Selasa, 15 Desember 2015

HIDUP BERMARTABAT






HIDUP MULIA ATAU SYAHID ?

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal“. (QS al Hujurat [49]:13 )
Tiada masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan. kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim)

Muqaddimah
Amat sangat pantas kita diperintah untuk bersyukur kepada Allah, yang telah mengutus Muhammad SAW dengan konsep ajaran yang tegas, yakni Al‑Qur’an dan As-Sunnah, sehingga dengan kedua warisan ini mampu mengangkat derajat manusia menjadi bermartabat, menjadi penjaga dan pelindung alam, sehingga menempatkan manusia pada derajat yang paling mulia di antara makhluk-makhluk yang ada.
Setiap Rasul memang membawa rahmat bagi ummat manusia. Dalam sejarah yang disampaikan para Rasul utusan Allah, sejak dari sebelum Muhammad SAW diutus, ternyata para utusan tuhan itu berdakwah hanya terbatas kepada lingkungan kaumnya semasa, dan dalam ruang waktu yang terbatas pula, hingga datang rasul pengganti.
Berbeda dengan Nabi Muhammad SAW yang kehadirannya membawa rahmat bagi seluruh ummat manusia, tidak hanya di zaman dia diutus, semasa hidupnya semata, tetapi telah 15 abad berlalu hingga sekarang, dan akan berlaku selalu sepanjang masa, berabad‑abad mendatang, hingga datangnya kiamat, ajarannya dapat dimengerti, dimanfaatkan, bahkan ruang lingkupnya tidak hanya terba­tas di tengah lingkungan tanah kelahirannya, akan tetapi melingkupi seluruh sudut bumi, dan lagi universal.
Berbeda dengan Nabi Muhammad SAW yang kehadirannya membawa rahmat bagi seluruh ummat manusia, tidak hanya di zaman dia diutus, semasa hidupnya semata, tetapi telah 15 abad berlalu hingga sekarang, dan akan berlaku selalu sepanjang masa, berabad‑abad mendatang, hingga datangnya kiamat, ajarannya dapat dimengerti, dimanfaatkan, bahkan ruang lingkupnya tidak hanya terba­tas di tengah lingkungan tanah kelahirannya, akan tetapi melingkupi seluruh sudut bumi, dan lagi universal.
Makna Hidup Mulia Dalam Islam ?
Secara fitrah, setiap manusia pasti mendambakan kehidupan mulia. Bagi setiap Muslim, setiap harinya mereka selalu berdoa kepada Allah SWT., agar diberikan kehidupan mulia di dunia, dan begitu pula di akhirat, Robbana atina fi dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah. Hanya saja perlu diperjelas, kehidupan seperti apa yang dianggap mulia dalam pandangan syariat Islam.
Hidup mulia dalam Islam hanya bisa tercapai jika fungsi dan esensi manusia diciptakan oleh Allah SWT bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi dan esensi tersebut adalah menjadi abdullah (hamba Allah) dan khalifatullah (khalifah Allah) di muka bumi. Kedua tugas suci tersebut telah disampaikan secara tegas sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzaariyat (51) : 56)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi…”. (QS Al Baqarah (2) : 30)
Dua fungsi dan esensi hidup mulia dalam pandangan Islam tersebut hanya bisa terealisir dalam kehidupan sehari-hari dalam bingkai syariat Islam yang menaungi. Bahkan kehidupan mulia di bawah naungan syariat Islam inilah yang mampu memberikan rahmat tidak hanya kepada orang Muslim, melainkan kepada seluruh alam, sebagaimana firmanNya :
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al Anbiyaa’ (21) : 107)
Imam Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan:
Allah ta’ala mengabarkan bahwa Dia telah menjadikan Muhammad SAW., sebagai rahmat bagi semesta alam. Yaitu, Dia mengutusnya sebagai rahmat bagi kalian semua. Barangsiapa yang menerima dan mensyukuri nikmat ini, niscaya dia akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Sedangkan barangsiapa yang menolak dan menentangnya, niscara dia akan merugi dunia dan akhirat.
Hidup Bermartabat ?
Sekali lagi, Anda bisa mendalami Al Quran untuk menemukan makna hidup yang sebenarnya. Berikut adalah beberapa pemahaman inti tentang makna hidup menurut Al Quran.
Pertama: Hidup Adalah Ibadah
Pada intinya, arti hidup dalam Islam ialah ibadah. Keberadaan kita dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah yang dimaksud tentu saja pengertian ibadah yang benar, bukan berarti hanya shalat, puasa, zakat, dan haji saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek kehidupan kita.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzaariyaat:56)
Kedua: Hidup Adalah Ujian
Allah berfirman dalam QS Al Mulk [67] : 2 yang terjemahnya,
Ketiga: Hidup Adalah Sementara
Dalam QS Al Mu’min [40]:39, Allah berfirman, “Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.“
Dalam QS Al Anbiyaa [21]:35, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.“
Menyelaraskan hidup dengan makna hidup diatas diantaranya dengan cara:
  1. Jika hidup itu adalah ibadah, maka pastikan semua aktivitas kita adalah ibadah. Caranya ialah pertama selalu meniatkan aktivitas kita untuk ibadah serta memperbaharuinya setiap saat karena bisa berubah. Kedua, pastikan apa yang kita lakukan sesuai dengan tuntunan (ibadah mahdhah) dan tidak dilarang oleh syariat (ghair mahdhah).
  2. Jika hidup itu adalah ujian, maka tidak ada cara lain menyelaraskan hidup kita, yaitu menjalani hidup dengan penuh kesabaran.
  3. Jika kehidupan akhirat itu lebih baik, maka kita harus memprioritaskan kehidupan akhirat. Bukan berarti meninggalkan kehidupan dunia, tetapi menjadikan kehidupan dunia sebagai bekal menuju akhirat.
  4. Jika hidup ini adalah sementara, maka perlu kesungguhan (ihsan) dalam beramal. Tidak ada lagi santai, mengandai-ngandai, panjangan angan-angan apalagi malas karena kita tidak hidup ini tidak selamanya. Bergeraklah sekarang, bertindaklah sekarang, dan berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Keempat: Kehidupan di Akhirat Lebih Baik dibanding Kehidupan di Dunia
Dalam QS Ali ‘Imran [3]:14, “ dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).“
QS Adh Dhuha [93]:4, “dan sesungguhnya hari kemudian (akhirat) itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).”
Teladan Hidup Para Sahabat ?
Banyak dalil Al Qur’an maupun hadits yang menjelaskan posisi para Shahabat dalam Islam yang begitu tinggi dan kewajiban kaum Muslimin untuk mengikuti mereka. Beberapa ayat menjelaskan masalah tersebut, di antaranya:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah (9) : 100)
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon , maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al Fath (48) : 18)
Dalam hadits Nabi SAW., terdapat banyak kemuliaan dan perintah untuk selalu berpedoman kepada para Shahabat, di antaranya :
“Sebaik-baik ummatku adalah generasiku (Shahabat), kemudian generasi sesudahnya (tabi’in), dan kemudian yang sesudahnya (tabi’ut tabi’in).” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Muliakanlah para Shahabatku, karena mereka adalah yang terbaik di antara kalian.” (HR. Ahmad, An Nasa’iy dan Al Hakim)
“Kalian akan senantiasa dalam kebaikan selama di antara kalian masih ada orang yang pernah melihatku dan bersahabat denganku. Demi Allah, kalian akan senantiasa dalam kebaikan selama diantara kalian ada orang yang pernah melihatku dan bersahabat denganku.” (HR. Ibnu Abi Syaybah, Ibnu Abi’ ‘Ashim, Ath Thabraniy, dan Abu Nu’aym)
Ikhtitam
Syekh Jabir bin Abdul Qoyyum As Sa’idi Asy Syami dalam bukunya “Al Ishobah Fii Tholabisy Syahaadah” menjelaskan mengapa mati syahid atau menjadi syuhada itu begitu memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam.
Diriwayatkan dari Sahal bin Hanif, ia dari bapaknya, bapaknya dari kakeknya, bahwasanya Nabi SAW., bersabda:
Barangsiapa memohon mati syahid kepada Allah dengan tulus, niscaya Allah akan menyampaikannya ke derajat para syuhada’ meskipun ia mati di atas kasurnya. (HR Muslim, Tirmidzi, Nasai, dan Abu Daud)
Sumber:1.http://www.arrahmah.com
2.http://www.motivasi-islami.com
3.https://buyamasoedabidin.wordpress.com
Sumber:4.https://mutiarazuhud.wordpress.com
Jakarta 16/12/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman