HIDUP MULIA ATAU SYAHID ?
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal“.
(QS al Hujurat [49]:13 )
Tiada
masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari
kesombongan. kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim)
Muqaddimah
Amat sangat pantas kita diperintah
untuk bersyukur kepada Allah, yang telah mengutus Muhammad SAW dengan konsep
ajaran yang tegas, yakni Al‑Qur’an dan As-Sunnah, sehingga dengan kedua warisan
ini mampu mengangkat derajat manusia menjadi bermartabat, menjadi penjaga dan
pelindung alam, sehingga menempatkan manusia pada derajat yang paling mulia di
antara makhluk-makhluk yang ada.
Setiap Rasul memang membawa rahmat bagi ummat manusia. Dalam
sejarah yang disampaikan para Rasul utusan Allah, sejak dari sebelum Muhammad
SAW diutus, ternyata para utusan tuhan itu berdakwah hanya terbatas kepada
lingkungan kaumnya semasa, dan dalam ruang waktu yang terbatas pula, hingga
datang rasul pengganti.
Berbeda dengan Nabi Muhammad SAW yang kehadirannya membawa
rahmat bagi seluruh ummat manusia, tidak hanya di zaman dia diutus, semasa
hidupnya semata, tetapi telah 15 abad berlalu hingga sekarang, dan akan berlaku
selalu sepanjang masa, berabad‑abad mendatang, hingga datangnya kiamat,
ajarannya dapat dimengerti, dimanfaatkan, bahkan ruang lingkupnya tidak hanya
terbatas di tengah lingkungan tanah kelahirannya, akan tetapi melingkupi
seluruh sudut bumi, dan lagi universal.
Berbeda dengan Nabi Muhammad SAW yang kehadirannya membawa
rahmat bagi seluruh ummat manusia, tidak hanya di zaman dia diutus, semasa
hidupnya semata, tetapi telah 15 abad berlalu hingga sekarang, dan akan berlaku
selalu sepanjang masa, berabad‑abad mendatang, hingga datangnya kiamat,
ajarannya dapat dimengerti, dimanfaatkan, bahkan ruang lingkupnya tidak hanya
terbatas di tengah lingkungan tanah kelahirannya, akan tetapi melingkupi
seluruh sudut bumi, dan lagi universal.
Makna
Hidup Mulia Dalam Islam ?
Secara
fitrah, setiap manusia pasti mendambakan kehidupan mulia. Bagi setiap Muslim,
setiap harinya mereka selalu berdoa kepada Allah SWT., agar diberikan kehidupan
mulia di dunia, dan begitu pula di akhirat, Robbana atina fi dunya hasanah
wa fil akhiroti hasanah. Hanya saja perlu diperjelas, kehidupan seperti apa
yang dianggap mulia dalam pandangan syariat Islam.
Hidup
mulia dalam Islam hanya bisa tercapai jika fungsi dan esensi manusia diciptakan
oleh Allah SWT bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi dan esensi
tersebut adalah menjadi abdullah (hamba Allah) dan khalifatullah
(khalifah Allah) di muka bumi. Kedua tugas suci tersebut telah disampaikan
secara tegas sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzaariyat (51) : 56)
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi…”. (QS Al Baqarah (2) : 30)
Dua
fungsi dan esensi hidup mulia dalam pandangan Islam tersebut hanya bisa
terealisir dalam kehidupan sehari-hari dalam bingkai syariat Islam yang
menaungi. Bahkan kehidupan mulia di bawah naungan syariat Islam inilah yang
mampu memberikan rahmat tidak hanya kepada orang Muslim, melainkan kepada
seluruh alam, sebagaimana firmanNya :
“Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.” (QS Al Anbiyaa’ (21)
: 107)
Imam
Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan:
Allah
ta’ala mengabarkan bahwa Dia telah menjadikan Muhammad SAW., sebagai rahmat
bagi semesta alam. Yaitu, Dia mengutusnya sebagai rahmat bagi kalian semua.
Barangsiapa yang menerima dan mensyukuri nikmat ini, niscaya dia akan
berbahagia di dunia dan di akhirat. Sedangkan barangsiapa yang menolak dan
menentangnya, niscara dia akan merugi dunia dan akhirat.
Hidup Bermartabat ?
Sekali
lagi, Anda bisa mendalami Al Quran untuk menemukan makna hidup yang sebenarnya.
Berikut adalah beberapa pemahaman inti tentang makna hidup menurut Al Quran.
Pertama:
Hidup Adalah Ibadah
Pada intinya, arti hidup dalam Islam ialah ibadah. Keberadaan kita dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah yang dimaksud tentu saja pengertian ibadah yang benar, bukan berarti hanya shalat, puasa, zakat, dan haji saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek kehidupan kita.
Pada intinya, arti hidup dalam Islam ialah ibadah. Keberadaan kita dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah yang dimaksud tentu saja pengertian ibadah yang benar, bukan berarti hanya shalat, puasa, zakat, dan haji saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek kehidupan kita.
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS Adz Dzaariyaat:56)
Kedua:
Hidup Adalah Ujian
Allah berfirman dalam QS Al Mulk [67] : 2 yang terjemahnya,
Allah berfirman dalam QS Al Mulk [67] : 2 yang terjemahnya,
Ketiga: Hidup
Adalah Sementara
Dalam QS Al
Mu’min [40]:39, Allah berfirman, “Hai kaumku,
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan
sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.“
Dalam QS Al
Anbiyaa [21]:35, “Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kami-lah kamu
dikembalikan.“
Menyelaraskan
hidup dengan makna hidup diatas diantaranya dengan cara:
- Jika hidup itu adalah ibadah, maka pastikan semua aktivitas kita adalah ibadah. Caranya ialah pertama selalu meniatkan aktivitas kita untuk ibadah serta memperbaharuinya setiap saat karena bisa berubah. Kedua, pastikan apa yang kita lakukan sesuai dengan tuntunan (ibadah mahdhah) dan tidak dilarang oleh syariat (ghair mahdhah).
- Jika hidup itu adalah ujian, maka tidak ada cara lain menyelaraskan hidup kita, yaitu menjalani hidup dengan penuh kesabaran.
- Jika kehidupan akhirat itu lebih baik, maka kita harus memprioritaskan kehidupan akhirat. Bukan berarti meninggalkan kehidupan dunia, tetapi menjadikan kehidupan dunia sebagai bekal menuju akhirat.
- Jika hidup ini adalah sementara, maka perlu kesungguhan (ihsan) dalam beramal. Tidak ada lagi santai, mengandai-ngandai, panjangan angan-angan apalagi malas karena kita tidak hidup ini tidak selamanya. Bergeraklah sekarang, bertindaklah sekarang, dan berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Keempat: Kehidupan
di Akhirat Lebih Baik dibanding Kehidupan di Dunia
Dalam QS Ali
‘Imran [3]:14, “ dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).“
QS Adh Dhuha
[93]:4, “dan sesungguhnya hari kemudian
(akhirat) itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).”
Teladan Hidup Para Sahabat ?
Banyak
dalil Al Qur’an maupun hadits yang menjelaskan posisi para Shahabat dalam Islam
yang begitu tinggi dan kewajiban kaum Muslimin untuk mengikuti mereka. Beberapa
ayat menjelaskan masalah tersebut, di antaranya:
“Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah (9) : 100)
“Sesungguhnya
Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia
kepadamu di bawah pohon , maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka
lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan
kemenangan yang dekat (waktunya).”
(QS. Al Fath (48) : 18)
Dalam
hadits Nabi SAW., terdapat banyak kemuliaan dan perintah untuk selalu
berpedoman kepada para Shahabat, di antaranya :
“Sebaik-baik
ummatku adalah generasiku (Shahabat), kemudian generasi sesudahnya (tabi’in),
dan kemudian yang sesudahnya (tabi’ut tabi’in).” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Muliakanlah
para Shahabatku, karena mereka adalah yang terbaik di antara kalian.” (HR. Ahmad, An Nasa’iy dan Al Hakim)
“Kalian
akan senantiasa dalam kebaikan selama di antara kalian masih ada orang yang
pernah melihatku dan bersahabat denganku. Demi Allah, kalian akan senantiasa
dalam kebaikan selama diantara kalian ada orang yang pernah melihatku dan
bersahabat denganku.” (HR. Ibnu Abi
Syaybah, Ibnu Abi’ ‘Ashim, Ath Thabraniy, dan Abu Nu’aym)
Ikhtitam
Syekh
Jabir bin Abdul Qoyyum As Sa’idi Asy Syami dalam bukunya “Al Ishobah Fii
Tholabisy Syahaadah” menjelaskan mengapa mati syahid atau menjadi syuhada
itu begitu memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam.
Diriwayatkan
dari Sahal bin Hanif, ia dari bapaknya, bapaknya dari kakeknya, bahwasanya Nabi
SAW., bersabda:
Barangsiapa
memohon mati syahid kepada Allah dengan tulus, niscaya Allah akan
menyampaikannya ke derajat para syuhada’ meskipun ia mati di atas kasurnya. (HR Muslim, Tirmidzi, Nasai, dan Abu Daud)
Sumber:1.http://www.arrahmah.com
2.http://www.motivasi-islami.com
3.https://buyamasoedabidin.wordpress.com
Sumber:4.https://mutiarazuhud.wordpress.com
Jakarta 16/12/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar