JAHATNYA NAMIMAH ?
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (Al-Humazah: 1).
يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي
كَبِيرٍ، بَلَى، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ الآخَرُ
يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ
“Mereka berdua disiksa. Mereka menganggap
bahwa itu bukan perkara besar, namun sesungguhnya itu perkara besar. Orang yang
pertama disiksa karena tidak menutupi diri ketika kencing. Adapun orang yang
kedua disiksa karena suka mengadu domba (namimah).” (HR. Bukhari
no. 216 dan Muslim no. 292).
لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ قَتَّاتٌ
“Tukang adu domba tidak akan masuk surga.” (HR
Bukhari-Muslim)
Muqaddimah
Namimah
menurut Ibnu Daqiq Al ‘Ied berarti menukil perkataan orang lain. Yang dimaksud
adalah menukil perkataan orang lain dengan maksud membuat kerusakan atau
bahaya. Adapun jika menukil pembicaraan oran lain dengan maksud mendatangkan
maslahat atau menolak mafsadat (kejelekan), maka itu dianjurkan. Ibnu Hajar
menjelaskan bahwa itu pengertian namimah dengan makna umum. Ulama lain berkata
berbeda dengan itu.
Imam Nawawi
berkata, “Namimah adalah menukil perkataan orang lain dengan tujuan untuk
membuat kerusakan. Namimah inilah sejelek-jelek perbuatan.”
Al Karmani
sendiri mengatakan bahwa menyatakan seperti itu tidaklah tepat karena kalau
dikatakan dosa besar yang dikenakan hukuman, maka bukan hanya maksudnya
melakukan namimah, namun namimah tersebut dilakukan terus menerus. Karena
sesuatu yang dilakukan terus menerus dapat menjadi dosa besar. Dosa kecil yang
dilakukan terus menerus dapat menjadi dosa besar. Atau bisa jadi makna al
kabiroh dalam hadits bukanlah seperti makna dosa besar dalam hadits.
Penjelasan
di atas adalah penjelasan dari Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari, 1: 319.
Apa itu Namimah ?
Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan bahwa namimah adalah mengutip suatu
perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang dengan si
pembicara. Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaani rahimahullah mengatakan bahwa namimah tidak khusus itu saja.
Namun intinya adalah membeberkan sesuatu yang tidak suka untuk dibeberkan. Baik
yang tidak suka adalah pihak yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita,
maupun pihak lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun
perbuatan. Baik berupa aib ataupun bukan.
Ancaman bagi Pelaku Namimah ?
Namimah hukumnya haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan)
kaum muslimin. Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan haramnya namimah dari
Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya, “Dan
janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak
mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS. Al Qalam: 10-11)
Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu disebutkan, “Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba).” (HR. Al Bukhari)
Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu disebutkan, “Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba).” (HR. Al Bukhari)
Ibnu Katsir menjelaskan, “Al qattat adalah orang
yang menguping (mencuri dengar pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia
membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.”
Perkataan “Tidak akan masuk surga…” sebagaimana
disebutkan dalam hadist di atas bukan berarti bahwa pelaku namimah itu
kekal di neraka. Maksudnya adalah ia tidak bisa langsung masuk surga. Inilah
madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah untuk tidak mengkafirkan seorang muslim karena
dosa besar yang dilakukannya selama ia tidak menghalalkannya (kecuali jika dosa
tersebut berstatus kufur akbar semisal mempraktekkan sihir -ed).
Pelaku namimah juga diancam dengan adzab di alam
kubur. Ibnu Abbas meriwayatkan, “(suatu hari) Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam melewati dua kuburan lalu berkata, lalu bersabda, “Sesungguhnya
penghuni kedua kubur ini sedang diadzab. Dan keduanya bukanlah diadzab karena
perkara yang berat untuk ditinggalkan. Yang pertama, tidak membersihkan diri
dari air kencingnya. Sedang yang kedua, berjalan kesana kemari menyebarkan
namimah.” (HR. Al-Bukhari)
Syaikh Ibnu Utsaimin :Namimah adalah bahwa seseorang menyampaikan
perkataan manusia satu dengan yang lain untuk merusak hubungan di antara
mereka, seperti ia pergi kepada seseorang dan berkata, “Fulan berkata tentang
dirimu seperti ini, fulan berkata tentang dirimu seperti ini” untuk memberikan
rasa permusuhan di antara umat Islam. Ia termasuk di antara dosa besar. Dalam
Shahihain dari hadits Abdullah bin Abbas -rodliallaahu’anhu-, bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم melewati dua
kuburan seraya bersabda, “Perhatikan, sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan
tidaklah keduanya disiksa lantaran dosa besar (menurut perasaan keduanya,
pent). Adapun salah satunya, ia melakukan namimah. Adapun yang lain, ia
tidak bersuci dari kencing.” Ia (Abdullah) berkata, “Lalu beliau meminta
pelepah kurma yang masih basah, lalu membelahnya menjadi dua, kemudian
menanamnya di atas yang ini satu dan yang ini satu.” Para sahabat bertanya,
“Kenapa Anda melakukan hal ini?” Beliau menjawab, “Mudah-mudahan diringankan
siksa keduanya selama belum kering.”(HR Bukhari-Muslim)
Disebutkan pula bahwa sepertiga dari siksaan di dalam
kubur adalah karena perbuatan adu domba.
Allah Subhaanahu Wata'aala telah mengharamkan
perbuatan menyebarkan fitnah (mengadu domba) karena dapat menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara manusia, tidak ada kelonggaran dalam hal
ini, lain halnya berbohong yang mana dalam hal ini Allah telah memberikan
keringanan jika itu dapat mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan di antara
manusia, Allah Subhaanahu Wata'aala berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ
“Sebab itu bertaqwalah pada Allah dan perbaikilah
hubungan di antara sesamamu”. (Al-Anfal: 1).
Dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda:
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلِ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلاَةِ
وَالصِّيَامِ وَالصَّدَقَةِ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ:
إِصْلاَحُ ذَاتِ الْبَيْنِ، فَإِنَّ فَسَادَ ذَاتِ الْبَيْنِ هِيَ الْحَالِقَةُ.
“Maukah aku beritakan kepada kalian tentang sesuatu
yang lebih utama dari pada derajat shalat, puasa dan shadaqah?” Para sahabat
menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah”. Beliau bersabda: “Yaitu memperbaiki
hubungan antara sesama, karena sesungguhnya rusaknya hubungan antar sesama itu
adalah keterputusan (dari tali persaudaraan)”.
Ikhtitam
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min dan
mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah
memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58).
Rasulullah SAW mengingatkan kaum muslimin agar jangan melakukan namimah,
karena namimah merupakan dosa besar. Untuk itu beliau bersabda :
لا يدخل الجنة نمام (رواه البخارى و مسلم
“Tak akan bisa masuk surga orang yang suka melakukan namimah” (Hadits
riwayat Bukhari dan Muslim).
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.https://assunnahdb.wordpress.com
3.http://muslimah.or.id
JAKARTA 7/5/2015
MaasyaaAllah
BalasHapusIt is ok