HUKUM ISLAM TENTANG MUAMALAH(1)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”(QS An
Nisa : 29)
Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai
berikut.
ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺗﺮﺍﺩ ( ﺮﻮﺍﻩ
ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ)
Artinya : “Sesungguhnya jual beli itu
hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)
Muqaddimah
Begitu pentingnya
mengetahui Fiqh ini karena setiap muslim tidak pernah terlepas dari kegiatan
kebendandaan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhannya. Maka dikenallah objek
yang dikaji dalam fiqh muamalat,[1] walau para fuqaha (ahli fiqih) klasik
maupun kontemporer berbeda-beda, namun secara umum fiqh muamalah membahas hal
berikut : teori hak-kewajiban, konsep harta, konsep kepemilikan, teori akad,
bentuk-bentuk akad yang terdiri dari jual-beli, sewa-menyewa, sayembara, akad
kerjasama perdagangan, kerjasama bidang pertanian, pemberian, titipan,
pinjam-meminjam, perwakilan, hutang-piutang, garansi, pengalihan
hutang-piutang, jaminan, perdamaian, akad-akad yang terkait dengan kepemilikan:
menggarap tanah tak bertuan, ghasab (meminjam barang tanpa izin – edt),
merusak, barang temuan, dan syuf’ah (memindahkan hak kepada rekan
sekongsi dengan mendapat ganti yang jelas).
Setelah mengenal
secara umum apa saja yang dibahas dalam fiqh muamalat, ada prinsip dasar yang
harus dipahami dalam berinteraksi. Ada 5 hal yang perlu diingat sebagai
landasan tiap kali seorang muslim akan berinteraksi. Kelima hal ini menjadi
batasan secara umum bahwa transaksi yang dilakukan sah atau tidak, lebih
dikenal dengan singkatan MAGHRIB, yaitu Maisir, Gharar, Haram, Riba, dan
Bathil.[2]
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang
saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini
sebagai sumber ekonomi. Allah SWT berfirman lihat Al-qur,an on line di gogle
Artinya : “Dan Carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada orang
lain) sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.”(QS Az Zumar : 39)
Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung
makna berlawanan yaitu Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya
Beli. Menurut istilah hukum Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam
pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang)
yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar
suka sama suka (lihat QS Az Zumar : 39, At Taubah : 103, hud : 93)
Pengertian
Mu’amalah
- Muamalat itu adalah semua hukum syariat yang bersangkutan dengan urusan dunia,dengan memandang kepada aktiviti hidup seseorang seperti jual-beli, tukar-menukar, pinjam-meminjam dan sebagainya.
- Muamalat juga merupakan tatacara atau peraturan dalam perhubungan manusia sesama manusia untuk memenuhi keperluan masing-masing yang berlandaskan syariat Allah s.w.t yang melibatkan bidang ekonomi dan sosial Islam .
- Muamalat yang dimaksudkan ialah dalam bidang ekonomi yang menjadi tumpuan semua orang bagi memperoleh kesenangan hidup di dunia dan kebahagian di akhirat.
- Segala harta yang ada di alam ini samada di muka bumi, dilaut atau di dasar adalah milik Allah s.w.t secara mutlak. Manusia disuruh memiliki harta yang di sediakan oleh Allah s.w.t melalui ilmu pengetahuan dan kemahiran yang di anugerahkan kepadanya. Mereka yang memiliki harta kekayaan di dunia adalah sebagai pemegang amanat Allah s.w.t dan bertanggungjawab terhadap harta-harta tersebut.
5 Prinsip
Dasar Dalam Berinteraksi
Setelah mengenal
secara umum apa saja yang dibahas dalam fiqh muamalat, ada prinsip dasar yang
harus dipahami dalam berinteraksi. Ada 5 hal yang perlu diingat sebagai
landasan tiap kali seorang muslim akan berinteraksi. Kelima hal ini menjadi
batasan secara umum bahwa transaksi yang dilakukan sah atau tidak, lebih
dikenal dengan singkatan MAGHRIB, yaitu Maisir, Gharar, Haram, Riba, dan
Bathil.[2]
1. Maisir
Menurut bahasa maisir
berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti memperoleh
keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan
perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan
dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau
bisa rugi. Padahal islam mengajarkan tentang usaha dan kerja keras. Larangan
terhadap maisir / judi sendiri sudah jelas ada dalam AlQur’an (2:219 dan 5:90)
2. Gharar
Menurut bahasa gharar
berarti pertaruhan. Terdapat juga mereka yang menyatakan bahawa gharar
bermaksud syak atau keraguan.[3] Setiap transaksi yang masih belum jelas
barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk
jual beli gharar. Boleh dikatakan bahwa konsep gharar berkisar kepada
makna ketidaktentuan dan ketidakjelasan sesuatu transaksi yang dilaksanakan,
secara umum dapat dipahami sebagai berikut :
- Sesuatu
barangan yang ditransaksikan itu wujud atau tidak;
- Sesuatu
barangan yang ditransaksikan itu mampu diserahkan atau tidak;
- Transaksi
itu dilaksanakan secara yang tidak jelas atau akad dan kontraknya tidak jelas,
baik dari waktu bayarnya, cara bayarnya, dan lain-lain.
Misalnya membeli
burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih dalam
kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar. Atau
kegiatan para spekulan jual beli valas.
3. Haram
Ketika objek yang
diperjualbelikan ini adalah haram, maka transaksi nya mnejadi tidak sah.
Misalnya jual beli khamr, dan lain-lain.
4. Riba
Pelarangan riba
telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran. Ayat-ayat mengenai pelarangan riba
diturunkan secara bertahap. Tahapan-tahapan turunnya ayat dimulai dari
peringatan secara halus hingga peringatan secara keras.
Tahapan turunnya
ayat mengenai riba dijelaskan sebagai berikut :
Pertama,
menolak anggapan bahwa riba tidak menambah harta justru mengurangi
harta. Sesungguhnya zakatlah yang menambah harta. Seperti yang dijelaskan dalam
QS. Ar Rum : 39 .
“Dan sesuatu
riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka
riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”
Kedua, riba
digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras kepada orang Yahudi
yang memakan riba. Allah berfiman dalam QS. An Nisa : 160-161 .
“Maka disebabkan
kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang
baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Ketiga, riba
diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Allah
menunjukkan karakter dari riba dan keuntungan menjauhi riba
seperti yang tertuang dalam QS. Ali Imran : 130.
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Keempat,
merupakan tahapan yang menunjukkan betapa kerasnya Allah mengharamkan riba.
QS. Al Baqarah : 278-279 berikut ini menjelaskan konsep final tentang riba
dan konsekuensi bagi siapa yang memakan riba.
“Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
5. Bathil
Dalam melakukan
transaksi, prinsip yang harus dijunjung adalah tidak ada kedzhaliman yang
dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai
takarannya. Maka, dari sisi ini transaksi yang terjadi akan merekatkan ukhuwah
pihak-pihak yang terlibat dan diharap agar bisa tercipta hubungan yang selalu
baik. Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat barang, mengurangi timbangan
tidak dibenarkan. Atau hal-hal kecil seperti menggunakan barang tanpa izin,
meminjam dan tidak bertanggungjawab atas kerusakan harus sangat diperhatikan
dalam bermuamalat.
Hukum Jual Beli
Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli
harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang
dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli. Jual beli hukumnya
mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka. Allah
berfirman. lihat
Al-qur,an on line di gogle
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu.”(QS An Nisa : 29
Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai
berikut.
ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺗﺮﺍﺩ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ)
Artinya : “Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.”
(HR Bukhari)
ﺃﻠﺒﻴﻌﺎﻥ ﺑﺎ ﻟﺨﻴﺎﺭ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻴﺘﻔﺮﻗﺎ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻭ ﻤﺴﻠﻢ)
Artinya : “ Dua orang
jual beli boleh memilih akan meneruskan jual beli mereka atau tidak, selama
keduanya belum berpisah dari tempat akad.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa
apabila seseorang melakukan jual beli dan tawar menawar dan tidak ada
kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si pembeli boleh memilih akan
meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila akad (kesepakatan) jual beli
telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran, kemudian salah satu dari mereka atau
keduanya telah meninggalkan tempat akad, keduanya tidak boleh membatalkan jual
beli yang telah disepakatinya.
2. Rukun
dan syarat Jual Beli
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga
rukun yang perlu dipenuhi.
a. Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya
Orang gila tidak sah jual belinya. Penjual
atau pembeli melakukan jual beli dengan kehendak sendiri, tidak ada paksaan
kepada keduanya, atau salah satu diantara keduanya. Apabila ada paksaan, jual
beli tersebut tidak sah.
b. Syarat Ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan untuk menjual atau
transaksi menyerahkan, misalnya saya menjual mobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Kabul
adalah ucapan si pembeli sebagai jawaban dari perkataan si penjual, misalnya
saya membeli
mobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Sebelum akad terjadi,
biasanya telah terjadi proses tawar menawar terlebih dulu.
Pernyataan ijab kabul tidak harus menggunakan
kata-kata khusus. Yang diperlukan ijab kabul adalah saling rela (ridha) yang
direalisasikan dalam bentuk kata-kata. Contohnya, aku jual, aku berikan, aku
beli, aku ambil, dan aku terima. Ijab kabul jual beli juga sah dilakukan dalam
bentuk tulisan dengan sarat bahwa kedua belah pihak berjauhan tempat, atau
orang yang melakukan transaksi itu diwakilkan. Di zaman modern saat ini, jual
beli dilakukan dengan cara memesan lewat telepon. Jula beli seperti itu sah
saja, apabila si pemesan sudah tahu pasti kualitas barang pesanannya dan
mempunyai keyakinan tidak ada unsur penipuan.
c. Benda yang diperjualbelikan
1) Barang yang diperjualbelikan harus
memenuhi sarat sebagai berikut.
2) Suci atau bersih dan halal barangnya
3) Barang yang diperjualbelikan harus
diteliti lebih dulu
4) Barang yang diperjualbelikan tidak
berada dalam proses penawaran dengan orang lain
5) Barang yang diperjualbelikan bukan
hasil monopoli yang merugikan
6) Barang yang diperjualbelikan tidak
boleh ditaksir (spekulasi)
7) Barang yang dijual adalah milik
sendiri atau yang diberi kuasa
8) Barang itu dapat diserahterimakan
Perilaku atau
sikap yang harus dimiliki oleh penjual
a. Berlaku Benar (Lurus)
Berperilaku benar merupakan ruh keimanan dan ciri
utama orang yang beriman. Sebaliknya, dusta merupakan perilaku orang munafik.
Seorang muslim dituntut untuk berlaku benar, seperti dalam jual beli, baik dari
segi promosi barang atau penetapan harganya. Oleh karena itu, salah satu
karakter pedagang yang terpenting dan diridhai Allah adalah berlaku benar.
Dusta dalam berdagang sangat dicela terlebih
jika diiringi sumpah atas nama Allah. “Empat macam manusia yang dimurkai Allah, yaitu penjual yang suka
bersumpah, orang miskin yang congkak, orang tua renta yang berzina, dan
pemimpin yang zalim.”(HR Nasai dan Ibnu Hibban)
b. Menepati Amanat
Menepati amanat merupakan sifat yang sangat
terpuji. Yang dimaksud amanat adalah mengembalikan hak apa saja kepada
pemiliknya. Orang yang tidak melaksanakan amanat dalam islam sangat dicela.
Hal-hal yang harus disampaikan ketika
berdagang adalah penjual atau pedagang menjelaskan ciri-ciri, kualitas, dan
harga barang dagangannya kepada pembeli tanpa melebih-lebihkannya. Hal itu
dimaksudkan agar pembeli tidak merasa tertipu dan dirugikan.
c. Jujur
Selain benar dan memegang amanat, seorang
pedagang harus berlaku jujur. Kejujuran merupakan salah satu modal yang sangat
penting dalam jual beli karena kejujuran akan menghindarkan diri dari hal-hal
yang dapat merugikan salah satu pihak. Sikap jujur dalam hal timbangan, ukuran
kualitas, dan kuantitas barang yang diperjual belikan adalah perintah Allah
SWT. Firman Allah lihat Al-qur,an on line di gogle
Artinya : Dan (Kami
telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata:
“Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka
sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia
barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu
jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al A’raf : 85)
Sikap jujur pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan
cacat barang dagangan, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Sabda
Nabi Muhammad SAW yang artinya
“Muslim itu adalah saudara muslim, tidak boleh seorang muslim
apabila ia
berdagang dengan saudaranya dan menemukan cacat, kecuali
diterangkannya.”
Lawan sifat jujur adalah menipu atau curang,
seperti mengurangi takaran, timbangan, kualitas, kuantitas, atau menonjolkan
keunggulan barang tetapi menyembunyikan cacatnya. Hadis lain meriwayatkan dari
umar bin khattab r.a berkata seorang lelaki mengadu kepada rasulullah SAW
sebagai berikut “
katakanlah kepada si penjual, jangan menipu! Maka sejak itu apabila dia
melakukan jual beli, selalu diingatkannya jangan menipu.”(HR
Muslim)
BERSAMBUNG
JAKARTA 26/8/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar