MENITI TASAWUF
IMAM AL-JUNAYD ?
Muqaddimah
Abu AI-Qasim Al-Junayd bin Muhammad Al-Junayd
AI-Khazzaz Al-Qawariri, lahir sekitar tahun 210 H di Baghdad, Iraq, la berasal
dari keluarga Nihawand, keluarga pedagang di Persia, yang kemudian pindah ke
Iraq. Ayahnya, Muhammad ibn Al-Junayd.
Ia adalah murid dari Sirri al-Saqati dan Haris al-Muhasibi.[1]
Al-Junayd
pertama kali memperoleh didikan agama dari pamannya (saudara ibunya), yang
bernama Sari Al-Saqati, seorang pedagang rempah-rempah yang sehari-harinya
berkeliling menjajakan dagangannya di kota Baghdad. Pamannya ini dikenal juga
sebagai seorang sufi yang tawadhu dan luas ilmunya. Berkat kesungguhan dan
kecerdasan Al-Junayd, seluruh pelajaran agama yang diberikan pamannya mampu
diserapnya dengan baik. Dan ia meninggal tahun 297 H / 298 M.[2] dan dianggap sebagai
perintis dari tasawuf yang bercorak ortodoks.
Makna Tasawuf ?
Artinya: “Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah engkau lupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah engkau berbuat kerusakan di bumk Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Surah AI-Qashash : 77)
Akan
tetapi Al-Junayd al-Baghdadi, lebih memperinci lagi. Ia membagi definisi
tasawuf ke dalam empat bagian, yaitu:[5]
- Tasawuf adalah Mengenal Allah, sehingga hubungan antara kita dengan-Nya tiada perantara.
- Tasawuf adalah Melakukan semua akhlak yang baik menurut sunah rasul dan meninggalkan akhlak yang buruk.
- Tasawuf adalah Melepaskan hawa nafsu menurut kehendak Allah.
- Tasawuf adalah Merasa tiada memiliki apapun, juga tidak di miliki oleh sesiapa pun kecuali Allah SWT.
Konsep Zuhud ?
Pemahaman
seperti itu jelas kurang tepat. Sebab banyak sufi tidak mengartikan zuhud
seperti itu. Menurut Al-Junayd al-Baghdadi (210-298 H), misalnya, justru sangat
tidak menyukai sikap zuhud demikian. Menurut dia, zuhud model itu hanya akan
membawa orang, termasuk sufi, pada kondisi yang tidak menggembirakan. Padahal
konsep Zuhud adalah dimana kita tetap memiliki harta, namun tidak terlalu
mencintainya. Hal ini seperti yang dikatakan Husyain Assabuni bahwa tidak ada
zuhud itu meninggalkan harta, akan tetapi bagaimana menggantinya dengan jalan
rasa takut didalam hati dan tidak thama’.[9]
Kata Al-Junyad, “Seorang sufi tidak seharusnya hanya
berdiam diri di masjid dan berzikir saja tanpa bekerja untuk nafkahnya. Sehingga untuk menunjang kehidupannya orang tersebut
menggantungkan diri hanya pada pemberian orang lain. Sifat-sifat seperti itu
sangatlah tercela. Karena sekali pun ia sufi, ia harus tetap bekerja keras
untuk menopang kehidupannya sehari-hari. Dimana jika sudah mendapat nafkah,
diharapkan mau membelanjakannya di jalan Allah SWT.”[10]
Selain
itu, meski Al-Junayd seorang sufi, ia tidak melulu membicarakan soal tasawuf
saja, tetapi juga berbagai masalah lain yang berhubungan dengan kemaslahatan
umat Islam. Inilah juga yang membuat Al-Junayd agak berbeda dengan para
sufi pada umumnya.
Misalnya.
Al-Junayd sangat peduli terhadap berbagai penyakit yang timbul di masyarakat.
Menurut dia, di dalam masyarakat lebih banyak ditemukan orang yang sakit jiwa
ketimbang mereka yang sakit jasmani. Itu lantaran jiwa lebih sensitif dan lebih
rapuh ketimbang fisik, sehingga jiwa lebih mudah menderita. Lebih lanjut,
penyakit jiwa ini lebih merusak jika dibandingkan dengan penyakit fisik. Sebab
penyakit tersebut lebih mudah menggerogoti jiwa dan moral manusia. Sedangkan
jika jiwa seorang sudah rusak, maka dengan mudah ia akan terseret pada berbagai
perbuatan yang menyalahi ajaran agama, yang lebih jauh akan menggiringnya masuk
ke dalam neraka.[11]
Ittihad
dan Hulul ?
Berbicara
Ittihad yang dikembangkan oleh al-Busthami dan Hulul yang dipopulerkan oleh
al-Hallaj atau konsep cinta dan menyatu dengan Allah sangatlah menarik dalam
taswwuf. Sehingga, Radikalisme dan liberalisme tasawuf dapat kita amati dalam
fenomena ittihad dan hulul tersebut, yang keduanya memiliki kesamaan dalam
menafikan realitas konkret manusia.
Keliaran
pemikiran semacam itu dalam pandangan Junayd al-Baghdadi, tidaklah benar.
Baginya, dunia tasawuf harus tetap berpijak pada realitas konkret manusia.
Pencapaian tertinggi dalam dunia tasawuf hanyalah sampai level mahabbah dan
ma’rifah. Dengan demikian eksistensi konkret hamba (ubudiah) tetap terpisah
dari eksistensi tuhan (uluhiah). Menurut Al Junaid, syariat tetaplah penting
dalam menuju mahabbah dan ma’rifah.[12]
Ketika
Al-Junayd al-Baghdadi ditanya mengenai al-Haaq yang dilontarkan pada
diri al-Hallaj. Ia tidak mengartikan hal itu langsung kepada arti Allah SWT,
Tetapi ia mengartikan al-Haqq itu merupakan lawan dari al-Bathil.
Al-Hallaj dibunuh dijalan yang benar.[13] Artinya, kata al-Haqq
yang dikatakan oleh al-Hallaj tersebut menandakan bahwa ia adalah sesuatu yang
benar bukanlah Allah SWT. Terlepas dari itu, dapat kita lacak apakah pernyataan
al-Hallaj itu ada latar belakang dari apa yang dikatakan. Karna pada saat itu
terdapat suatu kekuasan yang besar yang mungkin kebijakannya lepas dari ajaran
agama, yang mendorong dirinya berkata demikian.
Al-Junayd
al-Baghdadi bahkan berkata, bahwa yang mengetahui Allah hanyalah Allah
sendiri. Demikian pula dengan orang yang dicintai Allah (Nabi Muhammad) yang
telah dibukakan tabir 70.000 tabir hijab, hanya tinggal satu hijab antara ia
dengan-Nya.[14] Hal itu dapat kita
pahami dalam perjalanan Rasulullah saat kejadian Mi’raj. Begitu halnya dengan
Nabi-Nabi lain disaat ia berhadapan dengan Allah, beliau tidak mampu melihat
secara langsung. Apalagi manusia biasa yang derajatnya jauh dari Derajat
kenabian itu sendiri.
Bahakan
Al-Junayd al-Baghdadi memperlihatkan sikap cukup keras terhadap orang yang
mengabaikan syari’at. Ketika diceritakan kepadnya tentang orang yang telah
mencapai ma’rifat, kemudian ia dibebaskan oleh Allah dari amal ibadah. Ia
justru berkata bahwa orang tersebut sebenarnya berada dalam lumuran dosa dan
mereka lebih berbahya dari pada pencuri serta pembuat keonaran.[15]
Tauhid ?
Sedangkan tauhid dalam
Perspektif sufistik, Junaid al-Baghdadi menyatakan bahwa:
"Tauhid Adalah HAL Yang Berhubungan DENGAN penyucian Allah Dari Sifat-Sifat Yang Baharu. Bahkan besarbesaran JUGA menafikan Dari HAL-HAL Yang DAPAT meleburnya Sesuatu yang lain ditunjukan kepada Allah. Maka tauhid * Menurut Junaid al Baghdadi-Adalah kitd mengetahui Dan meng-ikrarkan bahwa Allah ITU sejak zaman azali Sendiri, TIDAK ADA doa Beserta-Nya, Dan TIDAK ADA Sesuatu Perbuatan Yang sama DENGAN Perbuatan-Nya, Dan TIDAK ADA Yang menyerupai-Nya. Tauhid Adalah jalan untuk review Mengenal Allah (ma'rifatullah). Hal inisial didasari Diposkan Keyakinan Dan pembenaran iman, Bukan DENGAN keraguan. Pandangan inisial menunjukkan penolakan Junaid Terhadap KONSEP al-ittihad ATAU al-hulul Dan JUGA wahdat al-wujud. Ibarat Yang demikian menunjukkan bahwa besarbesaran Adalah Seorang sufi muslim Dan mukmin Yang dikenal DENGAN PAHAM wahdat asy-syuhud.
"Tauhid Adalah HAL Yang Berhubungan DENGAN penyucian Allah Dari Sifat-Sifat Yang Baharu. Bahkan besarbesaran JUGA menafikan Dari HAL-HAL Yang DAPAT meleburnya Sesuatu yang lain ditunjukan kepada Allah. Maka tauhid * Menurut Junaid al Baghdadi-Adalah kitd mengetahui Dan meng-ikrarkan bahwa Allah ITU sejak zaman azali Sendiri, TIDAK ADA doa Beserta-Nya, Dan TIDAK ADA Sesuatu Perbuatan Yang sama DENGAN Perbuatan-Nya, Dan TIDAK ADA Yang menyerupai-Nya. Tauhid Adalah jalan untuk review Mengenal Allah (ma'rifatullah). Hal inisial didasari Diposkan Keyakinan Dan pembenaran iman, Bukan DENGAN keraguan. Pandangan inisial menunjukkan penolakan Junaid Terhadap KONSEP al-ittihad ATAU al-hulul Dan JUGA wahdat al-wujud. Ibarat Yang demikian menunjukkan bahwa besarbesaran Adalah Seorang sufi muslim Dan mukmin Yang dikenal DENGAN PAHAM wahdat asy-syuhud.
Fana ' ?
Pengertian tauhid SECARA
khawas ATAU sufistik * Menurut Junaid al Baghdadi-DAPAT dicapai manakala menyanyikan
sufi MEMBUAT Dirinya fana 'Terhadap Dirinya Dan Makhluk Sekitarnya, with
sirnanya Perasaan Dan gerakannya, Akibat APA Yang dia kehendaki dikendalikan
Yang Maha Benar. Dalam HAL Suami Junaid al-Baghdadi menyatakan bahwa
tasawuf Berarti bahwa "Allah akan menyebabkan Engkau mati Dari dirimu
Sendiri Dan Hidup di dalam-Nya." Peniadaan Diri Suami Diposkan Junaid disebut fana '.
Ma'rifat ?
Para kaum sufi BERBEDA Pendapat TENTANG ma'rifat ITU
Sendiri. Masing-masing
mereka mengemukakan pendapatnya. Mengenai pengertian ma'rifat
Suami, Junaid al-Baghdadi Berkata:
"Ma'rifat Adalah adanya kebodohan PADA dirimu dikala berkembangnya ilmu kamu." Lalu ADA Seseorang meminta kepadanya, "Ceritakanlah Kepada Kami DENGAN LEBIH Banyak Lagi." "Suatu ketika Dia SEBAGAI subyek (Yang Mengetahui), dan DI ketika yang lain Dia SEBAGAI obyek (Yang diketahui), "kata Junaid. Artinya, Sesungguhnya kamu TIDAK mengetahui-Nya KARENA dirimu, tetapi Sesungguhnya kamu mengetahui-Nya Karena Dia.
"Ma'rifat Adalah adanya kebodohan PADA dirimu dikala berkembangnya ilmu kamu." Lalu ADA Seseorang meminta kepadanya, "Ceritakanlah Kepada Kami DENGAN LEBIH Banyak Lagi." "Suatu ketika Dia SEBAGAI subyek (Yang Mengetahui), dan DI ketika yang lain Dia SEBAGAI obyek (Yang diketahui), "kata Junaid. Artinya, Sesungguhnya kamu TIDAK mengetahui-Nya KARENA dirimu, tetapi Sesungguhnya kamu mengetahui-Nya Karena Dia.
Syathahat Sufi ?
Junaid al-Baghdadi
SEBAGAI imam kaum sufi, ketika ditanya TENTANG syathahat sufi, besarbesaran
menjelaskan: "Syathahat ITU Adalah keadaan Seorang sufi hearts Kondisi
Yang TIDAK sadarkan Diri. Dan
cenderung LEBIH diam Banyak, Tetap PADA posisinya daripada berbicara Dan
Bergerak. "Dalam HAL Suami, Seorang sufi sedang mengalami Suatu Tingkatan
Yang membatasi Dirinya DENGAN penciptanya. Dan kepribadiannya lebur KE
hearts zat Ilahi, kemudian Naik KE alam cahaya, di mana di hadapannya HAL-HAL
Yang ghaib terungkap.
Ikhtitam
1Adapun ciri tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi yaitu
adanya keterkaitan antara syari’at dan hakekat yang dilandasi dengan
ajaran-ajaran dari al-Qur’an dan Hadis.
2.Aplikasi zuhud, menurut Al-Junayd al-Baghdadi, bukanlah
meninggalkan kehidupan dunia sama sekali, melainkan tidak terlalu mementingkan
kehidupan duniawi belaka.
3.Konsep Ittihad dan
Hulul yang menampakkan bahwa sufi seakan derajatnya sama dengan Allah menurut
Junayd al-Baghdadi tidaklah benar. Baginya, dunia tasawuf harus tetap berpijak
pada realitas konkret manusia. Pencapaian tertinggi dalam dunia tasawuf
hanyalah sampai level mahabbah dan ma’rifah. Dengan demikian eksistensi konkret
hamba (ubudiah) tetap terpisah dari eksistensi tuhan (uluhiah).
Footnote
[9] Sayyid Muhammad bin
Muhammad Husaain Assabuni, Ittihafussadatil Muttaqin: bisyarahi ihya’
ulumuddin. Juz II, (Bairut: Darul Kutubul Ilmiyah, 1409), 634.
[11] AI-Qushairy, AI-Risalah
ai-Qushairiyah,(Kairo: Dar al-Kutub al-’Arabiyah al-Kubra, 1912),10.
[13] Syekh Mudzaffer Ozak
al-Jerrahi. Dekap aku dalam kasih sayangmu: Jalan Cinta pendamba Ridha Allah.
Penerjemah serambi, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semista, 2006 ), 73.
[14] Syekh Tosun Bayrok
al-Jarrahi, Asmaul husna, makna dan khasiat. Penerjemah, Nuruddin Hidayat, (Jakarata:
PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007 ), 21.
[15] Abdul Djamil, Perlawanan
Kiai Desa: pemikiran dan gerakan Islam KH. Ahmad Rifa’i kalisasak, (Yogyakarta:
LkiS, 2001), 119.
Sumber:1.http://kajian-filsafat-dan-tasauf-abusahrin.blogspot.co.id
2.https://ahmadfawaid99.wordpress.com
Jakarta 1/12/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar