Antara NU dan MUHAMMADIYAH
Muqaddimah
NU dan
Muhammadiyah sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari keutuhan negara Republik
Indonesia. Mereka telah setia menemani perjuangan bangsa dalam semua dinamika
sejarah dan politik yang telah dan sedang dilalui. Muhammadiyah yang berdiri
pada tahun 1912 dan NU pada tahun 1926 telah teruji sebagai organisasi berbasis
keagamaan (Islam) yang bertahan melalui kerasnya sejarah.
Seiring
berlalunya waktu, kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia ini tidak jarang
mengalami benturan-benturan. Malah dalam beberapa kesempatan, kedua organisasi
ini tidak jarang dihadapkan kepada situasi yang “dibenturkan” oleh beberapa
pihak. Sehingga ketegangan-ketegangan primordialistis kalangan bawah dengan
basis keorganisasian ini tidak bisa dielakkan. Hal ini pun diperparah oleh
beberapa elit organisasi yang membenturkan dan menghadapkan Muhammadiyah dan NU
dalam tataran intelektual. Tidak jarang Muhammadiyah dan NU
dibanding-bandingkan dalam beberapa literatur keorganisasian, sehingga
polemik ini semakin lama semakin mengkristal.
Corak NU dan
Muhammadiyah memberikan kemajuan luar biasa dalam konteks ke-Islaman di
Indonesia. Sikap yang cenderung fundamentalistis dan puritan dalam hal fiqh
pada diri Muhammadiyah telah membawa Muhammadiyah pada kemajuan yang luar biasa
dalam hal amal usaha organisasi. Warga Muhammadiyah tidak disibukkan oleh
permasalahan-permasalahan fiqhiyyah sehingga kita bisa melihat amal usaha yang
menjamur, mulai dari rumah sakit, perguruan tinggi, hingga sekolah-sekolah pada
tingkat dasar dan menengah.
Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta
pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan
untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas
di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan
Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah
berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim
Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai
Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah
telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian
Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun
1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.
Bidang Akidah
Akidah merupakan dasar pokok keyakinan beragama. Oleh sebab itu ia menjadi
titik awal dalam bahasan tentang keimanan.
Pambahasan akidah ini umumnya meliputi persoalan sebagai berikut ;
- Ilahiyyah,yaitu segala hal yang membahas tentang ilah (Allah) seperti wujud Allah ,kehendak Allah,ketentuan Allah.
- Nubuwwah, yaitu pembahasan mengenai segala sesuatu yang berkenaan dengan nabi dan Rasul,termasuk pembahasan mengenai kitab-kitab Allah,dan mukjizat.
- Ruhaniyyah, yaitu pembahasan yang berhubungan dengan alam metafisik,
- Syam’iyah,yaitu pembahasan tentang segala yang dapat diketahui lewat syam’i(mendengar berita dari dalil naqli berupa Al-qur’an dan sunah Rasul.
Secara histories aqidah islam yang berkembag dikalangan umat islam ada dua
kelompok ;
- Aqidah salaf,aqidah yang dibangun semata-mata berdasarkan wahyu,yaitu Al-qur’an dan as-sunnah,tanpa ada tambahan filosofis.
- Aqidah islam yang dibangun atas campur tangan pemikiran fikosofik.
Sejarah Berdirinya NU
Nahdlatul Ulama (NU), adalah sebuah organisasi Islam yang terbesar di
Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang
pendidikan, sosial, dan ekonomi.Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan
asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini
membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan
peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren
dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925.
Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam
Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan
mengesahkan keputusan tersebut. Didorong oleh minatnya yang gigih untuk
menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan
peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang
dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan
tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud
mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan
ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional
kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab
dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat
berharga.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad
hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih
mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka
setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk
membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16
Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim
Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari
merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab
I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan
dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam
berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Paham keagamaan
NU menganut paham Ahlussunah waljama’ah, sebuah pola pikir yang mengambil
jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis).
Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur’an, sunnah, tetapi juga
menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir
semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu
Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih
cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi’i dan mengakui tiga madzhab yang lain:
imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam
lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan
metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf
dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk
menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali
metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali
hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan
gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Perbedaan NU dan Muhammadiyah
Muhammadiyah dan NU adalah organisasi, bukan masalah fiqh. Hanya dalam
konteks Indonesia, Muhammadiyah dan NU adalah mewakili 2 golongan besar umat
Islam secara fiqh juga. Muhammadiyah mewakili kelompok “modernis” (begitu
ilmuwan menyebut), yang sebenarnya ada beberapa organisasi yang memiliki
pandangan mirip seperti Persis (Persatuan Islam), Al-Irsyad, Sumatra Tawalib.
Sedang NU (Nahdhatul Ulama) mewakili kelompok “tradisional”, selain Nahdhatul
Wathan, Jami’atul Washliyah, Perti, dll.
Di sisi lain NU (Nahdhatul Ulama, didirikan antara lain oleh KH Hasyim
Asy’ari, 1926), lahir untuk menghidupkan tradisi bermadzhab, mengikuti ulama.
Sedikit banyak kelahiran Muhammadiyah memang memicu kelahiran NU. Berbeda
dengan Muhammadiyah, pengaruh NU sangat nampak di kalangan pedesaan.
Kedua organisasi memiliki berbagai perbedaan pandangan. Dalam masyarakat
perbedaan paling nyata adalah dalam berbagai masalah furu’ (cabang). Misalnya
Muhamadiyah melarang (bahkan membid’ahkan) bacaan Qunut di waktu Shubuh, sedang
NU mensunahkan, bahkan masuk dalam ab’ad yang kalau tidak dilakukan harus
melakukan sujud syahwi, dan berbagai masalah lain
Sumber:1.http://serbasejarah.blogspot.com 2.http://www.suaranews.com
JAKARTA 19/5/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar