SELAMAT DUNIA
AKHIRAT ?
عن
أنس رضي الله عنه قال : (( أتى النبي صلى الله عليه وسلم رجل فقال : يا رسول الله
، أي الدعاء أفضل ؟ قال : « سل الله العفو والعافية في الدنيا والآخرة » ، ثم أتاه
الغد فقال : يا نبي الله ، أي الدعاء أفضل ؟ قال : « سل الله العفو والعافية في
الدنيا والآخرة ، فإذا أعطيت العافية في الدنيا والآخرة فقد أفلحت » ))
Dari
Anas RA berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan berkata: ‘Wahai
Rasulullah, doa apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Mohonlah kepada
Allah ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat!” Keesokan harinya
laki-laki itu kembali datang kepada Nabi SAW dan berkata: ‘Wahai Nabiyullah,
doa apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Mohonlah kepada Allah
ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat! Jika engkau telah dkaruniai
keselamatan di dunia dan akhirat, niscaya engkau telah beruntung.”
Muqaddimah
Manusia
terbagi menjadi tiga kelompok atau tingkatan, selain kelompok yang dimuliakan
oleh Allah. Kelompok yang dimuliakan oleh Allah adalah orang-orang yang masuk
surga tanpa hisab.
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi SAW menyebutkan, Allah memberitahukan kepadanya
bahwa pada hari kiamat, ada sekitar 70 ribu orang dari kalangan umatnya yang
masuk surga tanpa hisab. Setiap satu orang membawa 1000 orang. Dalam riwayat
lain disebutkan, setiap satu orang membawa 70 ribu orang dan tiga hatsiyat
Allah semesta alam. Ketika ditanya mengenai ciri-ciri mereka, beliau
menjawab, “Mereka tidak menghambakan diri dan tidak mau juga diperbudak, mereka
tidak percaya pada pertanda-pertanda sial dan hanya kepada Tuhan mereka sajalah
meraka bertawakal.” (HR MUSLIM)
Abu Hamid Ghazali berkata, “Mereka yang masuk
surga tanpa hisab, tidak perlu diambilkan neraca ataupun catatan amal
perbuatan, memiliki surat semacam surat izin yang bertuliskan, ‘La ilaha
illaLLah Muhammad Rasulullah’. Ini adalah
surat izin Fulan bin Fulan. Dosanya telah diampuni, dia akan bahagia
selamanya.”
Tips Menghentikan Perbuatan Dosa ?
Suatu hari, Ibrahim bin Adham yang sehari-hari dipanggil Abu
Ishaq kedatangan tamu seorang laki-laki. Setelah menyampaikan berbagai
pengakuan dosa dan kesalahannya di masa lalu dan tekadnya untuk bertobat, tamu
tersebut ingin mendapatkan resep mejarab agar perbuatan lamanya tidak mudah
kambuh. Kepada tamunya, Abu Ishaq menasihatkan, jika kamu mau menyerang dirimu
dan kamu tidak mudah dihancurkan oleh kelezatan duniawi.
“Tolong beritahukan kepadaku tentang lima hal tersebut,
wahai Abi Ishaq”, kata lelaki tersebut.
“Pertama,
bila kamu akan melakukan kedurhakaan kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Maha
Mulia, janganlah kamu memakan rizki-Nya!” kata Abu Ishaq mengawali
nasihatnya.
“Lalu, dari man aku makan, bukankah semua yang ada di bumi
ini rizki pemberian-Nya?”
Lelaki itu coba mengomentari.
“Begini, pantaskah kamu memakan rizki-Nya sedangkan pada
saat yang sama kamu durhaka kepada-Nya?” tandas Ibrahim.
“Kedua,
apabila kamu hendak berlaku durhaka kepada-Nya, jangan sampai kamu menginjak
bumi-Nya!” Abu Ishaq melanjutkan keterangannya.
Yang kedua ini lebih berat dari yang pertama. Segala sesuatu
yang ada, mulai dari belahan timur hingga belahan barat adalah milik-Nya, lalu
di mana aku mau bertempat tinggal? Adakah bumi lain selain bumi-Nya?
Belum selesai lelaki itu bertanya-tanya dalam hatinya,
ibrahim bin Adham melanjutkan penjelasannya. “Pantaskah kamu memakan rizki-Nya
dan bertempat tinggal di wilayah-Nya sedangkan kamu terus menerus
mendurhakai-Nya?”
“Ketiga,” lanjut Abu Ishaq, “Jika kamu hendak melakukan kedurhakaan
kepada Allah sedangkan kamu masih memakan rizki-Nya dan bertempat tinggal di
wilayah-Nya, sekarang coba carilah tempat yang tak bisa dilihat oleh-Nya.
Jika ada tempat seperti itu, silahkan kamu berbuat maksiat sebebas-bebasnya.”
“Wahai Abu Ishaq, mana mungkin aku dapat menemukan tempat
seperti itu, bukankan Dia selalu melihat dan mengetahui segala yang tampak dan
tersembunyi?” lelaki itu tak sabar mengomentari.
“Pantaskah kamu memakan rizki-Nya, bertempat tinggal di
wilayah-Nya, sedangkan kamu masih saja durhaka kepada-Nya dalam penglihatan dan
pengawasan-Nya?”
“Keempat, jika malaikat maut datang kepadamu hendak mencabut nyawamu,
cobalah kamu meminta kepadanya untuk diberi tangguh beberapa saat agar
ada kesempatan bagimu untuk bertobat dengan tobat yang sesungguhnya dan beramal
shaleh sebanyak-banyaknya,” lanjut Abu Ishaq.
“Mustahil ia mau menerima permohonanku,” kata lelaki itu.
“Demikianlah, kata Ibrahim melanjutkan, kamu tidaklah
mungkin akan mampu menagguhkan kematian walaupun sesaat sehingga kamu dapat
bertobat sebelum maut menjemputmu. Jika saat kematian sudah tiba, tak ada yang
bisa memajukan ataupun mengundurkannya. Dengan demikian, tiada jalan bagimu
untuk menyelamatkan diri.”
“Kelima,
jika nanti pada hari kiamat Malaikat Zabaniyah telah datang kepadamu untuk
menggiringmu ke neraka, usahakan untuk menolaknya!”
“Sampai di sini lelaki itu menangis sambil berkata, mereka
tak mungkin membiarkanku begitu saja walaupun aku berusaha membela diri denagn
berbagai alasan dan argumentasi yang masuk akal.”
“Jika demikian, bagaimana mungkin kamu mendapatkan jalan
keselamatan?” tukas Ibrahim mengakhiri dialognya dengan sebuah pertanyaan yang
diharapkan dapat dijawab oleh lelaki tersebut dengan jawaban amal, sikap dan
perilaku yang benar.
Ikhlas Beribadah ?
Seorang dai pasti tahu bahwa Allah swt. telah menciptakan
manusia untuk tunduk hanya kepada-Nya. وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Al-Dzariyat: 56 ).
Imam Ar-Razy
berkata, “Ibadah yang bagaimanakah yang menjadi sebab diciptakannya jin dan
manusia?” Kami tegaskan, “Ibadah yang dimaksud adalah mengagungkan perintah
Allah dan menyayangi ciptaannya.” (Tafsir Ar-Razy, 28/453). Kemudian
Ar-Razy berkata, “Mengagungkan Allah menuntut konsekuensi keharusan mengikuti
syariat-Nya dan mentaati sabda rasul-Nya, Allah telah memberikan kenikmatan
kepada hamba-hamba-Nya dengan mengutus para rasul dan menjelaskan berbagai
jalan dalam merealisasikan kedua bentuk ibadah tersebut di atas. Pembagian ini
terkait dengan tugas ibadah adalah pembagian yang mutlak dan menyeluruh.
Dakwah
kepada Allah swt. adalah
fenomena keagungan Allah swt. yang paling tinggi. Dan seorang dai yang
menyerukan kepada fikrah atau sasaran tertentu dengan mengarahkan segala
kesungguhan di jalannya, sesungguhnya hal itu dilakukan agar ia dapat memenuhi
pencapaian sasaran dan fikrahnya. Barangsiapa yang menyerukan kepada fikrah,
maka ia akan dievaluasi atas fikrahnya, sebagaimana fikrahnya juga akan
dievaluasi berkenaan dengan dirinya.
Dalam
berdakwah kepada Allah terdapat bukti kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya,
karena seorang dai ingin mengeluarkan manusia dari jurang kehancuran dan
perpecahan di bawah kungkungan penguasa lokal menuju keluasan Islam dan
cakrawalanya yang menyejukan, serta aturannya yang mengarahkan kepada
kebahagiaan manusia. Juga mengeluarkan mereka dari lobang api neraka menuju
taman surga.
Itulah dua sasaran
ibadah, juga sekaligus menjadi sasaran
dakwah, keselamatan ada pada capaian kedua sasaran tersebut. Para nabi Allah
dan rasul-Nya telah berkomitmen dengan perintah Allah dalam berdakwah
kepada-Nya dan memelihara tujuan penciptaan-Nya. Setiap rasul yang mulia selalu
berobsesi dalam menyerukan manusia kepada keselamatan. Al-Qur’an telah
menceritakan tentang pertarungan para nabi dengan kaumnya, selalu dipastikan
bahwa pertarungan itu berakhir dengan kemenangan para du’at dan binasanya kaum
penzalim penentang dakwah.
Ikhtitam
(HR. Bukhari dalam
Al-Adab Al-Mufrad no. 637, dan dishahihkan oleh Al-Albani)
عَنْ
الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ قَالَ : (( قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ
عَلِّمْنِي شَيْئًا أَسْأَلُهُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ ؟ قَالَ : سَلْ اللَّهَ
الْعَافِيَةَ ، فَمَكَثْتُ أَيَّامًا ، ثُمَّ جِئْتُ فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ
اللَّهِ عَلِّمْنِي شَيْئًا أَسْأَلُهُ اللَّهَ ؟ فَقَالَ لِي : يَا عَبَّاسُ يَا
عَمَّ رَسُولِ اللَّهِ سَلْ اللَّهَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ))
Dari
Abbas bin Abdul Muthalib berkata, Aku bertanya: ‘Wahai Rasulullah, ajarkanlah
kepadaku sebuah doa yang aku bisa memohon kepada Allah dengannya!” Beliau
bersabda, “Mohonlah kepada Allah keselamatan!” Beberapa hari setelah itu saya
datang lagi kepada beliau dan bertanya, “‘Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku
sebuah doa yang aku bisa memohon kepada Allah dengannya!” Beliau bersabda, “Wahai
Abbas, wahai paman Rasulullah! Mohonlah kepada Allah keselamatan di dunia dan
akhirat!”
(HR. Tirmidzi no.
3436, Ahmad no. 1687, Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 726, Al-Hakim,
1/529, Ath-Thabrani dan Adh-Dhiya’ Al-Maqdisi. Dishahihkan oleh Al-Hakim,
Adz-Dzahabi, dan Al-Albani)
Sumber:1.http://www.arrahmah.com
2.http://www.dakwatuna.com
3.https://risalahrasul.wordpress.com
Jakarta 15/12/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar