nya tiada perantara.
  2. Tasawuf adalah Melakukan semua akhlak yang baik menurut sunah rasul dan meninggalkan akhlak yang buruk.
  3. Tasawuf adalah  Melepaskan hawa nafsu menurut kehendak Allah.
  4. Tasawuf adalah Merasa tiada memiliki apapun, juga tidak di miliki oleh sesiapa pun kecuali Allah SWT.
Konsep Zuhud ?
Pemahaman seperti itu jelas kurang tepat. Sebab banyak sufi tidak mengartikan zuhud seperti itu. Menurut Al-Junayd al-Baghdadi (210-298 H), misalnya, justru sangat tidak menyukai sikap zuhud demikian. Menurut dia, zuhud model itu hanya akan membawa orang, termasuk sufi, pada kondisi yang tidak menggembirakan. Padahal konsep Zuhud adalah dimana kita tetap memiliki harta, namun tidak terlalu mencintainya. Hal ini seperti yang dikatakan Husyain Assabuni bahwa tidak ada zuhud itu meninggalkan harta, akan tetapi bagaimana menggantinya dengan jalan rasa takut didalam hati dan tidak thama’.[9]
Kata Al-Junyad, “Seorang sufi tidak seharusnya hanya berdiam diri di masjid dan berzikir saja tanpa bekerja untuk nafkahnya. Sehingga untuk menunjang kehidupannya orang tersebut menggantungkan diri hanya pada pemberian orang lain. Sifat-sifat seperti itu sangatlah tercela. Karena sekali pun ia sufi, ia harus tetap bekerja keras untuk menopang kehidupannya sehari-hari. Dimana jika sudah mendapat nafkah, diharapkan mau membelanjakannya di jalan Allah  SWT.”[10]
Selain itu, meski Al-Junayd seorang sufi, ia tidak melulu membicarakan soal tasawuf saja, tetapi juga berbagai masalah lain yang berhubungan dengan kemaslahatan umat Islam. Inilah juga yang membuat Al-Junayd agak  berbeda dengan para sufi pada umumnya.
Misalnya. Al-Junayd sangat peduli terhadap berbagai penyakit yang timbul di masyarakat. Menurut dia, di dalam masyarakat lebih banyak ditemukan orang yang sakit jiwa ketimbang mereka yang sakit jasmani. Itu lantaran jiwa lebih sensitif dan lebih rapuh ketimbang fisik, sehingga jiwa lebih mudah menderita. Lebih lanjut, penyakit jiwa ini lebih merusak jika dibandingkan dengan penyakit fisik. Sebab penyakit tersebut lebih mudah menggerogoti jiwa dan moral manusia. Sedangkan jika jiwa seorang sudah rusak, maka dengan mudah ia akan terseret pada berbagai perbuatan yang menyalahi ajaran agama, yang lebih jauh akan menggiringnya masuk ke dalam neraka.[11]
Ittihad dan Hulul ?
Berbicara Ittihad yang dikembangkan oleh al-Busthami dan Hulul yang dipopulerkan oleh al-Hallaj atau konsep cinta dan menyatu dengan Allah sangatlah menarik dalam taswwuf. Sehingga, Radikalisme dan liberalisme tasawuf dapat kita amati dalam fenomena ittihad dan hulul tersebut, yang keduanya memiliki kesamaan dalam menafikan realitas konkret manusia.
Keliaran pemikiran semacam itu dalam pandangan Junayd al-Baghdadi, tidaklah benar. Baginya, dunia tasawuf harus tetap berpijak pada realitas konkret manusia. Pencapaian tertinggi dalam dunia tasawuf hanyalah sampai level mahabbah dan ma’rifah. Dengan demikian eksistensi konkret hamba (ubudiah) tetap terpisah dari eksistensi tuhan (uluhiah). Menurut Al Junaid, syariat tetaplah penting dalam menuju mahabbah dan ma’rifah.[12]
Ketika Al-Junayd al-Baghdadi ditanya mengenai al-Haaq yang dilontarkan pada diri al-Hallaj. Ia tidak mengartikan hal itu langsung kepada arti Allah SWT, Tetapi ia mengartikan al-Haqq itu merupakan lawan dari al-Bathil. Al-Hallaj dibunuh dijalan yang benar.[13] Artinya, kata al-Haqq yang dikatakan oleh al-Hallaj tersebut menandakan bahwa ia adalah sesuatu yang benar bukanlah Allah SWT. Terlepas dari itu, dapat kita lacak apakah pernyataan al-Hallaj itu ada latar belakang dari apa yang dikatakan. Karna pada saat itu terdapat suatu kekuasan yang besar yang mungkin kebijakannya lepas dari ajaran agama, yang mendorong dirinya berkata demikian.
Al-Junayd al-Baghdadi bahkan berkata, bahwa yang mengetahui Allah hanyalah  Allah sendiri. Demikian pula dengan orang yang dicintai Allah (Nabi Muhammad) yang telah dibukakan tabir 70.000 tabir hijab, hanya tinggal satu hijab antara ia dengan-Nya.[14] Hal itu dapat kita pahami dalam perjalanan Rasulullah saat kejadian Mi’raj. Begitu halnya dengan Nabi-Nabi lain disaat ia berhadapan dengan Allah, beliau tidak mampu melihat secara langsung. Apalagi manusia biasa yang derajatnya jauh dari Derajat kenabian itu sendiri.
Bahakan Al-Junayd al-Baghdadi memperlihatkan sikap cukup keras terhadap orang yang mengabaikan syari’at. Ketika diceritakan kepadnya tentang orang yang telah mencapai ma’rifat, kemudian ia dibebaskan oleh Allah dari amal ibadah. Ia justru berkata bahwa orang tersebut sebenarnya berada dalam lumuran dosa dan mereka lebih berbahya dari pada pencuri serta pembuat keonaran.[15]
Tauhid ?
Sedangkan tauhid dalam Perspektif sufistik, Junaid al-Baghdadi menyatakan bahwa:

"Tauhid Adalah HAL Yang Berhubungan DENGAN penyucian Allah Dari Sifat-Sifat Yang Baharu.
Bahkan besarbesaran JUGA menafikan Dari HAL-HAL Yang DAPAT meleburnya Sesuatu yang lain ditunjukan kepada Allah. Maka tauhid * Menurut Junaid al Baghdadi-Adalah kitd mengetahui Dan meng-ikrarkan bahwa Allah ITU sejak zaman azali Sendiri, TIDAK ADA doa Beserta-Nya, Dan TIDAK ADA Sesuatu Perbuatan Yang sama DENGAN Perbuatan-Nya, Dan TIDAK ADA Yang menyerupai-Nya. Tauhid Adalah jalan untuk review Mengenal Allah (ma'rifatullah). Hal inisial didasari Diposkan Keyakinan Dan pembenaran iman, Bukan DENGAN keraguan. Pandangan inisial menunjukkan penolakan Junaid Terhadap KONSEP al-ittihad ATAU al-hulul Dan JUGA wahdat al-wujud. Ibarat Yang demikian menunjukkan bahwa besarbesaran Adalah Seorang sufi muslim Dan mukmin Yang dikenal DENGAN PAHAM wahdat asy-syuhud.
Fana ' ?
Pengertian tauhid SECARA khawas ATAU sufistik * Menurut Junaid al Baghdadi-DAPAT dicapai manakala menyanyikan sufi MEMBUAT Dirinya fana 'Terhadap Dirinya Dan Makhluk Sekitarnya, with sirnanya Perasaan Dan gerakannya, Akibat APA Yang dia kehendaki dikendalikan Yang Maha Benar. Dalam HAL Suami Junaid al-Baghdadi menyatakan bahwa tasawuf Berarti bahwa "Allah akan menyebabkan Engkau mati Dari dirimu Sendiri Dan Hidup di dalam-Nya." Peniadaan Diri Suami Diposkan Junaid disebut fana '.
Ma'rifat ?
Para kaum sufi BERBEDA Pendapat TENTANG ma'rifat ITU Sendiri. Masing-masing mereka mengemukakan pendapatnya. Mengenai pengertian ma'rifat Suami, Junaid al-Baghdadi Berkata:
"Ma'rifat Adalah adanya kebodohan PADA dirimu dikala berkembangnya ilmu kamu." Lalu ADA Seseorang meminta kepadanya, "Ceritakanlah Kepada Kami DENGAN LEBIH Banyak Lagi." "Suatu ketika Dia SEBAGAI subyek (Yang Mengetahui), dan DI ketika yang lain Dia SEBAGAI obyek (Yang diketahui), "kata Junaid. Artinya, Sesungguhnya kamu TIDAK mengetahui-Nya KARENA dirimu, tetapi Sesungguhnya kamu mengetahui-Nya Karena Dia.
Syathahat Sufi ?
Junaid al-Baghdadi SEBAGAI imam kaum sufi, ketika ditanya TENTANG syathahat sufi, besarbesaran menjelaskan: "Syathahat ITU Adalah keadaan Seorang sufi hearts Kondisi Yang TIDAK sadarkan Diri. Dan cenderung LEBIH diam Banyak, Tetap PADA posisinya daripada berbicara Dan Bergerak. "Dalam HAL Suami, Seorang sufi sedang mengalami Suatu Tingkatan Yang membatasi Dirinya DENGAN penciptanya. Dan kepribadiannya lebur KE hearts zat Ilahi, kemudian Naik KE alam cahaya, di mana di hadapannya HAL-HAL Yang ghaib terungkap.
Ikhtitam
1Adapun ciri tasawuf  Al-Junayd al-Baghdadi yaitu adanya keterkaitan antara syari’at dan hakekat yang dilandasi dengan ajaran-ajaran dari al-Qur’an dan Hadis.
2.Aplikasi zuhud, menurut Al-Junayd al-Baghdadi, bukanlah meninggalkan kehidupan dunia sama sekali, melainkan tidak terlalu mementingkan kehidupan duniawi belaka.
3.Konsep Ittihad dan Hulul yang menampakkan bahwa sufi seakan derajatnya sama dengan Allah menurut Junayd al-Baghdadi tidaklah benar. Baginya, dunia tasawuf harus tetap berpijak pada realitas konkret manusia. Pencapaian tertinggi dalam dunia tasawuf hanyalah sampai level mahabbah dan ma’rifah. Dengan demikian eksistensi konkret hamba (ubudiah) tetap terpisah dari eksistensi tuhan (uluhiah).
Footnote
[9] Sayyid Muhammad bin Muhammad Husaain Assabuni, Ittihafussadatil Muttaqin: bisyarahi ihya’ ulumuddin. Juz II, (Bairut: Darul Kutubul Ilmiyah, 1409), 634.
[11] AI-Qushairy, AI-Risalah ai-Qushairiyah,(Kairo: Dar al-Kutub al-’Arabiyah al-Kubra, 1912),10.
[13] Syekh Mudzaffer Ozak al-Jerrahi. Dekap aku dalam kasih sayangmu: Jalan Cinta pendamba Ridha Allah. Penerjemah serambi, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semista, 2006 ), 73.
[14] Syekh Tosun Bayrok al-Jarrahi, Asmaul husna, makna dan khasiat. Penerjemah, Nuruddin Hidayat, (Jakarata: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007 ), 21.
[15] Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa: pemikiran dan gerakan Islam KH. Ahmad Rifa’i kalisasak, (Yogyakarta: LkiS, 2001), 119.
Sumber:1.http://kajian-filsafat-dan-tasauf-abusahrin.blogspot.co.id
2.https://ahmadfawaid99.wordpress.com
Jakarta 1/12/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman