MEMBANTU KAUM DHU’AFA’
Berikut ini adalah terjemahan dari
surat Al-Isra ayat 26-27.
(26) Dan berikanlah haknya kepada
kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
(27) Sesungguhnya orang-orang
yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada
Tuhannya.
Muqaddimah
Ayat tersebut
adalah agar kita mengatur dan membelanjakan harta kita secara tepat, yaitu
dengan membelanjakan di jalan Allah, memberikan bagian harta kita kepada yang
berhak dan tidak menghamburkan harta kita atau boros. Yang ingin saya bahas
adalah bagian “dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu
sangat ingkar kepada Tuhannya”. Bagian itu menerangkan tentang peringatan dari
Allah SWT agar kita tidak melakukan pemborosan, menghambur-hamburkan, dan
menyia-nyiakan harta yang kita miliki.
Asbabun
Nuzul
Surah Al Isra dikenal juga dengan nama Surah Bani Israil yang termasuk golongan surat Makiyah. Pada ayat 26-27 ini mempunyai asbanun nuzul yang diriwayatkan oleh At Thabrani yang bersumber dari Abu Sa`id Al Khudri dan dalam riwayat lain oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah saw, memberikan tanah di Fadak ( tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang ) kepada Fatimah.
Penjelasan
Surah Al Isra dikenal juga dengan nama Surah Bani Israil yang termasuk golongan surat Makiyah. Pada ayat 26-27 ini mempunyai asbanun nuzul yang diriwayatkan oleh At Thabrani yang bersumber dari Abu Sa`id Al Khudri dan dalam riwayat lain oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah saw, memberikan tanah di Fadak ( tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang ) kepada Fatimah.
Penjelasan
Pada ayat 26,
secara jelas Allah melarang kita melakukan pemborosan, yaitu pada “Janganlah
kamu”. Artinya berbuat boros adalah termasuk perbuatan yang dilarang oleh
Allah. Perbuatan yang dilarang Allah berarti sesuatu yang tidak baik dan tidak
membawa manfaat, terlebih lagi bila dilakukan kita akan mendapatkan dosa. Secara
umum, segala bentuk pemborosan dan penghambur-hamburan harta adalah perbuatan
yang dilarang dalam Islam.
Pada ayat
selanjutnya yaitu di ayat 27, kita diberitahu oleh Allah SWT bahwa orang-orang
yang melakukan pemborosan dan berbuat mubadzir adalah saudara setan. Padahal
setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya yaitu Allah SWT. Nah, kalau para pelaku
pemborosan dan mubadzir itu adalah saudara setan, berarti mereka bersaudara
dengan makhluk yang ingkar atau mengkafiri Allah SWT. Mereka sama saja
melakukan perbuatan ingkar kepada Allah SWT dengan melakukan perbuatan
mubadzir. Semoga kita dijauhkan dari perbuatan mubadzir, amin.
Dari kedua ayat
tersebut, saya ingin menarik sebuah korelasi antara perbuatan mubadzir dan
pemborosan dengan MEROKOK. Okelah sampai saat ini belum ada fatwa haram dari
Majelis Ulama Indonesia yang melarang merokok untuk seluruh umat Islam (hanya
ada larangan untuk anak-anak atau kalangan tertentu). Mereka hanya bilang
merokok hukumnya makruh. Padahal tahukah anda apa arti dari makruh? Makruh
berasal dari akar kata bahasa Arab yaitu ‘karuha’ yang berarti ‘benci’. Makruh
berarti sesuatu yang dibenci. Kalau dalam hukum Islam, makruh berarti
sesuatu yang dibenci oleh agama, dan pastinya dibenci oleh Allah. Arti lain
dari ‘karuha’ adalah ‘perbuatan keji, atau buruk’. Jadi, kalau disatukan makna
dari makruh adalah sesuatu perbuatan keji dan buruk yang dibenci oleh Islam
(dan Allah). Apakah kita mau melakukan perbuatan keji? apakah kita mau
dibenci oleh Tuhan kita? Saya rasa tidak. Memang terasa sangat berat, tapi
sayangnya saat ini banyak orang yang meringankan pengertian makruh sebagai
pembenaran untuk merokok.
Kembali ke kedua
ayat yang dibahas dari awal, bagi sebagian besar orang (atau setidaknya bagi
saya pribadi) merokok adalah perbuatan mubadzir, sia-sia, dan
menghambur-hamburkan uang. Dihubungkan dengan kedua ayat di atas, berarti
merokok sama saja dengan bersaudara dengan setan yang ingkar/mengkafiri Allah
dan dibenci oleh Allah. Dalam arti lain, merokok dilarang oleh Allah, karena
berbuat mubadzir pun dilarang oleh Allah. Berarti juga para perokok sama saya
saudaranya setan yang ingkar pada Allah. Ini semua sumbernya valid langsung
dari Allah, karena ternyata dalam Al-Qur’an ada diterangkan dengan jelas.
Silahkan dicerna dan dipahami dengan pikiran yang terang dan hati yang lapang.
Saya nggak bilang merokok itu haram, karena saya bukan majelis fatwa. Namun,
setidaknya saya bisa memfatwakan kepada diri saya sendiri untuk tidak merokok
dengan dasar hukum kedua ayat yang telah dibahas. Saya pun tidak memberi
cap bahwa para perokok adalah saudara setan, saya hanya melakukan pembahasan
dan telaah kandungan Al-Qur’an.
Pada ayat 26 menjelaskan kepada manusia bahwa orang yang mempunyai kelebihan harta punya kewajiban untu menyantuni atau menolong. Ditegaskan dalam ayat tersebut bahwa orang yang paling berhak untuk segera mendapat santunan adalah dari oang yang paling dekat dalam sebuah keluarga, yaitu;
a. Keluarga dekat atau kaum kerabatnya
b. Orang-orang miskin
c. Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan
Dalam ayat 26 tersebut dengan tegas melarang manusia untuk bersifat boros dan menghambur hamburkan harta untuk keperluan yang kurang bermanfaat. Sedangkan dalam ayat 27 Allah mengingatkan kepada manusia dengan memberikan tekanan bahwa perilaku boros adalah termasuk saudara syaitan. Dan syaitan itu selalu ingkar kepada Allah swt. Daripada untuk menghaburkan harta masih banyak saudara kita yang memerlukan bantuan kita semua yang memiliki harta lebih.
Pemberian infak dari harta yang diperoleh haruslah dengan cara yang baik dan sesuai dengan kadar ketentuan yang layak. Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 267 sebagai berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُواْ الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلاَّ أَن تُغْمِضُواْ فِيهِ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ ﴿٢٦٧﴾
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.( QS.2:267)
Allah SWT memerintahkan umat Islam yang beriman agar memberikan infak atay nafkah sebagai hak bagi keluarga-keluarga yang dekat. Kemudian diberikan kepada orang-orang yang kekurangan atau orang-orang miskin, perlu juga diberikan kepada orang-orang yang dalam perjalanan atau ibnu sabil,
Harta yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima hendaklah harta yang baik-baik dan masih disukai, dan jangan memberikan harta atau sesuatu yang kita sendiri sudah tidak menyukainya. Dalam memberikan bantuan kepada fakir mikin sesungguhnya yang dibutuhkan tidak sekedar materi saja, tetapi juga perhatian dan hubungan persaudaraan sesama muslim.
Dalam membelanjakan harta seorang muslim harus sesuai dengan kemampuan dan tidak boleh bersifat boros. Boros dalam pandangan islam sangat dilarang yang dianjurkan adalah pada posisi yang pas yaitu ditengah-tengah antara tidak boros juga tidak bakhil. Allah berfirman dalam surat Al Furqan ayat 67 :
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً ﴿٦٧﴾
Artinya:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.( Q.S Al Furqan :67)
Ayat di atas memberikan suatu pemahaman bahwa Allah menyukai orang-orang yang tepat dalam mengelola harta kekayaan dan sesuai dengan peruntukannya. Allah SWT memberikan penghargaan dan balasan pahala yang jauh lebih banyak dengan apa yang kita berikan untuk menyantuni kaum duafa.
Kesimpulan
Pada ayat 26, dijelaskan bahwa selain berbakti, berkhidmat dan
menampakkan kasih sayang, cinta, dan rahmat kepada kedua orang tua, kita pun
hendaknya memberi bantuan kepada keluarga yang dekat karena mereka yang paling
utama dan berhak untuk ditolong. Mereka patut mendapat bantuan hidup di tengah
keluarga terdekat yang mampu karena pertalian darah. Mereka pasti ada yang
hidup lebih berkecukupan dan ada yang kekurangan sehingga kita sebagai keluarga
harus saling membantu.
Allah memerintahkan manusia untuk berbakti dan berbuat baik tidak
hanya kepada orang tua saja, namun masih harus berbakti kepada tiga golongan
yang lain, yaitu:
- kepada kaum kerabat
- kepada orang miskin
- kepada orang terlantar dalam perjalanan.
JAKARTA
25/8/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar