ZAKAT FITRAH Pembersih Jiwa
فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ
اَلْفِطْرِ, صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ: عَلَى اَلْعَبْدِ
وَالْحُرِّ, وَالذَّكَرِ, وَالْأُنْثَى, وَالصَّغِيرِ, وَالْكَبِيرِ, مِنَ
اَلْمُسْلِمِينَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ اَلنَّاسِ إِلَى
اَلصَّلَاةِ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha' kurma atau satu sha' gandum, atas
budak dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak kecil dan orang besar
dari kalangan orang Islam. Dan beliau memerintahkan agar ditunaikan sebelum
orang-orang pergi menunaikan shalat ('idul Fitri)." (Muttafaq Alaih)
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari
perbuatan sia-sia dan perkataan buruk, dan sebagai makanan untuk orang-orang
miskin." (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)
Muqaddimah
Sasaran akhir puasa Ramadhan adalah la’allakum
tasykurun, artinya supaya kamu bersyukur (QS.2, al Baqarah: 185).
Tidak sempurna kehidupan bermasyarakat bila kegembiraan rasa syukur ini tidak
di iringi dengan peduli kepada orang sekeliling, terutama kepada yang belum
bernasib baik, fuqarak wal masakin.
Pembuktiannya adalah dengan mengeluarkan zakat fithrah bagi meringankan
beban derita kaum tak berpunya. Satu bimbingan Islam dalam merasakan suatu
kegembiraan secara bersama (ijtima’i).
Zakat fitrah adalah zakat/sedekah yang diwajibkan untuk dikeluarkan dengan
selesainya puasa bulan Ramadhan. Hal ini sebagai pembersih bagi seorang shaim
atas puasanya dari perbuatan sia-sia dan perkataan buruk. Di samping itu, juga
sebagai bentuk belas kasih kepada orang-orang miskin agar mereka memiliki kecukupan
saat hari bahagia (hari raya) sehingga tidak meminta-minta.
Ukuran Zakat Fitrah
Dari hadits-hadits yang lalu, jelas sekali bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam menentukan ukuran zakat fitrah adalah 1 sha'. Tapi berapa
1 sha' itu?
1 sha' sama dengan 4 mud. Sedangkan 1 Mud sama dengan 1 cakupan dua telapak
tangan yang berukuran sedang. Lalu berapa bila diukur dengan kilogram (Kg)?
Tentu yang demikian ini tidak bisa tepat dan hanya bisa diperkirakan/ditaksir.
Oleh karenanya, ulama pun berbeda pendapat ketika mengukurnya dengan kilogram.
Dalam Shahih Fiqih Sunnah, 1 sha': 2, 157 Kg.
Dewan Fatwa Saudi Arabia atau al-Lajnah ad-Daimah yang diketuai Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz memperkirakan 3 Kg. (Fatawa al-Lajnah,
9/371).
Adapun Syaikh Ibnu Utsaimin berpendapat sekitar 2,040 Kg. (Fatawa
Arkanil Islam, hal. 429).
Tata Cara pembayaran zakat fithrah
1. Dibayar sebelum
shalat Idul Fithri. Bila dibayar sesudah Idul Fithri, nilainya sama dengan
sedekah biasa.
2. Boleh
dibayar sejak awal Ramadhan, tidak boleh ditangguhkan pembahagiannya
sampai selesai shalat ‘Ied, kecuali dalam keadaan darurat, dimana didaerah itu
tidak ada orang miskin sama sekali.
3. Lebih utama dibagikan
kepada orang yang membutuhkan secara merata.
4. Boleh
dibagikan kepada salah seorang dari fakir miskin melebihi jumlah yang yang
diterima lainnya karena dilihat dari kebutuhan atau hubungan kekerabatan.
5. Bila
dibagikan oleh amil, amillah yang berhak menentukan yang paling tepat menerima.
Dalam hal ini amil mesti tahu siapa yang paling berhak menerima,
6. Sebaiknya
dengan makanan yang kita makan. Boleh dihitung dengan nilai uang seharga
makanan yang dikeluarkan (3 sha’, atau 2,5 kg = sepuluh tekong beras). Langkah
yang lebih baik berihtiyat (hati-hati) dengan memperhatikan kebutuhan di
saat itu.
7. Boleh
dibayarkan kepada,
a. fuqarak wal masakin. Yaitu
orang penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dihari itu.
b. Boleh juga
kepada badan sosial yang memikul beban berat umpama dalam mengurus beban
menanggung anak yatim, mashlahat umum menyangkut kesejahteraan sosial
(pengentasan kemiskinan umat). Tidak terbatas jumlah boleh menerimanya. Sesuai
bimbingan Rasulullah SAW; “aghnuhum ‘anis-suaal fii hadzal yauma, artinya
kayakanlah mereka (orang-orang tak berpunya) itu dari masalah minta-meminta
pada hari lebaran ini
c. Boleh juga
kepada orang yang baru masuk Islam (muallaf) yang seringkali kehilangan
sumber pekerjaan setelah menyatakan masuk Islam dan dikucilkan oleh keluarganya
yang bukan Muslim..
Karena itu, zakat fithrah bila tidak dibayar, puasanya tergantung antara
bumi dan langit (al Hadist). Hakikatnya, “zakat fithrah menjadi pembersih bagi
orang yang berpuasa dari perbuatan yang tercela dan dari dosa, serta sebagai
makanan bagi orang-orang miskin” (HR.Abu Daud).
Penerima Zakat
Para ulama berselisih tentang siapa yang berhak menerima zakat fitrah dalam
dua pendapat: Pertama, Zakat fitrah hanya diberikan kepada
fuqara' dan orang-orang miskin berdasarkan nash yang menyebutkan tentang
hikmahnya, "Dan sebagai makanan untuk orang-orang miskin." Dan
penyebutan secara khusus ini menjadi dalil bahwa yang berhak menerima zakat
fitrah adalah kaum miskin, bukan selain mereka. (Lihat Ithaf al-Kiram, ta'liq
atas Bulughul Maram, Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri: 177)
Ini adalah pendapat Malikiyah dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa: 25/72.
Kedua, penerima
zakat fitrah adalah delapan golongan penerima zakat. Ini adalah pendapat jumhur
ulama, kecuali Malikiyah. Di antara alasannya, disebutkannya sebagaian ashnaf
(penerima zakat), tidak berarti menghususkan pada mereka saja.
Pendapat yang lebih rajih (kuat) adalah pendapat pertama, demikian menurut
pengarang Shahih Fiqih Sunnah. Alasannya, karena selaras dengan disyariatkannya
zakat fitrah, yaitu sebagai "makanan bagi orang-orang miskin."
Alasan lainnya,
karena zakat fitrah serupa dengan kafarah. Yakni sebagai penebus atas
kekurangan dan aib dalam pelaksanaan ibadah shiyam. Karenanya, tidak sah
kecuali diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.
Zakat Fitrah Dengan Uang
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal ini.
Pendapat Pertama, tidak boleh
mengeluarkan dalam bentuk uang. Ini adalah pendapat Imam Malik, asy-Syafi'i,
Ahmad, dan Abu Dawud. Alasannya, syariat telah menyebutkan apa yang mesti
dikeluarkan, sehinga tak boleh menyelisihinya. Zakat juga tidak lepas dari
bagian ibadah, maka yang seperti ini bentuknya harus mengikuti perintah Allah subhanahu
wata'ala. Selain itu, jika dengan uang maka akan membuka peluang untuk
menentukan sendiri harganya. Sehingga menjadi lebih selamat jika menyelaraskan
dengan apa yang disebutkan dalam hadits.
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, "Ucapan-ucapan Imam
Syafi'i sepakat bahwa tidak boleh mengeluarkan zakat dengan nilainya
(uang)." (al-Majmu': 5/401).
Abu Dawud rahimahullah mengatakan, "Aku mendengar Imam Ahmad
ditanya: 'bolehkan saya memberi uang dirham –yakni dalam zakat fitrah-?' beliau
menjawab: 'saya khawatir tidak sah, menyelisihi sunnah Rasulullah'."
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, "Yang tampak dari Madzhab
Ahmad bahwa tidak boleh mengeluarkan uang pada zakat (fitrah)."
(al-Mughni, 4/295).
Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin, dan Syaikh Shalih al-Fauzan rahimahumullah.
(lihat Fatawa Ramadlan, 2/918-928).
Pendapat Kedua, boleh mengeluarkannya
dalam bentuk uang yang senilai dengan apa yang wajib ia keluarkan dari
zakatnya, dan tidak ada beda antara keduanya. Ini adalah pendapat Abu Hanifah.
Dan pendapat pertama itulah yang kuat.
Atas dasar itu, bila seorang muzakki (yang mengeluarkan zakat) memberi uang
pada amil, maka amil diperbolehkan menerimanya jika posisinya sebagai wakil
dari muzakki. Selanjutnya, amil tersebut membelikan beras, misalnya, untuk
muzakki dan menyalurkannya kepada fuqara' dalam bentuk beras, bukan uang.
Namun, sebagian ulama membolehkan mengganti harta zakat dalam bentuk uang
dalam kondisi tertentu, tidak secara mutlak. Yaitu ketika hal itu lebih
bermaslahat bagi orang-orang fakir dan lebih mempermudah bagi orang kaya.
Ini merupakan pilihan Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Beliau berkata,
"boleh mengeluarkan uang dalam zakat bila ada kebutuhan dan maslahat.
Contohnya, seseorang menjual hasil kebun dan tanamannya. Jika ia mengeluarkan
zakat 1/10 (sepersepuluh) dari uang dirhamnya maka sah. Ia tidak perlu membeli
kurma atau gandum terlebih dahulu. Imam Ahmad telah menyebutkan
kebolehannya." (Dinukil dari Tamamul Minnah, hal. 380).
Beliau juga mengatakan dalam Majmu' Fatawa (25/82-83), "yang kuat
dalam masalah ini bahwa mengeluarkan uang tanpa kebutuhan dan tanpa maslahat
yang kuat maka tidak boleh . . . . . karena jika diperbolehkan mengeluarkan
uang secara mutlak, maka boleh jadi si pemilik akan mencari jenis-jenis yang
jelek. Bisa jadi juga dalam penentuan harga terjadi sesuatu yang merugikan. . .
. Adapun mengeluarkan uang karena kebutuhan dan maslahat atau untuk keadilan
maka tidak mengapa . . . ."
Ibnu Taimiyyah: "yang kuat dalam masalah ini bahwa mengeluarkan uang
tanpa kebutuhan dan tanpa maslahat yang kuat maka tidak boleh." Pendapat
ini dipilih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah sebagaimana disebutkan
dalam Tamamul Minnah. (hal. 379-380).
Jika memilih pendapat ini, yang perlu diperhatikan, haruslah sangat
memperhatikan sisi maslahat yang disebutkan tadi dan tidak boleh sembarangan
dalam menentukan, sehingga berakibat menggampangkan masalah ini.
Syaikh Abu Malik Kamal dalam Shahih Fiqih Sunnah (III/109) mengatakan,
"Pada dasarnya mengeluarkan zakat fitrah harus berdasarkan nash yang ada.
Tidak boleh diganti dengan harganya kecuali karena darurat, kebutuhan, atau
mashlahat yang dominan. Apabila demikian maka boleh mengeluarkan dengan
harganya."
Syari’at zakat dan Hikmahnya
1. Zakat Fithrah,
kewajibannya fardhu’ain bagi setiap Muslim. Apabila dia telah memasuki bulan
Ramadhan dan memasuki Idul Fithri. Tidak peduli, apakah dirinya sudah akil
baligh ataupun belum, berbadan besar ataupun kecil, berkeadaan sanggup ataupun
tidak. Seyogyanya dihari itu tidak ada yang mengatakan tidak sanggup.
2. Zakat fithrah dikeluarkan
oleh seorang Muslim untuk orang yang menghajatkan. Berfungsi sebagai pembersih
diri. Dan juga untuk membersihkan cacat puasa seperti berbicara
tidak baik, cabul dan sebagainya. Sesuai bimbingan Islam, “faradha
Rasulullah SAW zakatal fithri thuhratan lis-shaa-imi minal-laghwi war-rafatsi
wa thu’matan lil-masaakin” (HR, Abu Daud dari Ibnu Abbas).
3. Hikmah dibayarkan
zakat Fithrah, antara lain,
· zakat khusus bertalian
dengan idul fithri dan Ramadhan,
· untuk memenuhi kebutuhan
orang miskin,
· memberikan kegembiraan dan
menghapuskan kepahitan hidup, disaat semua orang merasakan gembira berhari raya
Idul Fithri,
· saling jamin menjamin dan
kasih saying sesama mukmin,
· taqarrub ilaa Allah, dan
pembuktian kepatuhan kepada Rasulullah SAW.
· menghapuskan keburukan
dengan mengerjakan kebaikan, sesuai Sabda Rasul SAW “wat-ba’is-sayyiatal-hasanata
tamhuhaa”(HR.Ahmad dan Tirmidzi).
Jakarta 11/7/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar