MEMPERINGATI
MAULID NABI MUHAMMAD SAW ?
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا.
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS:
al-Ahdzab ayat 21)
وأنك لعلى خلق عظيم
Dan
sesungguhnya, kamu (muhammad) benar-benar berbudi perketi yang agung (QS.
Al-Qalam 68: 4)
إِنما بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya
aku (Muhammad) diutus hanyalah untuk menyempurnakan (memperbaiki) akhlak
manusia.” (HR: al-Baihaqi)
Muqaddimah
Tradisi
Islam mengenal budaya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai momen
untuk ‘menghidupkan’ kembali ke-tokoh-an Rasulullah SAW melalui pembacaan
lembaran – lembaran sejarah Nabi Muhammad SAW. Kehadiran sejarah Rasulullah
menjadi inspirasi paling sempurna bagi seorang muslim dalam menjalani apapun
dalam realitas hidupnya.
Ada berbagai
macam versi mengenai waktu awal mula diadakannya peringatan atau perayaan
Maulid Nabi. Jalaluddin As-Suyuthi (1445 - 1505M atau 849 - 911 H)[1]
menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalah
Malik Mudhaffar Abu Sa’id Kukburi (1153 - 1232 M atau 549 - 630 H).[2]
Sebagian pendapat mengatakan bahwa Shalahuddin Al Ayyubi (1138 - 1193 M), yang pertama kali melakukan peringatan Maulid Nabi secara resmi. Sementara versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid Nabi ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fathimiyah di Mesir pada akhir abad keempat Hijriyah atau abad keduabelas masehi.[3]
Sebagian pendapat mengatakan bahwa Shalahuddin Al Ayyubi (1138 - 1193 M), yang pertama kali melakukan peringatan Maulid Nabi secara resmi. Sementara versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid Nabi ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fathimiyah di Mesir pada akhir abad keempat Hijriyah atau abad keduabelas masehi.[3]
Sudah saatnya kini, generasi Islam memaknai
Maulid Nabi SAW sebagai momen spiritual untuk merenungkan kemulian akhlak dan
suri teladan yang diwariskan Rasulullah SAW kepada ummatnya, mentasbihkan
Rasulullah SAW sebagai figur tunggal yang mengisi pikiran, hati, dan pandangan
hidup kita. Maulid Nabi Muhammad SAW bukan
lagi dipandang sebagai sebuah kesemarakan seremonial, tapi perenungan dan
pengisian batin agar tokoh sejarah tidak menjadi fiktif dalam diri kita, tapi
betul-betul secara kongkrit tertanam, mengakar, menggerakkan detak-detak
jantung dan aliran darah ini
Menurut fatwa seorang Ulama besar : Asy-Syekh Al Hafidz
As-Suyuthi menerangkan bahwa mengadakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw,
dengan cara mengumpulkan banyak orang, dan dibacakan ayat-ayat al-Quran dan
diterangkan (diuraikan) sejarah kehidupan dan perjuangan Nabi sejak kelahiran
hingga wafatnya, dan diadakan pula sedekah berupa makanan dan hidangan lainnya
adalah merupakan perbuatan Bid’ah hasanah (bid’ah yang baik), dan akan
mendapatkan pahala bagi orang yang mengadakannya dan yang menghadirinya, sebab
terdapat rincian beberapa ibadah yang dituntut oleh stara’ serta sebagai wujud
kegembiraan, kecintaan atau mahabbah kapada Rosullullah saw.
Para Sahabat
Memperingati Nabi saw ?
Sahabat Abu Bakar
Ash-Shidiq berkata :
مَنْ أَنْفَقَ
دِرْ هَماً فِى مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
رَفِيْقِيْ فِى الْجَنَّةِ “Barang siapa yang
memberikan infaq satu dirham untuk memperingati kelahiran Nabi Saw : akan
menjadi temanku masuk surga”.
Sahabat Umar Bin
Khoththob berkata :
مَنْ عَظَّمَ
مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَحْيَا
اْلإِسْلاَمَ “Barang siapa yang
memuliakan / memperingati kelahiran Nabi Saw, berarti telah menghidupkan
Islam”.
Sahabat Ali Bin Abi Tholib
berkata :
مَنْ عَظَّمَ
مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَخْرُجُ مِنَ
الدُّنْياَ اِلاَّ بِاْلإِ
يْمَانِ “Barang siapa
yang memuliakan / memperingati kelahiran Nabi Saw, apabila pergi meninggalkan
dunia pergi dengan membawa iman”.
Hukum Memperingati Maulid Nabi saw ?
1.
Jalaluddin As-Suyuthi berpendapat bahwa memperingati
maulid Nabi Muhammad adalah bid'ah hasanah (baik). As-Suyuthi mengatakan:
Arti kesimpulan:
Perayaan Maulid Nabi yang berupa berkumpulnya manusia dengan membaca ayat Quran
dan sejarah Nabi dan memakan hidangan makanan termasuk dari bid'ah yang baik
(hasanah) yang mendapat pahala karena bertujuan mengagungkan Nabi Muhammad dan
menampakkan kegembiraan terhadap kelahiran Nabi.
Alasan As-Suyuthi menganggap sunnah merayakan maulid Nabi karena hukum sunnah itu tidak harus terjadi pada era Nabi, tapi bisa karena qiyas.[4]
Istilah bid'ah hasanah (baik) dan qabihah (buruk) yang dipakai As-Suyuthi berasal dari Imam Nawawi dalam kitab تهذيب الأسماء واللغات Tahdzibul Asma' wal Lughat.
Alasan As-Suyuthi menganggap sunnah merayakan maulid Nabi karena hukum sunnah itu tidak harus terjadi pada era Nabi, tapi bisa karena qiyas.[4]
Istilah bid'ah hasanah (baik) dan qabihah (buruk) yang dipakai As-Suyuthi berasal dari Imam Nawawi dalam kitab تهذيب الأسماء واللغات Tahdzibul Asma' wal Lughat.
2.Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki, ulama terkenal Mekkah yang bukan
Wahabi menulis buku khusus tentang bolehnya merayakan
Maulid Nabi Muhammad. Kitabnya berjudul Haulal Ihtifal bi Dzikrol Maulidin Nabawi as-Syarif. Berikut salah satu isinya:
Maulid Nabi Muhammad. Kitabnya berjudul Haulal Ihtifal bi Dzikrol Maulidin Nabawi as-Syarif. Berikut salah satu isinya:
Artinya: Saya
berpendapat atas bolehnya merayakan maulid Nabi dan berkumpul untuk mendengar
sejarah Nabi, membaca shalawat dan salam untuk Nabi, mendengarkan puji-pujian
yang diucapan untuk beliau, memberi makan (pada yang hadir) dan menyenangkan
hati umat.
3.Habib Mundzir
Al Musawa dalam bukunya Kenalilah Aqidahmu membuat daftar
panjang kalangan ulama dulu dan kontemporer (muta'akhirin) dan kitabnya yang
menghalalkan perayaan Maulid Nabi Muhammad sebagai berikut:
Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi)
Syamsuddin Aljazriy dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif
Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy
Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
Ibn Abidin rahimahullah dalam syarahnya maulid ibn hajar
Ibnul Jauzi dengan karangan maulidnya yg terkenal al aruus
Al Qasthalaniy dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah
Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya Urfu at ta’rif bi maulid assyarif.
Al ’Iraqy dg maulidnya Maurid al hana fi maulid assana
Imam ibn hajar al haitsami dg maulidnya Itmam anni’mah alal alam bi maulid sayidi waladu adam
Ibrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar
Yusuf bin ismail An Nabhaniy dg Maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
Asyeikh Ali Attanthowiy dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa
Muhammad Al maghribi dg Maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.
Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi)
Syamsuddin Aljazriy dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif
Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy
Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
Ibn Abidin rahimahullah dalam syarahnya maulid ibn hajar
Ibnul Jauzi dengan karangan maulidnya yg terkenal al aruus
Al Qasthalaniy dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah
Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya Urfu at ta’rif bi maulid assyarif.
Al ’Iraqy dg maulidnya Maurid al hana fi maulid assana
Imam ibn hajar al haitsami dg maulidnya Itmam anni’mah alal alam bi maulid sayidi waladu adam
Ibrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar
Yusuf bin ismail An Nabhaniy dg Maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
Asyeikh Ali Attanthowiy dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa
Muhammad Al maghribi dg Maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.
4.Adapun pendapat ulama Wahabi Salafi hampir seragam: merayakan maulid Nabi adalah bid'ah
dhalalah. Dan haram.
1.Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan:
1.Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan:
Artinya: Tidak boleh
merayakan maulid (kelahiran) Nabi dan lainnya karena termasuk bid'ah karena
tidak pernah dilakukan oleh Nabi, khalifah yang empat, dan Sahabat lain dan
tabi'in. Padahal mereka yang lebih tahu tentang sunnah dan lebih sempurna
kecintaannya pada Rasul dan lebih mengikuti syariahnya daripada generasi
setelahnya.[8]
2.Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyatakan:
2.Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyatakan:
Arti kesimpulan: Memperingati maulid
Nabi itu bid'ah dhalalah (sesat).[9]
Kesimpulan
Peringatan atau perayaan maulid Nabi adalah bi'dah karena tidak dilakukan pada zaman Nabi. Akan tetapi termasuk daripada bid'ah hasanah (hal baru yang baik) selagi apa yang dilakukan dalam peringatan maulid itu tidak bertentangan dengan spirit Al Quran, Sunnah, atsar Sahabat dan ijma' ulama.
Pandangan Wahabi bahwa segala sesuatu yang baru yang tidak ada pada zaman Nabi dianggap bi'dah sesat (dhalalah) adalah pandangan yang sempit. Karena para Sahabat banyak melakukan bid'ah. Seperti Abu Bakar dengan pengumpulan catatan Al Quran, Umar bin Khattab dengan tarawih dan Utsman bin Affan dengan pembukuan Al Quran yang dikenal dengan mushaf Utsmani.
Peringatan atau perayaan maulid Nabi adalah bi'dah karena tidak dilakukan pada zaman Nabi. Akan tetapi termasuk daripada bid'ah hasanah (hal baru yang baik) selagi apa yang dilakukan dalam peringatan maulid itu tidak bertentangan dengan spirit Al Quran, Sunnah, atsar Sahabat dan ijma' ulama.
Pandangan Wahabi bahwa segala sesuatu yang baru yang tidak ada pada zaman Nabi dianggap bi'dah sesat (dhalalah) adalah pandangan yang sempit. Karena para Sahabat banyak melakukan bid'ah. Seperti Abu Bakar dengan pengumpulan catatan Al Quran, Umar bin Khattab dengan tarawih dan Utsman bin Affan dengan pembukuan Al Quran yang dikenal dengan mushaf Utsmani.
Hikmah Perayaan Maulid Nabi ?
1. Peringatan Maulid
Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan
oleh Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk
Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah
salam sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).
2. Peringatan Maulid
Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang
kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak
perempuan Abu Lahab, paman Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran
sang Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka
cita. Dan karena kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya
diringankan setiap hari Senin tiba). Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa
pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir
sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati karena
kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, apalagi anugerah Allah bagi umatnya
yang beriman dan bertakwa.
3. Meneguhkan kembali
kecintaan kepada Rasulullah SAW. Bagi seorang mukmin, kecintaan terhadap
Rasulullah SAW. adalah sebuah keniscayaan, sebagai konsekuensi dari keimanan.
Kecintaan pada utusan Allah ini harus berada di atas segalanya, melebihi
kecintaan pada anak dan isteri, kecintaan terhadap harta, kedudukannya, bahkan
kecintaannya terhadap dirinya sendiri. Rasulullah bersabda, “Tidaklah sempurna
iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orangtua dan
anaknya. (HR. Bukhari).”
4. Meneladani
perilaku dan perbuatan mulia Rasulullah SAW. dalam setiap gerak kehidupan kita.
Allah SWT. bersabda : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)”
Kita tanamkan keteladanan Rasul ini dalam keseharian kita, mulai hal terkecil,
hingga paling besar, mulai kehidupan duniawi, hingga urusan akhirat. Tanamkan pula
keteladanan terhadap Rasul ini pada putra-putri kita, melalui kisah-kisah
sebelum tidur misalnya. Sehingga mereka tidak menjadi pemuja dan pengidola
figur publik berakhlak rusak yang mereka tonton melalui acara televisi.
5. Melestarikan
ajaran dan misi perjuangan Rasulullah, dan juga para Nabi. Sesaat sebelum
menghembuskan nafas terakhir, Rasul meninggalkan pesan pada umat yang amat
dicintainya ini. Beliau bersabda : “Aku tinggalkan pada kalian dua hal, kalian
tidak akan tersesat dengannya, yakni Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya sallallahu
alaihi wa sallam” (HR. Malik)
Ikhtitam
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.” (QS. al-Anbiya’ : 107).
Syaikh Ibnu Taimiyah berkata:
“Mengagungkan maulid dan menjadikannya
sebagai tradisi, pahalanya agung, karena tujuannya baik dan mengagungkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Ibnu
Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, hal. 621).
Sumber:1.http://www.elhooda.net
2.http://www.alkhoirot.net
3.http://www.kompasiana.com
Jakarta 15/12/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar