BERTAUBAT SEBELUM TERLAMBAT
"Hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan
kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika
Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia;
sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil
mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami
dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu"
(QS. At Tahrim: 8).
Muqaddimah
Taubat dari dosa yang dilakukan oleh seorang
mu'min --dan saat itu ia sedang berusaha menuju kepada Allah SWT -- adalah
kewajiban agama. Diperintahkah oleh Al Quran, didorong oleh sunnah, serta
disepakati kewajibannnya oleh seluruh ulama, baik ulama zhahir maupun ulama
bathin.
Hingga Sahl bin Abdullah berkata: Barangsiapa yang
berkata bahwa taubat adalah tidak wajib maka ia telah kafir, dan barangsiapa
yang menyetujui perkataan seperti itu maka ia juga kafir. Dan ia berkata:
"Tidak ada yang lebih wajib bagi makhluk dari melakukan taubat, dan tidak
ada hukuman yang lebih berat atas manusia selain ketidak tahuannya akan ilmu
taubat, dan tidak menguasai ilmu taubat itu (Di sebutkan oleh Abu Thalib Al
Makki dalam kitabnya Qutul Qulub, juz 1 hal. 179).
Allah SWT berfirman:
"Dan barang siapa yang
tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim". (QS .Al
Hujurat: 11)
Ini adalah dalil akan
kewajiban bertaubat. Karena jika ia tidak bertaubat maka ia akan menjadi
orang-orang zhalim. Dan orang-orang yang zhalim tidak akan beruntung.
"Sesungguhnya
orang-orang yang zalim tidak akan beruntung." (QS. Yusuf: 23)
Di antara ayata-yat Al Quran yang mengajak kepada
taubat dan menganjurkannya, serta menjelaskan keutamaannya dan buahnya adalah
firman Allah SWT (QS. Al Baqarah: 222):
"Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri."
Makna Taubat
Terma dari akar kata "t-w-b" dalam bahasa
Arab menunjukkan pengertian: pulang dan kembali. Sedangkan taubat kepada
Allah SWT berarti pulang dan kembali ke haribaan-Nya serta tetap di pintu-Nya.
Taubat yang diperintahkan agar dilakukan oleh kaum
mu'minin adalah taubat nasuha (yang semurni-murninya) seperti disebut
dalam Al Quran:
"Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya." QS. at-Tahrim: 8
1.Al-Hafizh
Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya: "artinya adalah, taubat yang
sebenarnya dan sepenuh hati, akan menghapus keburukan-keburukan yang dilakukan
sebelumnya, mengembalikan keaslian jiwa orang yang bertaubat, serta menghapus
keburukan-keburukan yang dilakukannya."
2.Ibnu Jarir,
Ibnu Katsir dan Ibnu Qayyim menyebutkan dari Umar, Ibnu Mas'ud serta Ubay bin
Ka'b r.a. bahwa pengertian taubat nasuha: adalah seseorang yang bertaubat dari
dosanya dan ia tidak melakukan dosa itu lagi, seperti susu tidak kembali ke
payudara hewan.
3.Hasan Al
Bashri berkata: taubat adalah jika seorang hamba menyesal akan perbuatannya
pada masa lalu, serta berjanji untuk tidak mengulanginya.
4. Al Kulabi berkata: Yaitu agar meminta ampunan dengan
lidah, menyesal dengan hatinya, serta menjaga tubuhnya untuk tidak
melakukannnya lagi.
5.Sa'id bin
Musayyab berkata: taubat nasuha adalah: agar engkau menasihati diri kalian
sendiri.
6.Muhammad bin
Ka'b al Qurazhi berkata: taubat itu diungkapkan oleh empat hal: beristighfar
dengan lidah, melepaskannya dari tubuh, berjanji dalam hati untuk tidak
mengerjakannya kembali, serta meninggalkan rekan-rekan yang buruk.
Taubat dalam Al Quran
Al Quran memberi perhatian yang besar terhadap taubat
dalam banyak ayat-ayat yang tersebar dalam surah-surah Makkiah atau Madaniah.
Kita akan membaca ayat-ayat itu nantinya, insya Allah.
"Bertaubatlah
kepada Allah SWT dengan Taubat yang semurni-murninya".
Di antara perintah yang paling tegas untuk
melaksanakan taubat dalam Al Quran adalah firman Allah SWT:
"Hai orang-orang
yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan
kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika
Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia;
sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil
mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami
dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu"
(QS. At Tahrim: 8).
Ini adalah perintah yang lain dari Allah SWT dalam Al
Quran kepada manusia untuk melakukan taubat dengan taubat nasuha: yaitu taubat
yang bersih dan benar. Perintah Allah SWT dalam Al Quran itu menunjukkan
wajibnya pekerjaan ini, selama tidak ada petunjuk lain yang mengindikasikan
pengertian selain itu. Sementara dalam ayat itu tidak ada petunjuk yang lain
itu. Oleh karena itu, hendaknya seluruh kaum mu'min berusaha untuk menggapai
dua hal atau dua tujuan yang pokok ini. Yaitu:
- Menghapuskan dosa-dosa
- Masuk ke dalam surga.
Seluruh individu muslim amat membutuhkan dua hal ini:
Pertama: agar kesalahannya dihapuskan, dan dosa-dosanya
diampunkan. Karena manusia, disebabkan sifat kemanusiaannya, tidak mungkin terbebas
dari kesalahan dan dosa-dosa. Itu bermula dari kenyatan elemen pembentukan
manusia tersusun dari unsur tanah yang berasal dari bumi, dan unsur ruh yang
berasal dari langit. Salah satunya menarik ke bawah sementara bagian lainnya
mengajak ke atas. Yang pertama dapat menenggelamkan manusia pada perangai
binatang atau lebih buruk lagi, sementara yang lain dapat mengantarkan manusia
ke barisan para malaikat atau lebih tinggi lagi.
Oleh karena itu, manusia dapat melakukan kesalahan dan
membuat dosa. Dengan kenyataan itu ia membutuhkan taubat yang utuh, sehingga ia
dapat menghapus kesalahan yang diperbuatnya.
Kedua: agar ia dapat masuk surga. Siapa yang tidak mau
masuk surga? Pemikiran yang paling berat menghantui manusia adalah: akan masuk
kemana ia nantinya di akhirat. Ini adalah masalah ujung perjalanan manusia yang
paling penting: apakah ia akan selamat di akhirat atau binasa? Apakah ia akan
menang dan bahagia ataukah ia akan mengalami kebinasaaan dan penderitaan?
Keberhasilan, kemenangan dan kebahagiaan adalah terdapat dalam surga. Sedangkan
kebinasaan, kekecewaan serta penderitaan terdapat dalam neraka:
"Barangsiapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah
beruntung. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan" (QS. Ali Imran: 185.).
Hadits-hadits
Taubat
Marilah kita renungkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, melihat-lihat keindahan dan kemudahan Islam, sehingga kita tidak akan lagi mendengar kekerasan, kegarangan, kesusahan, maupun kepelikan yang sering disematkan kepada ajaran Islam. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, "Wahai manusia, minta ampunlah pada Tuhan kalian, dan bertaubatlah. Maka aku meminta ampun dan bertaubat pada Allah seratus kali setiap hari." (HR. Bukhârî dan Muslim).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam meminta ampun dan bertaubat setiap hari seratus kali. Sedangkan kita, selama sepuluh tahun tidak pernah bertaubat sama sekali. Rasul yang ma'shûm, terjaga dari maksiat, bertaubat seratus kali setiap hari? Bertaubat dari apa? Derajat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam telah tinggi di sisi Allah, dan ia ingin mengangkat derajatnya dengan cinta dan ma'rifat Allah Subhaanahu Wa Taala.
Apakah kita ingat, kapan terakhir kali kita bertaubat? Sudahkah kita mengulangi taubat itu lagi atau belum?
Marilah kita renungkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, melihat-lihat keindahan dan kemudahan Islam, sehingga kita tidak akan lagi mendengar kekerasan, kegarangan, kesusahan, maupun kepelikan yang sering disematkan kepada ajaran Islam. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, "Wahai manusia, minta ampunlah pada Tuhan kalian, dan bertaubatlah. Maka aku meminta ampun dan bertaubat pada Allah seratus kali setiap hari." (HR. Bukhârî dan Muslim).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam meminta ampun dan bertaubat setiap hari seratus kali. Sedangkan kita, selama sepuluh tahun tidak pernah bertaubat sama sekali. Rasul yang ma'shûm, terjaga dari maksiat, bertaubat seratus kali setiap hari? Bertaubat dari apa? Derajat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam telah tinggi di sisi Allah, dan ia ingin mengangkat derajatnya dengan cinta dan ma'rifat Allah Subhaanahu Wa Taala.
Apakah kita ingat, kapan terakhir kali kita bertaubat? Sudahkah kita mengulangi taubat itu lagi atau belum?
Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, "Sungguh, Allah
membentangkan tangan-Nya setiap malam, agar orang yang berbuat kejelekan di
siang hari mau bertaubat. Dan Dia juga membentangkan tangan-Nya di siang hari,
agar orang yang berbuat kejelekan di malam hari mau bertaubat." (HR.
Muslim dan Ahmad).
Dalam sunnah Nabi Saw, kita banyak menemukan
hadits-hadits yang mengajak kita untuk bertaubat, menjelaskan keutamaannya, dan
mendorong untuk melakukannya dengan berbagai cara. Hingga Rasulullah Saw
bersabda:
"Wahai
sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah SWT, karena sesungguhnya aku
bertaubat kepada Allah SWT dalam satu hari sebanyak seratus kali". (Hadits
diriwayatkan oleh Muslim dari Al Aghar al Muzni.)
Dari Abi Musa r.a. diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw
bersabda:
"Sesungguhnya
Allah SWT membuka "tangan"-Nya pada malam hari untuk memberikan
ampunan kepada orang yang melakukan dosa pada siang hari, dan membuka
"tangan"-Nya pada siang hari, untuk memberikan ampunan kepada orang
yang melakukan dosa pada malam hari, (terus berlangsung demikian) hingga
(datang masanya) matahari terbit dari Barat (kiamat)". Hadits diriwayatkan
oleh an-Nasaai.
Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Jika kalian
melakukan dosa hingga dosa kalian sampai ke matahari, kemudian kalian
bertaubat, niscaya Allah SWT akan mengampuni kalian". Hadits diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dengan sanad yang baik. (Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dalam kitab Az Zuhd (4248), dan dalam kitab az Zawaid diterangkan: ini adalah
isnad hasan.).
Dari Jabir r.a. ia berkata: Aku mendengar Rasulullah
Saw bersabda:
"Di
antara kebahagiaan manusia adalah, panjang usianya, dan Allah SWT memberikan
rezeki taubat kepadanya". Hadits ini diriwayatkan oleh Al Hakim. Dan ia
berkata: isnad hadits ini sahih. (Penilaian Al Hakim ini disetujui oleh Adz
Dzahabi (4/240) dan Al Haitsami menyebutkan sebagian hadits ini dan berkata:
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Bazzar, dan sanadnya adalah hasan
(10/203).).
Dari Abi Hurairah r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah
Saw bersabda:
"Seorang
hamba melakukan dosa, dan berdo'a: 'Ya Tuhanku, aku telah melakukan dosa maka
ampunilah aku'. Tuhannya berfirman: 'hamba-Ku mengetahui bahwa ia mempunyai
Tuhan yang akan mengampuni dan menghapus dosanya, maka Tuhan-pun
mengampuninya'. Kemudian waktu berjalan dan orang itu tetap seperti itu hingga
masa yang ditentukan Allah SWT, hingga orang itu kembali melakukan dosa yang
lain. Orang itupun kembali berdo'a: 'Ya Tuhanku, aku kembali melakukan
dosa, maka ampunilah dosaku'. Tuhan-nya berfirman: 'Hamba-Ku mengetahui bahwa
dia mempunyai Tuhan Yang mengampuni dan menghapus dosanya', maka Tuhan-pun
mengampuninya. Kemudian ia terus dalam keadaan demikian hingga masa yang ditentukan
Allah SWT, hingga akhirnya ia kembali melakukan dosa. Dan ia berdo'a: 'Ya
Tuhanku, aku telah melakukan dosa, maka ampunilah daku'. Tuhan-nya berfirman:
'Hamba-Ku mengetahui bahwa ia mempunyai Tuhan Yang mengampuni dan menghapus
dosanya'. Maka Tuhannya berfirman: 'Aku telah berikan ampunan kepada hamba-Ku,
dan silahkan ia melakukan apa yang ia mau". Hadits diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim.
Redaksi: 'falya'mal ma syaa' "silakan ia
melakukan apa yang ia mau" maknanya adalah --wallahu a'lam--: selama dia
melakukan dosa dan beristighfar kemudian diampuni, dan ia tidak melakukan dosa
itu lagi. Dengan dalil redaksi: "kemudian ia melakukan dosa lagi"
maka ia dapat melakukannya lagi jika itu merupakan perangainya, sesuai
kemauannya. Karena ia, setiap kali ia melakukan suatu dosa maka taubat dan
istihgfarnya menjadi penghapus dosanya itu, dan ia tidak mendapatkan celaka.
Tidak karena ia melakukan suatu dosa, kemudian ia beristighfar dari dosanya itu
dengan tanpa berusaha membebaskan dirinya dari kebiasan buruknya itu, karena
itu adalah taubat orang yang suka bohong.
Telah disebutkan sebelumnya, Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya
seorang hamba, jika ia melakukan dosa maka terdapat bintik hitam dalam hatinya,
dan jika ia bertaubat dan meninggalkan perbuatan dosa itu serta beristighfar,
maka hatinya kembali dibersihkan".
Dari Abdullah bin Umar r.a. dari Nabi Saw bersabda:
"Sesungguhnya
Allah SWT akan menerima taubat seorang hamba selama nafasnya belum sampai di
tenggorokan (sakratul maut)". Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan
Tirmizi. Ia berkata: hadits ini hasan.
Dari Abdullah bin Mas'ud r.a. dari Nabi Saw bersabda:
"Orang
yang bertaubat dari dosa adalah seperti orang yang tidak berdosa". Hadits
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan Thabrani dan keduanya dari riwayat Abi
Ubaidah bin Abdullah bin Mas'ud dari bapaknya. Dan ia tidak mendengar darinya.
Dan para perawi Thabrani adalah sahih.
Dari Abi Sa'id al Khudri r.a. bahwa Nabi Saw bersabda:
"Pada
jaman sebelum kalian ada seseorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan
manusia, kemudian ia mencari manusia yang paling alim di muka bumi, dan ia pun
ditunjukkan kepada seorang rahib. Ia mendatangi rahib itu dan bertanya: bahwa
ia telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, maka apakah ia masih dapat
bertaubat?. Sang rahib menjawab: "tidak". Dan orang itupun membunuh
sang rahib, hingga ia melengkapi bilangan seratus orang yang telah ia bunuh.
Kemudian ia kembali menanyakan tentang orang yang paling alim di muka bumi, dan
ia pun ditunjukkan kepada seorang alim, dan ia bertanya: bahwa ia telah
membunuh seratus manusia, maka apakah ia dapat bertaubat? Orang alim itu
menjawab: "ya bisa, siapa yang menghalangi antaranya dengan taubat?
Pergilah engkau ke daerah ini dan ini, karena di sana ada manusia yang menyembah
Allah, maka beribadahlah bersama mereka, dan jangan kembali ke negerimu lagi;
karena ia adalah negeri yang buruk". Orang itu kemudian berangkat menuju
negeri yang ditunjukan itu hingga sampai di tengah perjalanan, di sana malaikat
maut mendatanginya dan mencabut nyawanya. Kemudian malaikat rahmat dan malaikat
azab bertengkar; malaikat rahmah berkata: Orang ini telah berangkat untuk
bertaubat kepada Allah SWT (oleh karena itu ia berhak mendapatkan rahmah).
Sedangkan malikat azab berkata: orang ini tidak pernah melakukan kebaikan
sedikitpun (oleh karena itu ia seharusnya diazab. Selanjutnya, datang malaikat
dalam bentuk seorang manusia, dan berkata kepada keduanya: Ukurlah antara dua
negeri itu (antara tempat asalnya dan tempat tujuannya), tempat mana yang lebih
dekat orang itu, maka orang itu dimasukkan dalam kelompok itu. Malaikat pun
mengukurnya dan mendapati orang itu lebih dekat ke tempat yang ditujunya
(tempat orang saleh), maka orag itupun dicabut oleh malaikat rahmah".
dalam riwayat lain:
"Allah
SWT memerintahkan kepada negeri yang buruk itu untuk menjauh dan kepada negeri
yang saleh untuk mendekat. Kemudian memerintahkan kepada malaikat: Ukurlah
antara keduanya, dan para malaikut mendapati orang itu lebih dekat ke negeri
yang saleh sekadar satu hasta, maka Allah SWT mengampuni orang itu".
Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Allah
SWT berfirman: " Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku
akan bersamanya ketika ia berdzikir kepada-Ku, dan Allah SWT lebih senang
dengan taubat seorang manusia dari pada seorang kalian yang menemukan kembali
perbekalannya di padang tandus. Barangsiapa yang mendekat kepada-Ku satu hasta
maka Aku akan mendekat kepadanya satu lengan, dan barang siapa mendekat
kepada-Ku satu lengan maka Aku akan mendekat kepadanya dua lengan, dan jika ia
menghadap kepada-Ku dengan berjalan maka Aku akan menemuinya dengan
berlari". Hadits diriwayatkan oleh Muslim, dan lafazhnya darinya, juga
Bukhari dengan lafazh yang sama.
BERSAMBUNG
JAKARTA 26/8/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar