BULAN SYA’BAN
"Beliau biasanya berpuasa
sampai kami mengatakan sungguh telah berpuasa (terus). Dan beliau berbuka
sampai kami mengatakan sungguh beliau telah berbuka. Dan aku tidak melihat
beliau berpuasa yang lebih banyak dibandingkan pada bulan
Sya’ban. Biasanya beliau berpuasa pada bulan Sya’ban semuanya, dan biasanya
beliau berpuasa pada bulan sya’ban kecuali sedikit." (HR. Muslim)
Dalam riwayat Abu Daud (dikatakan),
"Sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa
sebulan penuh dalam setahun kecuali pada bulan Sya’ban dilanjutkan ke
Ramadhan." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam shahih Abu Daud, no. 2048)
Muqaddimah
Bulan Sya’ban
memiliki beberapa keutamaan di antaranya bulan tersebut adalah persiapan
menjelang puasa Ramadhan. Di antara amalan yang utama di bulan ini adalah
melakukan puasa sunnah Sya’ban. Yang dianjurkan adalah memperbanyak puasa pada
bulan tersebut dan harinya pun bebas memilih sesuai kemampuan.
Keutamaan Bulan Sya’ban
Dari Usamah bin
Zaid, beliau berkata, “Katakanlah wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu
berpuasa selama sebulan dari bulan-bulannya selain di bulan Sya’ban”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Bulan
Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab
dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada
Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa
ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini hasan).
Ibnu Rajab rahimahullah
mengatakan, “Dalam hadits di atas terdapat dalil mengenai dianjurkannya
melakukan amalan ketaatan di saat manusia lalai. Inilah amalan yang dicintai di
sisi Allah.” (Lathoif Al Ma’arif, 235)
Amalan di Bulan Sya’ban
Terdapat suatu
amalan yang dapat dilakukan di bulan ini yaitu amalan puasa. Bahkan Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri banyak berpuasa ketika bulan Sya’ban
dibanding bulan-bulan lainnya selain puasa wajib di bulan Ramadhan.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau
tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak
berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain
pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih
banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan
Muslim no. 1156)
‘Aisyah radhiyallahu
‘anha juga mengatakan,
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih
banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa
pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)
Dalam lafazh
Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.
Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156)
Dari Ummu
Salamah, beliau mengatakan,
أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلاَّ شَعْبَانَ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ.
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setahun tidak berpuasa sebulan penuh selain
pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan Ramadhan.”
(HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Malam Nishfu
Sya’ban
Ulama berselisish pendapat tentang status keutamaan malam nishfu Sya’ban.
Setidaknya ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam masalah ini.
Berikut keterangannya:
Pendapat pertama, tidak ada keuatamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban. Statusnya sama
dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang
menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban adalah hadis lemah. Al Hafidz Abu
Syamah mengatakan: Al Hafidz Abul Khithab bin Dihyah –dalam kitabnya tentang
bulan Sya’ban– mengatakan, “Para ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan,
‘Tidak terdapat satupun hadis shahih yang menyebutkan keutamaan malam nishfu
Sya’ban’.” (Al Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, Hal. 33).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga mengingkari adanya keutamaan bulan Sya’ban
dan nishfu Sya’ban. Beliau mengatakan, “Terdapat beberapa hadis dhaif tentang
keutamaan malam nishfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun
hadis yang menyebutkan keutamaan shalat di malam nishfu Sya’ban, semuanya
statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” (At Tahdzir
min Al Bida’, Hal. 11)
Pendapat kedua, terdapat keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban. Pendapat ini
berdasarkan hadis shahih dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu, dimana
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah melihat pada
malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang
musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibn Majah, At Thabrani, dan
dishahihkan Al Albani).
Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syaikhul Islam mengatakan,
“…pendapat yang dipegangi mayoritas ulama dan kebanyakan ulama dalam Madzhab
Hambali adalah meyakini adanya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Ini juga sesuai
keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini,
serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi’in…” (Majmu’
Fatawa, 23:123)
Ibn Rajab mengatakan, “Terkait malam nishfu Sya’ban, dulu para tabi’in
penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan
beberapa tabi’in lainnya, mereka memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam
beribadah di malam itu…” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 247).
Hikmah di Balik Puasa Sya’ban
1. Bulan
Sya’ban adalah bulan tempat manusia lalai. Karena mereka sudah terhanyut dengan
istimewanya bulan Rajab (yang termasuk bulan Harom) dan juga menanti bulan
sesudahnya yaitu bulan Ramadhan. Tatkalah manusia lalai, inilah keutamaan
melakukan amalan puasa ketika itu. Sebagaimana seseorang yang berdzikir di
tempat orang-orang yang begitu lalai dari mengingat Allah -seperti ketika di
pasar-, maka dzikir ketika itu adalah amalan yang sangat istimewa. Abu Sholeh
mengatakan, “Sesungguhnya Allah tertawa melihat orang yang masih sempat
berdzikir di pasar. Kenapa demikian? Karena pasar adalah tempatnya orang-orang
lalai dari mengingat Allah.”
2. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa berpuasa setiap bulannya sebanyak tiga hari.
Terkadang beliau menunda puasa tersebut hingga beliau mengumpulkannya pada
bulan Sya’ban. Jadi beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam apabila
memasuki bulan Sya’ban sedangkan di bulan-bulan sebelumnya beliau tidak
melakukan beberapa puasa sunnah, maka beliau mengqodho’nya ketika itu. Sehingga
puasa sunnah beliau menjadi sempurna sebelum memasuki bulan Ramadhan
berikutnya.
3. Puasa
di bulan Sya’ban adalah sebagai latihan atau pemanasan sebelum memasuki bulan
Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa sebelum puasa Ramadhan, tentu
dia akan lebih kuat dan lebih bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan
Ramadhan. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 234-243)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita mengikuti suri tauladan kita untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Semoga dengan melakukan hal ini kita termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita mengikuti suri tauladan kita untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Semoga dengan melakukan hal ini kita termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut.
وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Dan
senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah
sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi
petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk
pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada
tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia
gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku
mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.”
(HR. Bukhari no. 2506). Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah
(mustahab) akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk
pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan
orang seperti ini keutamaan dengan mustajabnya (terkabulnya) do’a. (Faedah
dari Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad)
Hukum Puasa Penuh di Sya'ban ?
Para ulama
berbeda pendapat dalam mengkompromikan dua hadits ini,
Sebagian mereka
berpendapat hal ini terkait dengan perbedaan waktu. Pada sebagian
tahun beliau sallallahu alaihi wa sallam berpuasa Sya’ban secara
penuh. Dan pada sebagian tahun lainnya beliau sallallahu alaihi wa salam
berpuasa kecuali sedikit (yang tidak berpuasa). Pendapat ini adalah pilihan
Syekh Ibnu Baz rahimahullah." (Silakan lihat Majmu Fatawa Syekh Ibnu Baz,
15/416).
Sebagian
lainnya berpendapat, bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam tidak pernah
berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhan. Sementara hadits Ummu Salamah maksudnya
adalah berpuasa bulan Sya’ban kecuali sedikit (yang tidak berpuasa). Mereka
mengatakan bahwa dari sisi bahasa kalau seseorang sering berpuasa, dibolehkan
mengatakan berpuasa sebulan penuh.
Al-Hafiz
berkata: “Sesungguhnya hadits Aisyah menjelaskan bahwa maksud dari hadits Ummu
Salamah, bahwa Beliau sallallahu alaihi wa sallam tidak berpuasa dalam setahun
sebulan penuh kecuali Sya’ban bersambung dengan Ramadhan.” Yakni bahwa beliau
lebih banyak berpuasanya. At-Tirmizi mengutip dari Ibnu Mubarak sesungguhnya
beliau berkata, "Dalam bahasa Arab dibolehkan mengatakan telah berpuasa
sebulan penuh bagi orang yang berpuasa pada sebagian besar hari dalam
satu bulan tersebut."
Ath-Thayyiby
berkata, dimungkinkan beliau sekali berpuasa Sya’ban secara penuh, dan di lain
waktu berpuasa sering dalam bulan itu, agar tidak disimpulkan kalau hal
itu wajib dilakukan sebulan penuh, seperti Ramadhan. Kemudian Al-Hafiz
mengomentari, "Pendapat pertama lebih tepat."
Maksudnya bahwa
Nabi sallallahu alaihi wa sallam tidak melakukan puasa Sya’ban sebulan penuh.
Dengan dalil riwayat Muslim, no. 746 dari Aisyah radhiallahu anha, belaiu
berkata, "Tidak aku ketahui bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam
membaca Al-Qur’an semalam penuh, tidak juga melakukan shalat malam sampai
subuh. Dan tidak berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhan."
Begitu juga
berdasarkan riwayat Bukhari, no. 1971 dan Muslim, no. 1157 dari Ibnu Abbas
radhiallahu anhuma dia berkata, "Nabi sallallahu alahi wa sallam tidak
pernah berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhan."
As-Sindy
berkata dalam menjelaskan hadits Ummu Salamah, “Teks 'Melanjutkan (puasa)
Sya’ban ke Ramadhan’ yakni berpuasa di kedua bulan. Yang tampak dari teks
tersebut adalah berpuasa Sya’ban sebulan penuh. Akan tetapi terdapat riwayat
yang menunjukkan sebaliknya. Oleh karena itu dipahami bahwa beliau
berpuasa pada sebagian besar harinya, sehingga seakan-akan beliau
berpuasa penuh dan bersambung ke bulan Ramadhan."
Kalau
dikatakan, apa hikmahnya memperbanyak berpuasa di bulan Sya’ban? Maka jawabannya
adalah perkataan Al-Hafidz: “Yang lebih tepat apa yang diriwayatkan oleh Nasa’i
dan Abu Daud serta dishahihkan oleh Ibnu Huzaimah dari Usamah bin Zaid, dia
berkata, saya bertanya: “Wahai Rasulullah, aku tidak melihat engkau (sering)
berpuasa dalam satu bulan seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban?"
Beliau bersabda: “Itu adalah bulan yang kebanyakan orang melalaikannya yaitu
antara Rajab dan Ramadhan. Yaitu bulan yang di dalamnya di
angkat amalan-amalan kepada Allah, Tuhan seluruh alam. Maka aku ingin amalanku
di angkat, aku dalam kondisi berpuasa.” (Dinyatakan hasan oleh
Al-Albany dalam Shahih An-Nasa’i, no. 2221)
Wallahu’alam .
BY ABI
FAID.22/5/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar