BISIKAN SETAN YANG TERSEMBUNYI
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١﴾ مَلِكِ النَّاسِ ﴿٢﴾ إِلَٰهِ
النَّاسِ ﴿٣﴾ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ ﴿٤﴾ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي
صُدُورِ النَّاسِ ﴿٥﴾ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ﴿٦﴾
1.
Katakanlah, “Aku berlidung kepada Tuhan (yang
memelihara dan menguasai) manusia.
2. Raja manusia.
3. Sembahan manusia.
4. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. Dari (golongan) jin dan manusia.”ANNAS
2. Raja manusia.
3. Sembahan manusia.
4. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. Dari (golongan) jin dan manusia.”ANNAS
Sedangkan pada surat An-Naas ini ancamannya dapat mencelakakan
manusia baik di dunia maupun di akhirat. Ancaman yang sangat halus, bukan
merupakan kata-kata yang dapat didengar, sehingga sulit untuk di deteksi.
Kemudian yang dijadikan sasarannya adalah hati, di mana hati manusia merupakan
raja dari seluruh anggota tubuh. Tentang hal tersebut Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا
فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya dalam tubuh ini ada segumpal daging, jika baik, maka
baiklah seluruh tubuhnya, jika rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya.
Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari & Muslim)
مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
“Dari kejahatan (bisikan)
syaithan yang biasa bersembunyi.”
Makna Al was-was adalah bisikan
yang betul-betul tersembunyi dan samar, adapun al khannas adalah mundur. Maka
bagaimana maksud dari ayat ini?
Maksudnya, bahwasanya syaithan
selalu menghembuskan bisikan-bisikan yang menyesatkan manusia disaat manusia
lalai dari berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Barangsiapa yang berpaling dari
pengajaran Rabb yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya syaitan
(yang menyesatkan). Maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu
menyertainya.” (Az Zukhruf: 36)
Adapun ketika seorang hamba
berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala, maka syaithan bersifat khannas yaitu
‘mundur’ dari perbuatan menyesatkan manusia. Sebagaimana dalam firman-Nya
(artinya):
“Sesungguhnya syaitan itu tidak
mempunyai kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada
Rabb-nya.” (An Nahl: 99)
Jawaban ini dikuatkan oleh Al
Imam Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya ketika membawakan penafsiran dari
Sa’id bin Jubair dan Ibnu ‘Abbas, yaitu: “Syaithan bercokol di dalam hati
manusia, apabila dia lalai atau lupa maka syaithan menghembuskan was-was
padanya, dan ketika dia mengingat Allah subhanahu wata’ala maka syaithan lari
darinya.
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
“Yang membisikkan (kejahatan) ke
dalam dada manusia.”
Inilah misi syaithan yang selalu
berupaya menghembuskan was-was kepada manusia. Menghiasi kebatilan sedemikian
indah dan menarik. Mengemas kebenaran dengan kemasan yang buruk. Sehingga
seakan-akan yang batil itu tampak benar dan yang benar itu tampak batil.
Cobalah perhatikan, bagaimana
rayuan manis syaithan yang dihembuskan kepada Nabi Adam dan istrinya. Allah
subhanahu wata’ala kisahkan dalam firman-Nya (artinya):
“Maka syaitan membisikkan pikiran
jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari
mereka yaitu auratnya, dan syaitan berkata: “Rabb-mu tidak melarangmu untuk
mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau
tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam al jannah/surga)”. (Al A’raf: 20)
Hati sebagai raja adalah yang memerintah seluruh anggota tubuh.
Jika hatinya cenderung kepada ketaatan, maka anggota tubuhnya akan melaksanakan
kebaikan tersebut. Dan begitu pula sebaliknya. Syaitan menjadikan hati sebagai
target utama karena hati adalah ‘tiket’ keselamatan seorang hamba di akhirat,
di mana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَوْمَ
لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُوْنَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih/selamat (saliim).” (QS.
Asy-Syu’ara: 88-89)
Orang yang selamat di akhirat adalah orang datang menjumpai Allah
dengan hati yang bersih (Qolbun Saliim). Bersih dan selamat dari
penyakit syubhat dan syahwat. Syubhat adalah bisikan-bisikan syaitan terhadap
seorang hamba sehingga dia meyakini kebenaran sebagai kebatilan, yang sunah
sebagai bid’ah dan sebaliknya. Sedangkan syahwat adalah bisikan syaitan untuk
mengikuti segala yang diinginkan oleh jiwa, meskipun harus menentang aturan
Allah subhanahu wa ta’ala. Jika seorang hamba selalu memperturutkan syahwatnya
dan melanggar aturan Allah, maka lama-kelamaan hatinya akan menganggap
kemaksiatannya itu adalah suatu hal yang biasa, sehingga menjerumuskannya
kepada penghalalan suatu yang diharamkan Allah.
Jika hati diumpamakan sebagai sebuah benteng, maka syaitan adalah
musuh yang hendak masuk dan menguasai benteng tersebut. Setiap benteng memiliki
pintu-pintu yang jika tidak dijaga maka syaitan akan dapat memasukinya dengan
leluasa. Pintu-pintu itu adalah sifat-sifat manusia yang banyak sekali
bilangannya. Di antaranya seperti; cinta dunia, syahwat dan lain sebagainya.
Jika dalam hati masih bersemayam sifat-sifat tersebut, maka syaitan akan mudah
berlalu lalang dan memasukan bisikannya, sehingga mencegahnya dari mengingat
Allah dan mengisi hati dengan takwa.
Syaitan Jin dan Manusia
Di kalangan masyarakat ada yang menganggap bahwa syaitan, jin dan
iblis adalah jenis makhluk tersendiri. Maka ayat terakhir dari surat ini
membantah anggapan yang salah tersebut. Sesungguhnya makhluk yang mendapatkan
beban syariat ada dua; yaitu jin dan manusia. Iblis merupakan bangsa jin
berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang maknanya:
وَإِذْ
قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوْا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيْسَ كَانَ
مِنَ الجِنِّ
“Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu
kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan
jin…” (QS. Al-Kahfi: 50)
Sedangkan syaitan adalah sejahat-jahat makhluk dari kalangan jin
dan manusia yang mengasung sebagian kepada yang lain ke neraka.
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيِّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ الإِنْسِ وَالجِنِّ يُوحِي
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ القَوْلِ غُرُورًا
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada
sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu…” (QS.
Al-An’am: 112)
Keutamaan surat An Naas
Surat ini termasuk golongan surat
Makkiyah (turun sebelum hijrah) menurut pendapat para ulama di bidang tafsir,
diantaranya Ibnu Katsir Asy Syafi’i dan Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’dy.
Surat An Naas merupakan salah
satu Al Mu’awwidzataini. Yaitu dua surat yang mengandung permohonan perlindungan,
yang satunya adalah surat Al Falaq. Kedua surat ini memiliki kedudukan yang
tinggi diantara surat-surat yang lainnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
أُنْزِلَ أَوْ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آيَاتٌ لَمْ يُرَ
مِثْلُهُنَّ قَطُّ الْمُعَوِّذَتَيْنِ
“Telah diturunkan kepadaku
ayat-ayat yang tidak semisal dengannya yaitu Al Mu’awwidataini (surat An Naas
dan surat Al Falaq).” (H.R Muslim no. 814, At Tirmidzi no. 2827, An Naasa’i no.
944)
Setelah turunnya dua surat ini,
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mencukupkan keduanya sebagai bacaan
(wirid) untuk membentengi dari pandangan jelek jin maupun manusia. (HR. At
Tirmidzi no. 1984, dari shahabat Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu)
Namun bila disebut Al
Mu’awwidzat, maka yang dimaksud adalah dua surat ini dan surat Al Ikhlash. Al
Mu’awwidzat, salah satu bacaan wirid/dzikir yang disunnahkan untuk dibaca
sehabis shalat. Shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir membawakan hadits dari Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau shalallahu ‘alaihi wasallam berkata:
اقْرَأُوا الْمُعَوِّذَاتِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ
“Bacalah Al Mu’awwidzat pada
setiap sehabis shalat.” (HR. Abu Dawud no. 1523, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al
Albani dalam Ash Shahihah no. 1514)
Al Mu’awwidzat juga dijadikan
wirid/dzikir di waktu pagi dan sore. Barangsiapa yang membacanya sebanyak tiga
kali diwaktu pagi dan sore, niscaya Allah subhanahu wata’ala akan mencukupinya
dari segala sesuatu. (HR. Abu Dawud no. 4419, An Naasaa’i no. 5333, dan At
Tirmidzi no. 3399)
Demikian pula disunnahkan membaca
Al Mu’awwidztat sebelum tidur. Caranya, membaca ketiga surat ini lalu meniupkan
pada kedua telapak tangannya, kemudian diusapkan ke kepala, wajah dan
seterusnya ke seluruh anggota badan, sebanyak tiga kali. (HR. Al Bukhari 4630
Al Muawwidzat juga bisa dijadikan
bacaan ‘ruqyah’ (pengobatan ala islami dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an).
Dipenghujung kehidupan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau dalam
keadaan sakit. Beliau meruqyah dirinya dengan membaca Al Muawwidzat, ketika
sakitnya semakin parah, maka Aisyah yang membacakan ruqyah dengan Al Muawwidzat
tersebut. (HR. Al Bukhari no. 4085 dan Muslim no. 2195)
Wallahu a’lam.
Rujukan:
- Taisir Karimirrahman fii Tafiiril Kalamil Mannaan (Syaikh Abdurrahaman bin Nashir As-Sa’dy).
- Terjemahan Mukhtashor Minhajul Qashidin (Ibnu Qudamah).
- Tafsiir ‘Usyril Akhiir Minal Qur’anil Kariim (DR. Sulaiman Al-Asyqor).
By Abi Azman.Jakarta
11/4/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar