BAHAYANYA BERBOHONG ?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.” (At-Taubah: 119)
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah:
“Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan
hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak
kamu ketahui.” (Al-A’raaf: 33).
ان الصدق يهدى الى البر, ان البر يهدى الى الجنة, وان الرجل ليصدق حتى يكتب عند الله صديقا, وان الكذب يهدى الى القجور وان الفجور يهدى الى النار وان الرجل ليكذب حتى يكتب عند الله كذابا (رواه البخارى و مسلم
“Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu
akan menghantarkan kepada surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah akan
dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu akan menunjukkan
kepada kelaliman, dan kelaliman itu akan menghantarkan ke arah neraka.
Seseorang yang terus menerus berbuat bohong akan ditulis oleh Allah sebagai
pembohong.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim )
Muqaddimah
Bohong adalah penyakit yang menghinggapi masyarakat di segala
zaman. Ia adalah penyebab utama bagi timbulnya segala macam bentuk kejelekan
dan kerendahan. Suatu masyarakat takkan lurus selamanya jika perbuatan bohong
ini merajalela di antara individu-individunya. Dan suatu bangsa takkan bisa
menaiki tangga kemajuan kecuali jika berlandaskan pada kejujuran.
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Maka
siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta
terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” (Al-An’aam: 144)
Imam
ath-Thabari berkata:
“Maka
siapakah yang lebih zhalim terhadap dirinya, jauh dari kebenaran, daripada
orang yang membuat kebohongan terhadap Allah? Masuk dalam ayat ini pula adalah
mengharamkan apa yang tidak diharamkan Allah, dan menghalalkan apa yang tidak
dihalalkannya.” (Tafsir ath-Thabari, 8/68).
Berkata Imam
Nawawi:
“Ketahuilah,
madzhab Ahlus Sunnah berkata bahwa bohong adalah mengabarkan sesuatu yang
menyelisihi kenyataannya, sama saja engkau sengaja atau tidak sengaja. Orang
yang berbohong dengan tidak sengaja, maka tidak ada dosanya, akan tetapi ia
akan berdosa apabila melakukannya dengan sengaja.” (Al-Adzkar, hal. 326, lihat
pula Al-Adab asy-Syar’iyah, 1/53).
Imam Ibnul
Qayyim berkata:
“Allah
mengurutkan keharaman-keharaman menjadi empat tingkatan. Dia memulai dengan
yang paling ringan yaitu perbuatan keji, kemudian yang lebih berat keharamannya
yaitu dosa dan kezhaliman, selanjutnya urutan yang ketiga yang lebih besar
keharamannya dari kedua di atas yaitu kesyirikan, dan diakhiri dengan yang
paling berat keharamannya dibandingkan semua di atas yaitu berbicara terhadap
Allah tanpa ilmu.” (I’lamul Muwaqqi’in, 1/47).
Hukum berdusta ?
اية المنافق ثلاث : اذا حدث كذب واذا وعد أخلف واذا ؤتمن خان
“Pertanda orang yang munafiq ada tiga: apabila berbicara bohong, apabila
berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya berbuat khianat” (Hadits
riwayat Bukhari dan Muslim.).
Didalam
riwayat Bukhori dan Muslim dari Abdullah bahwasanya Rasulullah saw
bersabda,”Sesungguhnya dusta membawa
kepada kedurhakaan sedangkan
kedurhakaan menyeret ke neraka. Dan
sesungguhnya seseorang berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”
Terdapat keringan didalam berdusta ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar al Haitsami didalam kitabnya “Az Zawajir” bahwa dusta terkadang dibolehkan dan terkadang diwajibkan.
Terdapat keringan didalam berdusta ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar al Haitsami didalam kitabnya “Az Zawajir” bahwa dusta terkadang dibolehkan dan terkadang diwajibkan.
Patokannya—sebagaimana
disebutkan didalam kitab “Ihya’—bahwa setiap tujuan terpuji yang bisa dicapai dengan kejujuran dan kedustaan
sekaligus maka berdusta didalam hal
ini adalah haram. Jika bisa dicapai
hanya dengan berdusta saja maka
berdusta didalamnya mubah (boleh)
jika pencapaian hal itu memang mubah. Dan
wajib jika pencapaian tujuan itu sendiri wajib dilakukan. Seperti jika seseorang melihat seorang muslim yang
tidak bersalah sedang bersembunyi dari seorang zhalim yang ingin membunuh atau
menyakitinya maka berdusta didalam hal ini adalah wajib, karena adanya
kewajiban melindungi darah seorang yang dilindungi. (az Zawajir An Iqtirof al
Kabair juz III hal 238)
Didalam
riwayat Bukhori dan Muslim dari Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Mu’ith disebutkan
bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda,”Bukanlah pendusta orang yang
mendamaikan antara manusia lalu dia mengembangkan kebaikan dan mengatakan
kebaikan.” Didalam riwayat lain,”Aku tidak pernah mendengar beliau memberikan
keringan terhadap apa yang dikatakan manusia berupa dusta kecuali dalam tiga
hal : peperangan, mendamaikan diantara manusia dan perkataan suami kepada
istrinya atau perkataan istri pada suaminya.” Maksud dari perkataan antara
suami istri itu adalah tentang cinta yang dapat membantu kelanggengan hubungan
diantara mereka.
Boleh Berbohong dalam 3 Perkara ?
Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin jilid IV/284 mengutip sebuah hadits Nabi yang membolehkan seseorang berdusta dalam 3 (tiga) perkara:
Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin jilid IV/284 mengutip sebuah hadits Nabi yang membolehkan seseorang berdusta dalam 3 (tiga) perkara:
ما سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يرخص فى شئ من الكذب إلا قى ثلاث: الرجل يقول القول يريد به الصلاح، والرجل يقول القول فى الحرب، والرجل يحدث امرأته، والمرأة تحدث زوجها
Artinya: Rasulullah tidak mentolerir suatu kebohongan kecuali dalam tiga
perkaran: (a) untuk kebaikan; (b) dalam keadaan perang; (c) suami membohongi
istri dan istri membohongi suami (demi menyenangkan pasangannya).
Dalam hadits lain yang serupa dikatakan
Dalam hadits lain yang serupa dikatakan
كل الكذب يٌكتب على إبن آدم لا محالة إلا أن يكذب الرجل فى الحرب فإن الحرب خدعة أو يكون بين الرجلين شحناء فيصلح بينهما أو يحدث امرأته فيرضيها
Artinya:
Setiap kebohongan itu terlarang bagi anan cucu Adam kecuali (a) dalam
peperangan. Karena peperangan adalah tipu daya. (b) menjadi juru damai di
antara dua orang yang sedang bertikai; (c) suami berbohong untuk menyenangkan
istri.
Berbohong Perbuatan Tercela ?
1. Tidak
mengindahkan Perintah Allah
Allah
memerintahkan seluruh hamba-Nya agar tidak mengikuti sesuatu yang tidak ada
ilmunya. Orang yang berbohong berarti telah memperturutkan hawa nafsu untuk
mengikuti apa yang tidak dia ketahui, dan hal ini terlarang dengan tegas
sebagaimana dalam firman-Nya:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.” (Al Israa’: 36)
Imam
asy-Syinqithi berkata:
“Allah
melarang dalam ayat yang mulia ini agar manusia tidak mengikuti apa yang dia
tidak mempunyai pengetahuan di dalamnya. Termasuk di dalam hal ini adalah
perkataan orang yang berkata: ‘Saya telah melihat’, padahal dia belum
melihatnya. ‘Saya telah mendengar’, padahal dia belum mendengarnya. ‘Aku tahu’,
padahal dia tidak mengetahuinya. Demikian pula orang yang berkata tanpa ilmu
dan orang yang mengerjakan amalan tanpa ilmu, tercakup pula dalam ayat ini.”
(Adhwa’ul Bayan, 3/145)
2. Perintah
berbuat jujur, larangan akan kebalikannya
Apabila
Allah memerintahkan sesuatu, maka mengandung konsekuensi larangan akan
kebalikannya. Perintah berbuat jujur, berarti larangan berbohong. Perhatikanlah
fiman Allah berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.” (At-Taubah: 119)
Syaikh
Abdurrahman as-Sa’di berkata:
“Firman-Nya
‘Dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar’, yaitu di dalam perkataan,
perbuatan, dan dalam keadaan mereka. Ucapan yang terlontar dari mereka benar
dan jujur, tiadalah perbuatan dan keadaan mereka kecuali benar, jauh dari rasa
malas, selamat dari maksud jahat, berupaya ikhlas dan niat yang shalih.
Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan menghantarkan kepada
kebaikan, dan kebaikan menghantarkan ke dalam surga.” (Taisir Karimir Rahman,
hal. 312).
Ikhtitam
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Barangsiapa
yang berdusta atasku, hendaklah ia
mengambil tempat duduknya di neraka.”
(Mutawatir. HR. Bukhari no. 107, Muslim no. 3004).
Al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata:
“Berdusta atas Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah dosa besar,
sedangkan berdusta kepada selainnya termasuk dosa kecil. Maka tidaklah sama
ancaman bagi yang berdusta atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
selain beliau.” (Fathul Bari, 1/267).
Sumber:1.Al-Qur’an
Hadits 2.http://www.alkhoirot.net
3.http://www.eramuslim.com
4.https://bestpulsamalang.wordpress.com
JAKARTA 6/5/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar