KAPAN MENGENAL ALLAH SWT ?
“ Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara
kamu ” (QS. AlHujarat:13).
كنت خزينة خا فية احببت ان اغرف فخلقت
الخلق فتعر فت اليهم فعرفونى
Aku (Allah) adalah perbendaharaan
yang tersembunyi (Ghaib), Aku ingin memperkenalkan siapa Aku, makaaku ciptakanlah
mahluk. Olehkarena itu Aku memperkenalkan DiriKu kepada mereka. Maka mereka itu
mengenal Aku (Hadits Qudsi)
Muqaddimah
Ibnu Qoyyim
dalam kitab Al Fawaidhal 29, mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk
mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara yaitu pertama, melihat
segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali
tanda-tanda kebesaran Allah” seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda
kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190)
Jelas sudah
dari ayat di atas, bahwa Allah tidak melarang bahkan memerintahkan
HambaNyauntuk mengenal diriNya,Ma’rifat kepada Tuhan tidak bisa ditemukan
meskipun dengan menyembahnya secara benar. Ma’rifat dapat ditemukan dengancara
larut dengan-Nya, melalaikandunia secara total dan terus-menerus berpikir
tentang-Nya. Mungkin bagi kita yang hanya sebagai manusia yang tergolong
kedalam golongan ma’rifat mukmin menurut Dzunnin al-Mishrimasih di kategorikan
belum mampu untuk larut dengan-Nya, melalaikan dunia secara total
danterus-menerus berpikir tentang-Nya. Begitu pula yang termasuk ke dalam
golongan ma’rifat ……. Mereka adalah para filosof, ahli ilmu kalam, dan para
pemikir. Mereka hanya mengetahui Allah berdasarkan data-data empiris melalui
penelitian-penelitian.
Mereka tidak
mengenal Allah dan mereka tidak mampu membuka hijab Allah SWT karena mereka
tidak sepenuhnya memusatkan pikiran dan hidup mereka untuk mengetahui Dzat
Allah.
Makna Ma’rifatullah
Istilah
Ma'rifat berasal dari kata "Al-Ma'rifah" yang berarti
mengetahui atau
mengenal sesuatu. Dan apabila dihubungkan dengan
pengamalan
Tasawuf, maka istilah ma'rifat di sini berarti mengenal
Allah ketika
Shufi mencapai maqam dalam Tasawuf.
Kemudian
istilah ini dirumuskan definisinya oleh beberapa Ulama
Tasawuf; antara
lain:
a. Dr. Mustafa
Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama Tasawuf
yang
mengatakan:
"Marifat
adalah ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud
yang wajib
adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaannya."
b. Asy-Syekh
Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiriy mengemukakan pendapat
Abuth Thayyib
As-Saamiriy yang mengatakan:
"Ma'rifat
adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Shufi)...dalam
keadaan hatinya
selalu berhubungan dengan Nur Ilahi..."
c. Imam
Al-Qusyairy mengemukakan pendapat Abdur Rahman bin Muhammad
bin Abdillah
yang mengatakan:
"Ma'rifat
membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu
pengetahuan
membuat ketenangan (dalam akal pikiran). Barangsiapa yang
meningkat
ma'rifatnya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya)."
Pengertian Ma’rifat
Dari segi
bahasa Ma’rifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya
pengetahuan dan pengalaman. Dan dapat pula berarti pengetahuan tentang rahasia
hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang bisa didapati
oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifat adalah pengetahuan yang objeknya bukan
pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih mendalam bathinnyadengan
mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa akal manusia
sanggup mengetahui hakikat ketuhanan dan hakikat itu satu dan segala yang
maujud berasal dari yang satu. Selanjutnya ma’rifat digunakan untuk menunjukkan
pada salah satu tingkatan dalam tasawuf. Ma’rifat muncul seiring dengan adanya
istilah Tasawwuf, dimana dalam Tasawwuf (dalam hal ini para sufi ‘) berusaha
melakukan pendekatan dan pengenalan kepada Allah untuk mencapai tingkat
ma’rifatullah yang tinggi. Disaat itulah mulai dikenal istilah Ma’rifat.
Agar tidak
terjadi kesalahan persepsi atas ma’rifat, ada baiknya kita mendalami kata ini
secara komprehensif menurut pandangan dari sufi pertama yang berbicara tentang
ma’rifat yang spesifik tentang tasawwuf yaitu Dzunnun al-Mishri, beliau
berpendapat bahwa “Ma’rifat Sufistik pada hakekatnya adalah ‘irfan atau Gnost.
Tujuan ma’rifatmenurut beliau adalah berhubungan dengan Allah, musyahadat
terhadap wajah Allahdengan kendalinya jiwa basyariyah kepada eksistensinya yang
inhern, wasilahnya dan mujahadah olah spiritual. Ma’rifat datang ke hati dalam
bentuk kasyf dan Ilham.
Dalam arti
Sufistik, ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan mengenai tuhan melalui hati
sanubari. Pengetahuan ini lengkapdan jelas sehingga jiwa merasa satu dengan
Allah.
Prof DR Harun
Nasution, mengatakan bahwa ma’rifat menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk
gnosis, pengetahuan dengan sanubari. Dalam artian mengetahui Tuhan dari dekat,
sehingga hati-sanubari dapat melihat Tuhan. Oleh karena itu orang-orang sufi
mengatakan :
1. Kalau mata
yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup
dan ketika itu yang dilihatnya hanyalah Allah.
2. Makrifat
adalah cermin, kalau seorang yang arif melihat ke cermin maka yang dilihatnya
hanyalah Allah.
3. Yang dilihat
orang arif saat tidur dan bangun hanyalah Allah.
4. Sekiranya
Ma’rifat mengambil bentuk materi, semua orang yangmelihatnya akan mati
karenatak tahan melihat kecantikan danbentuk keindahannya, dan semuacahaya akan
menjadi gelap disamping cahaya keindahan yanggilang gemilang.
Dari beberapa
definisi di atas dapat kita fahami bahwa ma’rifatadalah mengetahui
rahasia-rahasia Allah dengan hati sanubari. Tujuan yang ingin dicapai ma’rifat
adalah mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan.
Sebagaimana
dikemukakan al-Kalazabi, ma’rifat datang sesudah mahabbah, hal ini disebabkan
karena ma’rifat lebih mengacu pada pengetahuan sedangkan mahabbah menggambarkan
kecintaan.
Allah swt Memberikan Kelebihan Kepada Hamba-Nya
” Sesungguhnya
kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian kami
kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal shalih; maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya ” (QS.Al Bayyinah:4-6).
” Sesungguhnya
Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi manusia kebanyakan tidak
bersyukur ” (QS.Al Baqarah:243), (Al Mu’min:61), (Yunus:60).
” Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendakinya diantara hamba-hamba Nya ” (QS.Al Baqarah:90).
” Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendakinya diantara hamba-hamba Nya ” (QS.Al Baqarah:90).
Allah telah
menyediakan dan memberikan beberapa kelebihan untuk manusia sehingga manusia
yang asal mulanya sama diciptakan dari tanah kemudian mempunyai tingkat
kelebihan yang berbeda disisi Allah karena ketaqwaan dan usaha mereka untuk
mencapai kehadhirat-Nya. Kelebihan Allah yang diberikan kepada manusia diluar
adat kebisaan manusia biasa (Khariqul Adat) dan diluar akal manusia, sehingga
manusia yang mendapatkelebihan dapat berbuat diluar adat dan akal manusia.
1. Para Rasul
Mendapat kelebihan Mu’jizat dengan jalan mendapat Wahyu dari Allah untuk bekal da’wah menegakkan agama Tauhid dan memberantas kemusyrikan.
Mendapat kelebihan Mu’jizat dengan jalan mendapat Wahyu dari Allah untuk bekal da’wah menegakkan agama Tauhid dan memberantas kemusyrikan.
Katakanlah: ”
Sesunggguhnya akuini ( asalnya ) hanya manusia seperti kamu yang diwahyukan
kepadaku. Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa ” (QS. Al
Kahfi:110 ).
“Rasul-rasul itu kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Diantara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan Dia) dan sebagian- sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan kami berikan kepadaIsa putera Maryam beberapa Mu’jizat serta kami perkuat mereka dengan Ruhul Qudus ” (QS.Al Baqarah:253)
“Rasul-rasul itu kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Diantara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan Dia) dan sebagian- sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan kami berikan kepadaIsa putera Maryam beberapa Mu’jizat serta kami perkuat mereka dengan Ruhul Qudus ” (QS.Al Baqarah:253)
2. Para Nabi
Mendapat kelebihan Irhash dengan jalan mendapat Ilham dariAllah untuk bekal da’wah menegakkan kebenaran dan menghapuskan kejahatan.
” Dan sesungguhnya telah kami lebihkan sebagian Nabi-nabi itu diatas sebagian ( yang lain ) dan kami berikan Zabur kepada Daud”(QS. Al Isra:55).
Mendapat kelebihan Irhash dengan jalan mendapat Ilham dariAllah untuk bekal da’wah menegakkan kebenaran dan menghapuskan kejahatan.
” Dan sesungguhnya telah kami lebihkan sebagian Nabi-nabi itu diatas sebagian ( yang lain ) dan kami berikan Zabur kepada Daud”(QS. Al Isra:55).
3. Para Wali
Mendapat Karomah dengan jalan Mujahadah dan Riyadhoh yang tinggi dalam menjalankan pengetahuan tasawuf hingga mencapai Ma’rifat kepada Allah.
Hubungan para wali dengan Allah sudah sangat harmonis sehingga segala kelakuan mereka dalam ketentuan Allah tanpa ada pengaruh syaitan, hawa Nafsu dan keduniaan. Banyak kita temuiKaromah para wali dijagat raya ini yang diluar kemampuan akal dan fisik manusia biasa untukmembuktikan keagungan dan kebenaran Allah.
” Ingatlah,sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa ” (QS. Yunus:62-63)
Mendapat Karomah dengan jalan Mujahadah dan Riyadhoh yang tinggi dalam menjalankan pengetahuan tasawuf hingga mencapai Ma’rifat kepada Allah.
Hubungan para wali dengan Allah sudah sangat harmonis sehingga segala kelakuan mereka dalam ketentuan Allah tanpa ada pengaruh syaitan, hawa Nafsu dan keduniaan. Banyak kita temuiKaromah para wali dijagat raya ini yang diluar kemampuan akal dan fisik manusia biasa untukmembuktikan keagungan dan kebenaran Allah.
” Ingatlah,sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa ” (QS. Yunus:62-63)
4. Para
shalihin (orang-orang yang salih)
Mendapat Ma’unah karena ketaqwaan mereka kepada Allah dan Istiqomah dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhkan laranganNya.
Mendapat Ma’unah karena ketaqwaan mereka kepada Allah dan Istiqomah dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhkan laranganNya.
“ Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
bertaqwa di antara kamu ” (QS. AlHujarat:13).
” Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapaderajat, Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan ” (QS.Al Mujadilah:11).
” Dan Allah mempunyai kelebihan ( yang dicurahkan ) atas orang-orang yang beriman ” (QS. Ali Imran:152).
” Dan Allah mempunyai kelebihan ( yang dicurahkan ) atas orang-orang yang beriman ” (QS. Ali Imran:152).
Mendekatkan Diri Kepada Allah
Orang mukmin
yang sejati wajib memberikan apa yang dia mampu untuk mencari jalan (jalan=
Thoriqot) untuk mendekatkan dirinya
kepada Allah, maka dia wajib merambah jalan menuju ma’rifat. Jalan terbaik yang
dimaksud adalah dengan : ”Melakukan segala perintah wajib dan meninggalkan
segala larangan”.(Lihat kitab: Thoriqoh). Maka dengan menghiasi hati dengan
sifat- sifat terpuji dan menjauhkan diri dari segala sifat tercela dan selalu
Tafakkur, maka berarti ia akan sampai pada jalan makrifatullah.
Orang yang
telah sampai pada derajat Makrifatullah, telah dianggap dekat kepada Allah
ketika perbuatannya menjadi sangat baik dan hatinya tidak henti-hentinya
berfikir tentang sifat Allah yang menjadikan rasa takut (Khouf) sebagai cambuk
untuk tingkah lakunya dan rasa cinta (Mahabbah) sebagai kendali dalam imannya,
sebagai petunjuk kepada Allah dalam mencari keridlaan Nya.
Menurut Syeikh
Rifa’i bagaimanapun juga seorang hamba sampai kepada derajat tertinggi dalam
ma’rifatnya dan telah sanggup mendekatkan diri kepada Allah dengan segala
pengabdiannya,mereka tetap saja takkan mungkin dapat melihat dzatnya Allah.
Karena Dzat Allah hanya akan dapat dilihat “Bagaikan Bulan Purnama” di sorga
nanti bagi para penghuni sorga.
Hamba yang
dapat melihat di dunia ini satu-satunya hanyalah Nabi Muhammad SAW. Itupun
tatkala beliau Mi’roj kelangit, bukan didunia ini. Manusia selain Muhammad
tidak akan bisa melihat dengan penglihatan mata kepala dan tidak akan dapat melihat
Dzat Allah kecuali bagi golongan para nabi dan rasul yang mempunyai sifat-sifat
istimewa.
Penghalang Melakukan Ma’rifat
Syaitan selalu
berusaha untuk menghalangi usaha manusia dalammencapai kelebihan Allah
(Melakukan Ma’rifat) dengan bermacam halangan agar manusiatidak dipandang oleh
Allahdan jauh dari rahmatNya. ”Syaitan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan
dan menyuruhkamu berbuat kejahatan” (QS.Al Baqarah:268). Ada beberapa
penghalang yang berupa dosa yang menghalangi manusia untuk mencapai kelebihan
Allah diantaranya dosa-dosa itu adalah:
• Perbuatan Maksiat
• Mengikuti Hawa nafsu
• Cinta pada dunia
• Mengikuti dogma / ajaran yang dilarang agama.
• Perbuatan Maksiat
• Mengikuti Hawa nafsu
• Cinta pada dunia
• Mengikuti dogma / ajaran yang dilarang agama.
Penutup
D alam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta kepada Allah
adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki
derajad/level yang tinggi. “(Allah) mencintai mereka dan
merekapunmencintai-Nya.” (QS. 5: 54). Dalam tasawuf, setelah di raihnya maqam
mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buahdari mahabbah itu
sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, danlain
lain nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta kepada Allah).
Dalam buku “Mahabbatullah” (mencintai Allah), Imam Ibnu Qayyim menuturkan tahapan-tahapan menuju wahana cinta Allah. Bahwasanya cinta senantiasa berkaitan dcngan amal. Dan amal sangat tergantung pada keikhlasan kalbu, disanalah cinta Allah berlabuh. Itu karena Cinta Allah merupakan refleksi dari disiplin keimanan dan kecintaan yang terpuji, bukan kecintaan yang tercela yang menjerumuskan kepada cinta selain Allah
Tidak ada pemberi nikmat dan kebaikan yang hakiki selain Allah. Oleh sebab itu, tidak ada satu pun kekasih yang hakiki bagi seorang hamba yang mampu melihat dengan mata batinnya, kecuali Allah SWT. Sudah menjadi sifat manusia, ia akan mencintai orang baik, lembut dan suka menolongnya dan bahkan tidak mustahil ia akan menjadikannya sebagai kekasih. Siapa yang memberi kita semua nikmat ini? Dengan menghayati kebaikan dankebesaran Allah secara lahir dan batin, akan mengantarkan kepada rasa cinta yang mendalamkepadaNya.
Ketertundukan hati secara total di hadapan Allah, disinilah kita sebagai hamba Allah bisa membuktikan
bahwa ma’rifat kepada Allah juga tertanam dalamkalbu kita, berusaha
mewujudkannya dalam setiap perbuatan, ibadah dan merealisasikannya dalam
kehidupan sehingga kita termasuk dalam golongan ma’rifatullah.Amiin...
Wallah A’lam
Bishawab
JAKARTA
29/8/2013