MENGHIDUPKAN SHALAT
TARAWIH ?
مَنْ قَامَ رَمَصَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah ,
niscaya diampuni dosa yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)
Muqaddimah
مَنْ قَامَ رَمَصَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah ,
niscaya diampuni dosa yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)
“Yang
dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat tarawih dan ulama telah
bersepakat bahwa shalat tarawih hukumnya mustahab (sunnah).” (Syarh Shahih
Muslim, 6/282). Dan beliau menyatakan pula tentang kesepakatan para ulama
tentang sunnahnya hukum shalat tarawih ini dalam Syarh Shahih Muslim (5/140)
dan Al-Majmu’ (3/526).
Ketika
Al-Imam An-Nawawi menafsirkan qiyamu Ramadhan dengan shalat tarawih maka
Al-Hafizh Ibnu Hajar memperjelas kembali tentang hal tersebut: “Maksudnya bahwa
qiyamu Ramadhan dapat diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih dan bukanlah
yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan hanya diperoleh dengan melaksanakan shalat
tarawih saja (dan meniadakan amalan lainnya).” (Fathul Bari, 4/295)
Hukum Shalat Tarawih ?
Para ulama
sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunah (dianjurkan), dan tidak
wajib.
Imam
an-Nawawi mengatakan,
أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء
Adapun hukum
masalah shalat tarawih, maka shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat
ulama. (al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31).
Keterangan
yang sama juga disebutkan dalam ensiklopedi fikih islam,
أجمع المسلمون على سنية قيام ليالي رمضان، وقد ذكر النووي أن المراد بقيام رمضان صلاة التراويح
Kaum
muslimin sepakat tentang hukum anjuran untuk qiyam malam ramadhan. dan
an-Nawawi telah menyebutkan bahwa yang dimaksud qiyam ramadhan adalah shalat
tarawih. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 23/144).
Di tempat
lain, dalam ensiklopedi fikih islam juga disebutkan,
اتفق الفقهاء على سنية صلاة التراويح، وهي عند الحنفية والحنابلة وبعض المالكية سنة مؤكدة، وهي سنة للرجال والنساء وهي من أعلام الدين الظاهرة
Ulama
sepakat tentang hukum anjuran untuk shalat tarawih. Sementara menurut madzhab
hanafiyah, hambali, dan sebagian malikiyah, shalat tarawih hukumnya sunah yang
sangat ditekankan. Shalat ini dianjurkan bagi lelaki dan wanita. Dan shalat ini
termasuk syiar agama islam yang sangat nampak. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah
al-Kuwaitiyah, 27/137).
Hukum Wanita Tarawih ?
Shalat
Taraweh hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Dan yang lebih
utama bagi para wanita dalam qiyamul lail adalah melakukannya di rumah.
Berdasarkan sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam:
لا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمْ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ. (رواه أبو داود في سننه باب ما جاء في خروج النساء إلى المسجد : باب التشديد في ذلك . وهو في صحيح الجامع 7458)
“Jangan
kalian melarang isteri-isteri kalian ke masjid. Akan tetapi rumah-rumah mereka
lebih baik bagi mereka.” (HR. Abu Daud, dalam sunannya, tercantum dalam kitab
Shahih Al-Jami, 7458)
Bahkan,
semakin shalatnya di tempat lebih tertutup dan lebih menyendiri, hal itu lebih
baik lagi. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Shalat
seorang wanita di ruang tidurnya lebih baik dibandingkan shalatnya di
ruang tengah. Dan shalatnya di ruang kecil di rumahnya, lebih baik dibandingkan
shalatnya di ruang tidurnya.” (HR. Abu Daud dalam kitab sunan, tercantum dalam
kitab Shahih Al-Jami’, no. 3833)
وعن أُمِّ حُمَيْدٍ امْرَأَةِ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ أَنَّهَا جَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُحِبُّ الصَّلاةَ مَعَكَ قَالَ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاةَ مَعِي وَصَلاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ وَصَلاتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاتِكِ فِي دَارِكِ وَصَلاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِي قَالَ فَأَمَرَتْ فَبُنِيَ لَهَا مَسْجِدٌ فِي أَقْصَى شَيْءٍ مِنْ بَيْتِهَا وَأَظْلَمِهِ فَكَانَتْ تُصَلِّي فِيهِ حَتَّى لَقِيَتْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ . رواه الإمام أحمد ورجال إسناده ثقات
Dari Ummu
Humaid, isteri Abu Humaid As-Sa’idy, sesungguhnya beliau datang (menemui) Nabi sallallahu
‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku suka
shalat bersama anda engkau. Beliau menjawab: “Sungguh aku mengetahui bahwa
engkau suka menunaikan shalat bersamaku, akan tetapi shalatmu di kamar tidurmu
lebih baik dibandingkan shalatmu di ruang tengah rumahmu, dan shalatmu di ruang
tengah rumahmu lebih baik dibandingkan shalatmu di masjid khusus rumahmu, dan
shalatmu di masjid khusus rumahmu, lebih baik dibandingkan shalatmu di masjid
di sekitar masyarakatmu, dan shalatmu di masjid sekitar masyarakatmu lebih baik
dibandingkan shalatmu di masjidku. Kemudian dia (Ummu Humaid) minta dibangunkan
baginya masjid (tempat shalat) di tempat paling ujung rumahnya dan paling
gelap. Maka beliau shalat di sana sampai bertemu dengan Allah Azza Wa Jalla
(wafat)." (HR. Ahmad, para perawinya tsiqah/terpercaya)
Akan tetapi
kedatangan para wanita ke masjid, hendaknya dengan syarat berikut ini:
1.
Memakai hijab secara sempurna
2.
Tidak menggunakan wewangian
3.
Mendapat izin dari suaminya.
Hendaknya
ketika pergi, seorang wanita tidak melakukan perkara haram seperti berduaan
dengan supir yang bukan mahram di mobil atau yang semisalnya. Kalau seorang
wanita menyalahi sebagian dari apa yang disebutkan tadi, maka suami atau
walinya berhak melarangnya pergi, bahkan hal itu justeru diharuskan.
Waktu Shalat Tarawih ?
Waktu shalat
tarawih adalah antara shalat ‘Isya hingga terbit fajar sebagaimana sabda
Rasulullah:
إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً وَهِيَ الْوِتْرُ فَصَلُّوْهَا فِيْمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya
Allah telah menambah shalat pada kalian dan dia adalah shalat witir. Maka
lakukanlah shalat witir itu antara shalat ‘Isya hingga shalat fajar.” (HR.
Ahmad, Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata: “(Hadits) ini sanadnya
shahih”, sebagaimana dalam Ash-Shahihah, 1/221 no.108)
Berjama’ah atau sendiri yang Utama ?
Dalam
masalah ini terdapat dua pendapat:
Pendapat pertama, yang utama adalah dilaksanakan secara
berjamaah.
Ini adalah
pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i dan sebagian besar sahabatnya, juga pendapat Abu
Hanifah dan Al-Imam Ahmad (Masaailul Imami Ahmad, hal. 90) dan disebutkan pula
oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2/605) dan Al-Mirdawi dalam Al-Inshaf
(2/181) serta sebagian pengikut Al-Imam Malik dan lainnya, sebagaimana yang
telah disebutkan Al-Imam An-Nawawi t dalam Syarh Shahih Muslim (6/282).
Pendapat ini
merupakan pendapat jumhur ulama (Al-Fath, 4/297) dan pendapat ini pula yang
dipegang Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani , beliau berkata: “Disyariatkan
shalat berjamaah pada qiyam bulan Ramadhan, bahkan dia (shalat tarawih dengan
berjamaah) lebih utama daripada (dilaksanakan) sendirian…” (Qiyamu Ramadhan, hal.19-20).
Pendapat kedua, yang utama adalah dilaksanakan
sendiri-sendiri.
Pendapat
kedua ini adalah pendapat Al-Imam Malik dan Abu Yusuf serta sebagian pengikut
Al-Imam Asy-Syafi’i. Hal ini sebutkan pula oleh Al-Imam An-Nawawi (Syarh Shahih
Muslim, 6/282).
Jumlah Rakaat dalam Shalat Tarawih ?
Pendapat Pertama:
Kemudian
untuk jumlah rakaat dalam shalat tarawih adalah 11 rakaat berdasarkan:
1. Hadits
yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, beliau bertanya pada ‘Aisyah
tentang sifat shalat Rasulullah n pada bulan Ramadhan, beliau menjawab:
مَا كَانَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً …
“Tidaklah
(Rasulullah) melebihkan (jumlah rakaat) pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada
selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari)
‘Aisyah
dalam hadits di atas mengisahkan tentang jumlah rakaat shalat malam Rasulullah
yang telah beliau saksikan sendiri yaitu 11 rakaat, baik di bulan Ramadhan atau
bulan lainnya. “Beliaulah yang paling mengetahui tentang keadaan Nabi n di
malam hari dari lainnya.” (Fathul Bari, 4/299)
Asy-Syaikh
Nashiruddin Al-Albani berkata: “(Jumlah) rakaat (shalat tarawih) adalah 11
rakaat, dan kami memilih tidak lebih dari (11 rakaat) karena mengikuti Rasulullah,
maka sesungguhnya beliau tidak melebihi 11 rakaat sampai beliau wafat.” (Qiyamu
Ramadhan, hal. 22)
Pendapat Kedua:
Jumlah
rakaatnya 20 dan 3 witir (2 rakaat salam lalu 1 rakaat salam)
1. Dari
Yazid bin Ruman beliau berkata:
كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِيْ زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِيْ رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً
“Manusia
menegakkan (shalat tarawih) di bulan Ramadhan pada masa ‘Umar bin Al-Khaththab
23 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqaani,
1/362 no. 250)
Al-Imam
Al-Baihaqi berkata: “Yazid bin Ruman tidak menemui masa ‘Umar ”. (Nukilan dari
kitab Nashbur Rayah, 2/154) (maka sanadnya munqothi/terputus, red).
2. Dari Abu
Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman dari Hakam dari Miqsam dari Ibnu ‘Abbas :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّى فِيْ رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكَعَةَ وَالْوِتْرَ
“Sesungguhnya
Nabi shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat dan witir.” (HR. Ath-Thabrani dalam
Al-Mu’jamul Awsath, 5/324 no. 5440 dan 1/243 no. 798, dan dalam Al-Mu’jamul
Kabir, 11/311 no. 12102)
Dengan
demikian, jumlah rakaat dalam shalat tarawih berbeda pendapat. Silahkan yang 11
rakaat atau 23 rakaat, yang penting dilaksanakan dengan khusyu’ dan terpenuhi
syarat rukun shalatnya.
Sumber:1.https://myasirarafat.wordpress.com
2.http://islamqa.info
3.http://www.konsultasisyariah.com
JAKARTA 29/5/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar