MEMAKNAI FITRAH
Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS.Ar Ruum:30)
Muqaddimah
“Tidaklah
setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua
orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Seperti hewan melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian melihat darinya
buntung (pada telinga)?”
Hadits
diriwayatkan oleh Al-Imam Malik dalam Al-Muwaththa` (no. 507); Al-Imam
Ahmad dalam Musnad-nya (no. 8739); Al-Imam Al-Bukhari dalam Kitabul
Jana`iz (no. 1358, 1359, 1385), Kitabut Tafsir (no. 4775), Kitabul Qadar (no.
6599); Al-Imam Muslim dalam Kitabul Qadar (no. 2658).
Jika kita
melihat hadits diatas, makna fitrah bukan hanya berkaitan dengan dosa, namun
berkaitan dengan akidah. “menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi”
artinya ini adalah perubahan akidah dari akidah asal (fitrah) dan apalagi jika
bukan akidah Islam yang lurus. Setiap bayi itu dilahirkan dengan akidah yang
lurus, namun diubah oleh orang tuanya menjadi Nasrani, Yahudi, dan Majusi. Anda
kembali seperti bayi, artinya kembali memiliki akidah yang lurus.
Makna Fitrah
Katan fitrah, berasal dari akar
kata fithr dalam bahasa
Arab yang berarti membuka atau menguak. Secara bahasa, fitrah berarti al khilqah, keadaan asal saat
tiap manusia diciptakan Allah (Lisaanul Arab 5/56, Al Qamus Al Muhith 1/881).
Yang dimaksud dengan agama fitrah adalah Islam. Roh manusia berjanji kepada
Allah akan beriman, dan tiap manusia lahir dalam keadaan beriman/beragama
Islam (HR Bukhari Muslim: Rasulullah SAW bersabda: Setiap manusia lahir dalam
keadaan fitrah. Orangtuanya menjadikannya Yahudi atau Nasrani; juga dalam Al
Quran, Surat ar-Ruum, ayat 30). Menurut Imam Ibnu Katsir, .. berarti engkau
masih berada pada fitrahmu salimah
(lurus dan benar). Sebagaimana ketika Allah ciptakan makhluk dalam keadaan
beriman. Allah menciptakan makhluk dalam keadaan mengenal-Nya,
mentauhidkan-Nya, dan mengakui: tidak ada yang berhak disembah selain Allah”
(Tafsir Ibnu Katsir, 6/313). Menurut Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin, Islam
adalah agama fitrah yang diterima semua yang memiliki fitrah salimah. Orang memiliki
jiwa bersih sebagaimana ia diciptakan, menerima ajaran-ajaran Islam dengan sm’an wa tha’atan.
Jalan Menuju Fitrah
Proses menuju fitrah ini tentu saja tidak terlepas
dari kehadiran bulan Ramadan yaitu melalui puasa. Karena dengan berpuasa dapat
mengembalikan kehidupan yang sebenarnya.
Fitrah itu ditempuh melalui berbagai macam cara dan
puasa ini salah satunya. Pertama, puasa dapat mengajarkan kepada kita
pola konsumsi yang benar. Dengan berpuasa kita dituntut untuk menahan hawa
nafsu dan makan tidak berlebihan. Dengan pola yang teratur seperti ini tentu
kita akan terhindar dari berbagai macam penyakit. Dan ini disebut fitrah secara
fisik.
Kedua, melalui puasa kita dapat mengembalikan hubungan
komunikasi sosial. Dalam kehidupan yang materialistik dan pragmatis seperti
sekarang ini manusia sering memakai istilah waktu adalah uang. Hampir setiap
waktu mereka sibuk pada pekerjaan mereka masing-masing dan kurang untuk
berinteraksi sosial. Oleh karena itu, kehadiran bulan Ramadan dapat mengembalikan
komunikasi di antara sesama manusia melalui salat Tarawih, salat berjamaah,
buka bersama dan makan sahur.
Ketiga, fitrah kembali kepada Tuhan. Melalui bulan Ramadan
kita senantiasa meningkatkan ibadah dan amalan kepada Allah SWT. Hal itu dapat
membangun komunikasi kepada Tuhan sebagai tempat berlindung, tempat mengadu,
tempat meminta. Dan kita bukan apa-apa di hadapan-Nya. Melalui hubungan ini
kita punya kekuatan untuk tidak diperbudak dan dijajah oleh apapun dan hanya
tunduk kepada Allah SWT.
Cara Menjaga Fitrah
Bulan Ramadhan
menjadikan kita kembali ke fitrah. Namun tidak berhenti sampai disitu, kita
perlu menjaga kefitrahan ini. Kita harus tetap pada kefitrahan itu. Orang tua
dan lingkungan bisa mengubah fitrah kita. Lalu bagai mana cara menjaga fitrah
kita?
Fitrah kita
berubah akibat dokrin dari orang tua dan informasi-informasi dari luar. Untuk
itu kita perlu menjaga dengan memasukan informasi yang benar ke dalam pikiran
dan hati kita untuk mengalahkan dokrin dan informasi yang merusak fitrah kita.
Dan, sumber kebenaran itu tiada lain adalah Al Quran.
Al Qur’an
adalah firman Allah, yang pastinya akan sesuai dengan fitrah kita. Siapa lagi
yang lebih mengetahui kita kecuali Allah Yang Maha Mengetahui? Maka jagalah
fitrah kita dengan mempelajari Al Qur’an dan mengamalkannya. Selama pikiran
kita adalah pikiran sesuai dengan Al Quran, artinya fitrah kita masih terjaga.
Fitrah Menuju Taqwa
Takwa berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah, artinya
memelihara. ”Memelihara diri dalam menjalani hidup sesuai tuntunan/petunjuk
Allah”. Adapun dari asal bahasa Arab Quraish, kata takwa lebih dekat dengan
kata waqa. Waqa bermakna
melindungi sesuatu, memelihara dan melindungi dari berbagai hal
membahayakan/merugikan. Saat seekor kuda melangkah dengan sangat hati-hati,
baik karena tidak ada tapal kuda, atau karena ada luka-luka atau ada rasa sakit
atau tanah yang sangat kasar, orang-orang Arab biasa mengatakan waqal farso minul hafa. Dari kata
waqa, takwa bisa diartikan
berusaha memelihara dari ketentuan Allah dan melindungi diri dari dosa/larangan
Allah. Bisa juga diartikan berhati hati dalam menjalani hidup sesuai petunjuk
Allah. Adapun arti lain dari takwa adalah: melaksanakan segala perintah Allah;
menjauhkan diri dari segala yang dilarang Allah (haram); dan ridho (menerima
dan ikhlas) dengan hukum-hukum dan ketentuan Allah SWT.
Kedudukan takwa, wasiat kepada
seluruh Nabi (QS 4:131): sesungguhnya kami telah memerintahkan orang-orang
yang diberi kitab sebelummu dan kamu juga, agar bertakwa kepada Allah (QS
26:10-11); ingatlah ketika Tuhanmu menyeru Musa, ”Datangilah kaum yang Zalim
itu”, Yaitu kaum Fir’aun, mengapa mereka tidak bertakwa? (QS 26:123-124);
Kaum Aad telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Hud berkata,
”Mengapa kamu tidak bertakwa?” (QS 26:141-142); Kaum Tsamud telah mendustakan
para Rasul, ketika saudara mereka, Saleh berkata, ”Mangapa kamu tidak
bertakwa?” (QS 26:160-161); Kaum Luth telah mendustakan para Rasul, ketika
saudara mereka, Luth berkata, ”Mengapa kamu tak bertakwa?” (QS 26:176-177);
Kaum Aikah telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Syu’aib
berkata, ”Mangapa kamu tidak bertaqwa?” (QS 37:123-124); Wahai orang-orang yang
beriman, sembahlah Tuhanmu yang menciptakan kamu dan orang-orang sebelum
kamu, agar kamu bertakwa (QS 2:21). Takwa sebaik-baik bekal (QS 49: 73):
persiapkanlah bekal, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa (QS 7;26):
Takwa: keselamatan: demikian telah kami selamatkan orang yang beriman dan
mereka selalu bertakwa (QS 27:53). Tanda orang takwa (Al-Quran, Ali ’Imran Ayat
134). Ciri-ciri takwa/orang bertakwa: QS 2:2-5; QS 2:177; QS 3:133-135;
QS 3:15-17; QS 21:48- 49; QS 51:15-19; QS 8:29; QS 65:2-3; QS 65:4; QS 65:5; QS
7;96.
Jakarta 13/8/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar