*Seputar Berhukum selain hukum Allah*
Allah Azza wa Jalla mensifati orang yg
berhukum dgn selain hukum Allah dalam Al
Qur’an dengan tiga sifat:
Kafir, Dzolim, dan Fasik hal ini berdasarkan
firman Allah berikut ini:
١. ﻭ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻤﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺄﻭﻟﺌﻚ ﻫﻢ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ
“Barang siapa yg tidak berhukum dengan
hukum Allah maka mereka termasuk orang-
orang yg kafir.”
(Al Maidah 44 )
٢. ﻭ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻤﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺄﻭﻟﺌﻚ ﻫﻢ ﺍﻟﻈﺎﻟﻤﻮﻥ
“Barang siapa yg tidak berhukum dengan
hukum Allah maka mereka termasuk orang-
orang yg dzolim”(Al Maidah 45)
٣ . ﻭ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻤﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺄﻭﻟﺌﻚ ﻫﻢ ﺍﻟﻔﺎﺳﻘﻮﻥ
“Barang siapa yg tidak berhukum dgn hukum
Allah maka mereka termasuk orang-orang yg
fasik”
(Al Maidah 47)
berhukum dgn selain hukum Allah dalam Al
Qur’an dengan tiga sifat:
Kafir, Dzolim, dan Fasik hal ini berdasarkan
firman Allah berikut ini:
١. ﻭ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻤﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺄﻭﻟﺌﻚ ﻫﻢ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ
“Barang siapa yg tidak berhukum dengan
hukum Allah maka mereka termasuk orang-
orang yg kafir.”
(Al Maidah 44 )
٢. ﻭ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻤﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺄﻭﻟﺌﻚ ﻫﻢ ﺍﻟﻈﺎﻟﻤﻮﻥ
“Barang siapa yg tidak berhukum dengan
hukum Allah maka mereka termasuk orang-
orang yg dzolim”(Al Maidah 45)
٣ . ﻭ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻤﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺄﻭﻟﺌﻚ ﻫﻢ ﺍﻟﻔﺎﺳﻘﻮﻥ
“Barang siapa yg tidak berhukum dgn hukum
Allah maka mereka termasuk orang-orang yg
fasik”
(Al Maidah 47)
ﻓَﻠَﺎ ﻭَﺭَﺑِّﻚَ ﻟَﺎ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺤَﻜِّﻤُﻮﻙَ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺷَﺠَﺮَ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺛُﻢَّ
ﻟَﺎ ﻳَﺠِﺪُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢْ ﺣَﺮَﺟًﺎ ﻣِﻤَّﺎ ﻗَﻀَﻴْﺖَ ﻭَﻳُﺴَﻠِّﻤُﻮﺍ
ﺗَﺴْﻠِﻴﻤًﺎ
“Demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidaklah beriman,
sampai mereka menjadikanmu -Muhammad- sebagai
hakim/pemutus perkara dalam segala permasalahan
yang diperselisihkan diantara mereka, kemudian
mereka tidak mendapati rasa sempit di dalam diri
mereka, dan mereka pun pasrah dengan sepenuhnya.”
(QS. An-Nisaa’: 65)
ﻟَﺎ ﻳَﺠِﺪُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢْ ﺣَﺮَﺟًﺎ ﻣِﻤَّﺎ ﻗَﻀَﻴْﺖَ ﻭَﻳُﺴَﻠِّﻤُﻮﺍ
ﺗَﺴْﻠِﻴﻤًﺎ
“Demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidaklah beriman,
sampai mereka menjadikanmu -Muhammad- sebagai
hakim/pemutus perkara dalam segala permasalahan
yang diperselisihkan diantara mereka, kemudian
mereka tidak mendapati rasa sempit di dalam diri
mereka, dan mereka pun pasrah dengan sepenuhnya.”
(QS. An-Nisaa’: 65)
Dengan demikian seseorang yang mengingkari
kewajiban tersebut maka keimanan yang ada dalam
hatinya bisa batal. Allah ta’ala berfirman,” Barang
siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa
yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang- oang yang kafir.” (QS. Al Maidah : 44)
kewajiban tersebut maka keimanan yang ada dalam
hatinya bisa batal. Allah ta’ala berfirman,” Barang
siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa
yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang- oang yang kafir.” (QS. Al Maidah : 44)
Ketika menafsirkan ayat di atas, *Ibnu Abbas* berkata,
“Siapa saja yang mengingkari sesuatu yang telah diturunkan Allah berarti
telah kafir.” [6]
Tafsiran ini juga
dipilih oleh *Ibnu Jarir* dalam tafsirnya.” [7]
dipilih oleh *Ibnu Jarir* dalam tafsirnya.” [7]
*Syaikh As-Syanqithi* berkata, “Siapa tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah untuk menandingi
para rasul dan membatalkan hukum-hukum Allah maka
kedzaliman, kefasikan dan kekafirannya
mengeluarkannya dari millah (Islam).” [8]
para rasul dan membatalkan hukum-hukum Allah maka
kedzaliman, kefasikan dan kekafirannya
mengeluarkannya dari millah (Islam).” [8]
*keterangan:*
[6] Lihat tafsir Ath Thabari 6/149.
[7] Tafsir Ath Thabari 6/149, Tafsir Ibnu Katsir 2/58.
[8] Adhwaul Bayan, 2/104.
[6] Lihat tafsir Ath Thabari 6/149.
[7] Tafsir Ath Thabari 6/149, Tafsir Ibnu Katsir 2/58.
[8] Adhwaul Bayan, 2/104.
*PENDAPAT DAN SIKAP KEAGAMAAN*
*MAJELIS ULAMA INDONESIA*
*Bismillahirrahmanirrahim*
Sehubungan dengan pernyataan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kabupaten Kepulauan Seribu pada hari Selasa, 27 September 2016 yang antara lain menyatakan, _”… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”_ yang telah meresahkan masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia, setelah melakukan pengkajian, menyampaikan sikap keagamaan sebagai berikut:
*MAJELIS ULAMA INDONESIA*
*Bismillahirrahmanirrahim*
Sehubungan dengan pernyataan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kabupaten Kepulauan Seribu pada hari Selasa, 27 September 2016 yang antara lain menyatakan, _”… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”_ yang telah meresahkan masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia, setelah melakukan pengkajian, menyampaikan sikap keagamaan sebagai berikut:
1. Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit
berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat
ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai
pemimpin.
2. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib.
3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.
4. Menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51
yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin
adalah sebuah kebohongan, *hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap
Al-Quran*.
5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil
surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai
pemimpin *adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.*
Berdasarkan hal di atas, maka *_pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum._*
Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan :
Berdasarkan hal di atas, maka *_pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum._*
Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan :
1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan
Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan
tersebut.
3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang
yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam
serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan
penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan profesional
dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki
kepercayaan terhadap penegakan hukum.
5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak
melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada
aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan
agama dan melaporkan kepada yang berwenang.
Selasa, 11 Oktober 2016
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Selasa, 11 Oktober 2016
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar