MENGENAL FILSAFAT DALAM
ISLAM ?
مَنْ سَنَّ
فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا
بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ
سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ
بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
”Siapa saja yang mencontohkan di dalam Islam contoh yang baik
maka untuknya pahalanya dan pahala siapa saja yang melakukannya setelah dia
karena mencontohnya tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun. Siapa saja yang
mencontohkan di dalam Islam contoh yang buruk maka atasnya dosanya dan dosa
siapa saja yang melakukannya setelah dia karena mencontohnya tanpa berkurang
dosa mereka sedikitpun” (HR Muslim, Ahmad, Ibn Majah
dan an-Nasa’i)
رُوْا فِيْ اللهِ عَزَّ وَجَلَّتَفَكَّرُوْا فِيْ أَلاَءِ اللهِ وَلاَ تَفَكَّ
Artinya :
“Berpikirlah pada makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir pada Dzat Allah.”
(HR. Ath-Thabrani, Al-Lalikai dan Al-Baihaqi dari Ibnu ‘Umar, lihat
Ash-Shahihah)
Muqaddimah
Berdasarkan Al-Qur’an dan hadis yang di dalamnya
digunakaan istilah hikmah, para otoritas muslim dari berbagai mazhab pemikiran
yang berbeda selama berabad-abad mencoba mendefinisan makna hikmah dan juga
filsafat, suatu istilah yang masuk dalam bahasa arab melalui usaha penerjemah
teks yunani yang dilakukan pada abad ke-2/ke-8 M dan ke-3/ke 9 M. di satu
pihak, apa yang disebut sebagai philosophy dalam bahasa inggris harus dilacak
dalam konteks peradaban islam bukan hanya dalam berbagai mazhab filsafat islam,
melainkan juga dalam mazhab yang memakai sebutan-sebutan lain, khususnya kalam,ma’rifat,ushul
fiqh, dan juga ilmu-ilmu awa’il, belum termasuk subyek-subyek seperti tata
bahasa dan sejarah yang mengembangkan cabang-cabang tertentu filsafat.
Ibnu Sina mengatakan hikmah adalah mencari
kesempurnaan dalam diri manusia dengan dapat menggambarkan segala urusan dan
membenarkan segala hakikat baik yang bersifat teori maupun praktis menurut
kadar kemampuan manusia, dalam arti baginya antara hikmah dan filsafat sama,
yaitu suatu usaha untuk mencapai kesempurnaan jiwa melalui konseptualisasi atas
segala hal dan pembenaran realitas-realitas teoritis dan praktis berdasarkan
ukuran manusia. Namun, di sisi lain Ibnu Sina juga menerima definisi-definisi
pendahulunya ini walaupun mencoba membuat ciri dan presisi tertentu pada
definisinya sendiri.
Mulla Sadra membagi filsafat kepada dua pembagian
utama pertama yang bersifat teoritis yang mengacu kepada pengetahuan tentang
segala sesuatu sebagaimana adanya. Dan kedua yang bersifat praktis yang mengacu
pada penyampain kesempurnaan-kesempurnaan yang cocok bagi jiwa. Perwujutan
kegiatan yang pertama ialah pencapaian tujuan akhir semua pengajaran teoritis,
yakni yang menyalin atau menyerminkan dunia akali yang dengannya jiwa menjadi
sebuah dunia akali bagi dirinya sendiri.
Filsafat islam bukan saja meliputi apa yang tersebut
di atas, tetapi juga tidak melupakan terhadap problem-problem besar filsafat,
seperti soal wujud,esa,dan berbilang, teori tentang pembagian dan keutamaan,
hubungan dengan tuhan dan lain-lain. Lapangan filsafat pada waktu dulu lebih
luas dari pada sekarang. Filsafat islam banyak kemiripan dengan
pandangan-pandangan orang-orang yunani, terutama Aristoteles, dimana teorinya
tentang pembagian filsafat diikuti oleh filosof-filosof islam, filsafat
mencakup ilmu kedokteran, biologi, kimia, music, dan falak, yang semuanya ini
sebenarnya tidak lain adalah cabang-cabang filsafat.
Makna Filsafat ?
Jelas-jelas kata filsafat bukan asli dari bahasa Arab. Apalagi dalam kamus syariat Islam. Ia berasal dari Yunani, negeri 'para dewa' yang disembah oleh manusia. Terbentuk dari dua susunan, filo yang bermakna cinta dan penggalan kedua sofia yang bermakna hikmah. Pengertian yang terbentuk dari paduan dua kata itu memang cukup menarik.
Sebagian mendefinisikan sebagai upaya pencarian tabiat (karakter) segala sesuatu dan hakekat maujûdât (hal-hal yang ada di dunia ini). Filsafat fokus pada pengerahan usaha dalam mengenali sesuatu dengan pengenalan yang murni. Apapun obyeknya, baik perkara ilmiah, agama, ilmu hitung atau lainnya.[2]
Akan tetapi, perkara terpenting yang tidak boleh dilupakan, bahwa tempat asal lahirnya kata itu adalah negeri Yunani dan keyakinan kufur generasi pertama ahli filsafat yang menjadi rujukan filsafat dunia, sudah cukup bagi kaum Muslimin untuk berhati-hati dan mengesampingkannya dari tengah umat, karena berasal dari negeri dan kaum yang tidak beriman kepada Allâh k, kaum yang menyembah para dewa. Kecurigaan terhadap output filsafat mesti dikedepankan. Doktor 'Afâf binti Hasan bin Muhammad Mukhtâr penulis disertasi berjudul Tanâquzhu Ahlil Ahwâ wal Bida’ fil 'Aqîdah' menyatakan, dari sini menjadi jelas bahwa filsafat merupakan pemikiran asing yang bersumber dari luar Islam dan kaum Muslimin, sebab sumbernya berasal dari Yunani [3]
Jelas-jelas kata filsafat bukan asli dari bahasa Arab. Apalagi dalam kamus syariat Islam. Ia berasal dari Yunani, negeri 'para dewa' yang disembah oleh manusia. Terbentuk dari dua susunan, filo yang bermakna cinta dan penggalan kedua sofia yang bermakna hikmah. Pengertian yang terbentuk dari paduan dua kata itu memang cukup menarik.
Sebagian mendefinisikan sebagai upaya pencarian tabiat (karakter) segala sesuatu dan hakekat maujûdât (hal-hal yang ada di dunia ini). Filsafat fokus pada pengerahan usaha dalam mengenali sesuatu dengan pengenalan yang murni. Apapun obyeknya, baik perkara ilmiah, agama, ilmu hitung atau lainnya.[2]
Akan tetapi, perkara terpenting yang tidak boleh dilupakan, bahwa tempat asal lahirnya kata itu adalah negeri Yunani dan keyakinan kufur generasi pertama ahli filsafat yang menjadi rujukan filsafat dunia, sudah cukup bagi kaum Muslimin untuk berhati-hati dan mengesampingkannya dari tengah umat, karena berasal dari negeri dan kaum yang tidak beriman kepada Allâh k, kaum yang menyembah para dewa. Kecurigaan terhadap output filsafat mesti dikedepankan. Doktor 'Afâf binti Hasan bin Muhammad Mukhtâr penulis disertasi berjudul Tanâquzhu Ahlil Ahwâ wal Bida’ fil 'Aqîdah' menyatakan, dari sini menjadi jelas bahwa filsafat merupakan pemikiran asing yang bersumber dari luar Islam dan kaum Muslimin, sebab sumbernya berasal dari Yunani [3]
Di dalam
bahasa Inggris, istilah filsafat dikenal dengan “Philosophy”. Sebenarnya
istilah ini diadopsi dari bahasa yunani yaitu “Philosophia”. Philosophia secara harfiah
dimaknai mencintai kebijaksanaan. Orang yang sedang berfilsafat biasanya
disebut “filosof”. Istilah philosophia
digunakan oleh Phytagoras (sekitar abad ke 6 SM). Makin populer ketika zaman
Socrates dan Plato. Untuk memahami definisi filsafat tidak cukup dengan
mengatahui 2 kata philo dan shopia. Karena definisi filsafat cukup banyak,
bahkan sebanyak jumlah filosof itu sendiri (Jan hendrik Rapar, Pengantar filsafat, hal 14).
Sepintas
jika dilihat dari akar katanya, bisa ditebak kalau “filsafat” berasal dari
peradaban Yunani. Namun sejatinya bukan orang Yunani yang merintis pemikiran
filsafat di dunia. Ternyata di negeri-negeri lain, seperti Mesir, Cina dan
India sudah lama mempunyai tradisi filsafat semasa atau sebelum orang Yunani
kuno, walau mereka tidak mempergunakan kata philosophia
untuk maksud yang sama (Endang Saefuddin Anshari, hal 81).
Dalam
khazanah intelektual Islam, ditemukan 3 istilah umum untuk filsafat. Pertama, hikmah, istilah ini dipakai
supaya kesannya filsafat bukan barang asing akan tetapi berasal dari al-Quran.
Al-’Amiri mengatakan bahwa hikmah berasal dari Allah dan manusia yang pertama
dikaruniai hikmah oleh Allah swt adalah Lukman al-Hakim. Sudah barang tentu tidak
semua orang setuju dengan istilah ini, imam al-Ghazali termasuk yang
menentangnya. Menurut beliau istilah hikmah dalam al-Quran dikorupsi untuk
kepentingan filosof, karena makna hikmah dalam al-Quran itu bukan filsafat,
melainkan Syariat Islam yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul (Adian
Husaini dkk, Filsafat ilmu Perspektif Barat
dan Islam, 2013).
Istilah yang
kedua yaitu falsafah, berbeda
dengan kata “ilmu” yang sering disebut dalam al-Quran, tidak demikian dengan
filsafat. Istilah falsafah sejatinya merupakan pinjaman atau serapan kata
kosakata bahasa Arab melalui terjemahan karya-karya Yunani kuno. Namun demikian
kata yang menunjukkan makna berfikir filosofis tersebut banyak ditemukan dalam
al-Quran seperti kata afala
ta’qilun, afala tubsirun,
afala yanzurun dan sebagainya
(Fakhruddin, Jurnal ulul albab, Vol 8 tahun 2007). Istilah ketiga, ‘ulum al-awa’il yang artinya
“ilmu-ilmu orang zaman dulu”. Jadi filsafat ini dianggap ilmu-ilmu yang berasal
dari peradaban kuno pra-Islam seperti India, Persia dan Yunani.
Definisi Para Filosuf ?
1.Plato (427 SM-347 SM) ,filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran yang asli)
2.Aristoteles (382 SM-322 SM)
mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran,yng
didalamnya terkandung ilmu-ilmu
metafisika,logika,retorika,etika,ekonomi,politik dan estotika (filsafat
menyelidiki sebab dan asas segala benda).
3.Marcus tullius Cicero (106
SM-43 SM),politikus dan ahli pidato romawi,merumuskan: filsafat adalah
pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaaha-usaha untuk mencapainya.
4.
Al-farabi (wafat
950),filsuf muslim terbesar sebelum Ibnu Sina,mengatakan:filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang
sebenarnya.
Pendapat Ulama Salaf ?
Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah menceritakan, "Orang-orang yang muncul setelah tiga masa yang utama terlalu berlebihan dalam kebanyakan perkara yang diingkari oleh tokoh-tokoh generasi Tabi'in dan generasi Tabi'it Tabi'in. Orang-orang itu tidak merasa cukup dengan apa yang sudah dipegangi generasi sebelumnya sehingga mencampuradukkan perkara-perkara agama dengan teori-teori Yunani dan menjadikan pernyataan-pernyataan kaum filosof sebagai sumber pijakan untuk me'luruskan' atsar yang berseberangan dengan filsafat melalui cara penakwilan, meskipun itu tercela. Mereka tidak berhenti sampai di sini, bahkan mengklaim ilmu yang telah mereka susun adalah ilmu yang paling mulia dan sebaiknya dimengerti".[4]
Karena itulah, kaum Mu'tazilah dan golongan yang sepemikiran dengan mereka tidak bertumpu pada kitab tafsir ma'tsur, hadits dan perkataan Salaf. Perkataan al-Hâfizh merupakan seruan yang tegas untuk berpegang teguh dengan petunjuk Salaf dan menjauhi perkara baru yang diluncurkan oleh generasi Khalaf yang bertentangan dengan petunjuk generasi Salaf.[5]
Syaikhul Islam rahimahullah mendudukkan, bahwa penggunaan ilmu filsafat sebagai salah satu dasar pengambilan hukum adalah karakter orang-orang mulhid dan ahli bid'ah. Karena itu, terdapat pernyataan Ulama Salaf yang menghimbau umat agar iltizam dengan al-Qur`ân dan Sunnah dan memperingatkan umat dari bid'ah dan ilmu filsafat (ilmu kalam).[6]
Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah menceritakan, "Orang-orang yang muncul setelah tiga masa yang utama terlalu berlebihan dalam kebanyakan perkara yang diingkari oleh tokoh-tokoh generasi Tabi'in dan generasi Tabi'it Tabi'in. Orang-orang itu tidak merasa cukup dengan apa yang sudah dipegangi generasi sebelumnya sehingga mencampuradukkan perkara-perkara agama dengan teori-teori Yunani dan menjadikan pernyataan-pernyataan kaum filosof sebagai sumber pijakan untuk me'luruskan' atsar yang berseberangan dengan filsafat melalui cara penakwilan, meskipun itu tercela. Mereka tidak berhenti sampai di sini, bahkan mengklaim ilmu yang telah mereka susun adalah ilmu yang paling mulia dan sebaiknya dimengerti".[4]
Karena itulah, kaum Mu'tazilah dan golongan yang sepemikiran dengan mereka tidak bertumpu pada kitab tafsir ma'tsur, hadits dan perkataan Salaf. Perkataan al-Hâfizh merupakan seruan yang tegas untuk berpegang teguh dengan petunjuk Salaf dan menjauhi perkara baru yang diluncurkan oleh generasi Khalaf yang bertentangan dengan petunjuk generasi Salaf.[5]
Syaikhul Islam rahimahullah mendudukkan, bahwa penggunaan ilmu filsafat sebagai salah satu dasar pengambilan hukum adalah karakter orang-orang mulhid dan ahli bid'ah. Karena itu, terdapat pernyataan Ulama Salaf yang menghimbau umat agar iltizam dengan al-Qur`ân dan Sunnah dan memperingatkan umat dari bid'ah dan ilmu filsafat (ilmu kalam).[6]
Filsafat dalam Islam ?
Sebenarnya Al – Qur’an mendukung adanya filsafat yang ditandai dengan
adanya ayat – ayat Al – Qur’an yang menyuruh manusia untuk menggunakan
logikanya untuk berpikir dan berenung. Berikut adalah sebagian dari ayat – ayat
Al – Qur’an nya yang menganjurkan :
“Tidakkah mereka perhatikan di atas
mereka bagaimana ia Kami menjadikan serta hiasi dan tiada celah – celah
padanya? Dan bumi Kami bentangkan serta letakkan di atasnya gunung – gunung dan
Kami tumbuhkan padanya dari tiap pasangan yang
indah?”. (Q.S.50:6-7).
“ Maka hendaklah manusia merenungkan
dari apa ia diciptakan, ia diciptakan dari air yang ditumpahkan yang keluar
dari antara tulang punggung dan tulang rusuk”. (Q.S.86:5:7).
“Tuhanlah yang membuat laut bagimu
tunduk agar padanya kapal – kapal berlayar atas perintah-Nya dan kamu cari
karunia-Nya, semoga kamu berterima kasih. Ia buat segala apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi tunduk bagimu, semuanya adalah dari pada-Nya, padanya
sungguh terdapat tanda – tanda bagi kaum yang berpikir”. (Q.S.45:12-13).
Menurut Mustofa Abdul Rozik, Filsafat Islam adalah filsafat yang
tumbuh di negeri Islam dan dibawah naungan negara Islam, tanpa memandang agama
dan bahasa-bahasa pemiliknya. Pengertian ini diperkuat oleh Prof. Tara Chand,
bahwa orang-orang nasrani dan yahudi yang telah menulis kitab-kitab filsafat
yang bersifat kritis atau terpengaruh oleh islam sebaiknya dimasukkan ke dalam
filsafat Islam. [7]
Filsafat islam adalah perkembangan pemikiran umat Islam dalam masalah
ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang disinari ajaran Islam.
Adapun devinisinya secara khusus seperti apa yang dituliskan oleh penulis Islam
sebagai berikut.
Ibrahim Madkur, filsafat islam
adalah pemikiran yang lahir dalam dunia Islam untuk menjawab tantangan zaman,
yang meliputi Allah dan alam semesta, wahyu dan akal, agama dan filsafat. [8]
Ahmad Fuad Al-Ahwany, filsafat Islam
adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari ajaran Islam. [9]
Muhammad Atif Al-‘Iraqy, filsafat
Islam secara umum di dalamnya tercakup ilmu kalam, ilmu ushul fiqh, ilmu
tasawuf, dan ilmu pengetahuan lainnya yang diciptakan oleh intelektual Islam.
Pengertiannya secara khusus adalah pokok-pokok atau dasar-dasar pemikiran
filosofis yang dikemukakan para filosof muslim.
[10]
Jelaslah bahwa filsafat Islam merupakan hasil pemikiran umat islam secara
keseluruhan. Pemikiran umat Islam ini merupakan buah dari dorongan ajaran
Al-Quran dan Hadis.[1][6]
Pandangan Islam tentang Filsafat ?
Mengenai
pandangan islam tentang filsafat , filsafat cukup mendapat tempat penting dalam
Islam dengan beberapa kenyataan :
1. Dalam sejarah Islam pernah muncul
filosof-filosof muslim yang terkenal seperti Al Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd
dan lain-lain. Bahkan mereka ini dianggap sebagai mata rantai yang
menghubungkan kembali filsafat Yunani yang pernah menghilang di barat dan
berkat jasa-jasa kaum muslimin maka filsafat tersebut dapat dikenal kembali
oleh orang-orang Barat.
2. Terdapatnya sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an yang
mendorong pemikiran-pemikiran filosofis.
3. Meskipun Islam member tempat yang layak bagi
hidup dan perkembangan filsafat, namun Islam menilai bahwa falsafat tu hanyalah
merupakan alat belaka dan bukan tujuan. Falsafat dapat digunakan untuk
memperkokoh kedudukan Islam, umpamanya dapat dijadikan sebagai jalan untuk
memperkuat bukti eksistensi Allah SWT.
4. Diakui pula bahwa kebenaran filsafat bersifat nisbi
dan spekulatif. Nisbi artinya relative dan tidak mutlak kebenaranya.
Spekulatif artinya kebenaranya bersifat spekulasi dan tidak dapat dibuktikan
secara empiris.
5. Jadi tidak perlu melihat filsafat sebagai momok
yang menakutkan tetapi ia harus dipelajari dengan baik. Dengan demikian kita
dapat menggunakan hal – hal yang positif didalamnya dan membuang hal-hal yang
tidak menguntungkan bagi Islam.
Fungsi dan Manfaat Filsafat ?
Menurut
Harold H. Titus,filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam semesta,makna
dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah control, dan tujuan seni adalah
kreativitas,kesempurnaan,bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi,maka tujuan
fisafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisnom).
Dr. Oemar
A.Hoesin mengatakan: ilmu member kepada kita pengetahuan, dan fisafat member
hikmah. Filsafat member kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang
tersusundengan tertip,akan kebebaran.
Radhakrishnan
dalam bukunya, History of philosophy menyebutkan: tugas filsafat bukan lah
sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup,melainkan membimbingnya
maju. Fungsi filsafat adalah kreatif,menetapkan nilai,menetapkan
tujuan,menentukan arah dan menentukan jalan baru. Filsafat hendaknya
mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menopang dunia baru,mencetak
manusia-manusia yang menjadi penggolongan-penggolonganberdasarkan nation,ras dan
keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada
artinya sama sekali apabila tidak universal,baik dalam lingkungannya maupun
dalam semangatnya.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat
kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berfikir) etika
(berprilaku),maupun metafisiska (hakikat keaslian).[2][3]
Daftar Pustaka
Footnote
[1]. Tahâful Falâsifah 84. Nukilan dari Tanâquzhu Ahlil Ahwâ wal Bida’ fil 'Aqîdah' 1/103. Penulis menyertakan ilmu filsafat sebagai sumber pengambilan hukum kedelapan oleh kalangan ahli bid'ah
[2]. Asbâbul Khatha` fit Tafsîr , DR. Thâhir Mahmûd Muhammad Ya’qûb 1/260
[3]. At-Tanâquzh 1/103
[4]. Fathul Bâri (13/253)
[5]. Manhaj al-Hâfizh Ibni Hajar fil ‘Aqîdah, Muhammad Ishâq Kandu 3/1446
[6]. Majmû Fatâwa 7/119
Footnote
[1]. Tahâful Falâsifah 84. Nukilan dari Tanâquzhu Ahlil Ahwâ wal Bida’ fil 'Aqîdah' 1/103. Penulis menyertakan ilmu filsafat sebagai sumber pengambilan hukum kedelapan oleh kalangan ahli bid'ah
[2]. Asbâbul Khatha` fit Tafsîr , DR. Thâhir Mahmûd Muhammad Ya’qûb 1/260
[3]. At-Tanâquzh 1/103
[4]. Fathul Bâri (13/253)
[5]. Manhaj al-Hâfizh Ibni Hajar fil ‘Aqîdah, Muhammad Ishâq Kandu 3/1446
[6]. Majmû Fatâwa 7/119
[7] Drs. H. A. Mustofa. Filsafat
Islam, (Bandung : Setia Pustaka, 2007), Hlm. 17
[8] Ibrahim Madkur, Fi al-Falsafat
al-Islamiyyat Mahaj wa Tathbiquh, Jilid I, (mesir : Dar al-Ma’arif, 1968), Hlm.
19-20
[9] Ahmad Fuad Al-Ahwany, al-Falsafah
al-Islamiyya, (Kairo : Dar al-Qolam, 1962), Hlm. 10
[10] Muhammad ‘Atif Al-‘Iraqy,
al-falsafat al-islamiyat, (Kairo : Dar al-Ma’arif, 1978), Hlm. 19-20
1.Mutofa.A,Filsafat Islam: CV. Pustaka Setia,Bandung,1997.hal:9
[11] Ibid.hal:12
1.http://filsafat.kompasiana.com 2http://niamspot.blogspot.com
5.http://zekyaneukpidie.blogspot.com
JAKARTA 13/5/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar