Potensi Manusia ?
Manusia
adalah makhluk Allah swt yang diciptakan dengan sebaik-baik bentuk, dibekali
akal, hati, nafsu, raga, dan ditiupkan ruh ketuhanan kepadanya dan paling mulia jika dia bertaqwa
dan paling rendah martabatnya dibanding binatang bilamana tidak menggunakan
karunia hati, mata dan telinga.
Allah SWT
berfirman:
ô‰s)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þ’Îû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ ¢OèO çm»tR÷ŠyŠu‘ Ÿ@xÿó™r& tû,Î#Ïÿ»y™ ÇÎÈ
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat
yang serendah-rendahnya (neraka). (Q.S. At-Tin: 4-5)
Ar-Raghib
al-Ashfahami, pakar bahasa al-Qur’an, memandang kata taqwim di sini sebagai
isyarat tentang keistemewaan manusia dibanding binatang, yaitu akal, pemahaman,
dan bentuk fisiknya yang tegak dan lurus. Jadi, kalimat ahsan taqwim berarti
bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang menyebabkan manusia dapat
melaksanakan fungsinya sebaik mungkin.[1]
Allah swt
menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya, keseimbangan bentuk anggota
tubuhnya, sempurna akalnya, mulut, ilmu pengetahuan dan moralnya.[2]
Sebenarnya
manusia itu memiliki potensi dasar dari Allah swt. yaitu potensi kebaikan dan
keburukan, kefasikan dan ketaqwaan. Manusia bisa menggunakan potensi tersebut
untuk berbuat kebaikan atau kejahatan, tergantung pilihannya. Potensi tersebut
ilham namanya.
Allah SWT
berfirman:
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy™ ÇÐÈ $ygyJolù;r'sù $ydu‘qègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ ô‰s% yxn=øùr& `tB $yg8©.y— ÇÒÈ ô‰s%ur z>%s{ `tB $yg9¢™yŠ ÇÊÉÈ
Artinya: Dan demi jiwa dan penyempurnaannya
(ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams: 7-10)
Thabathaba’i
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “mengilhami jiwa” adalah penyampaian
Allah kepada manusia tentang sifat perbuatan apakah dia termasuk ketakwaan atau
kedurhakaan, setelah memperjelas perbuatan dimaksud dari sisi subtansinya
sebagai perbuatan yang dapat menampung ketakwaan atau kedurhakaan.[3]
Mujahid,
Qatadah, ad-Dhahak, al-Tsauri dan Sa’id bin Jubair mengatakan:”Allah swt
mengilhami jiwa manusia tentang kebaikan (al-khair)
dan keburukan (al-syarra).”[4]
Dengan ayat
di atas, setiap jiwa manusia berpotensi berbuat baik atau jahat tergantung
potensi yang mana yang dikembangkan. Jika fujur yang dikembangkan maka
seseorang akan menjadi manusia jahat, sebaliknya bila ketaqwaan yang
dikembangkan maka dia tergolong manusia yang beruntung dan manusia yang terbaik
untuk dirinya dan orang lain.
Mensucikan
jiwanya dengan bertauhid kepada Allah swt. dan beramal sholeh sesuai dengan
petunjuk Allah swt dan Rasul-Nya. Beribadah kepada Allah swt dengan tulus
ikhlas dan sesuai syari’at Rasulullah saw dengan tidak menyekutukan Allah swt
dengan sesuatu benda atau makhluk lainnya. Beramal sholeh seperti selalu
berdzikir kepada Allah swt. dan menolong kepada orang yang membutuhkannya bisa
dengan ilmu, tenaga, harta dan jabatannya untuk meraih ridha Allah swt.
Manusia
dibekali hati dan akal untuk memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah yang
terbentang di alam atau tertulis dalam kitab-Nya maka tidak akan mengakui
adanya Allah kalau hatinya tidak berfungsi, sebab buta, tidak yakin dan
kotor.Oleh karena itu, akal manusia akan semakin berfungsi dengan baik manakala
unsur rasa atau hatinya baik, suci dan senantiasa beriman.
Barangsiapa
yang hatinya dibuka untuk masuk Islam dan selalu iman, maka Allah akan
memberikan pelajaran dan petunjuk-Nya untuk dapat membedakan yang benar dan yang salah, akan mudah menemukan
kebenaran ilmu yang dipelajarinya.Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
#x‹»yd Ô÷»n=t/ Ĩ$¨Z=Ïj9 (#râ‘x‹ZãŠÏ9ur ¾ÏmÎ/ (#þqßJn=÷èu‹Ï9ur $yJ¯Rr& uqèd ×m»s9Î) Ó‰Ïnºur t©.¤‹uŠÏ9ur (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$#
Artinya: (Al-Qur’an) ini adalah penjelasan
yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan
supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar
orang yang berakal mengambil pelajaran. (Q.S. Ibrahim: 52)
Allah swt
berfirman sebagaimana ayat di atas bahwa al-Qur’an adalah penjelas bagi manusia
dan bangsa jin sebagaimana firman-Nya pada awal surat Ibrahim:”Alif, laam raa, (ini adalah) Kitab yang
Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita
kepada cahaya terang benerang…” Agar mereka mengambil peringatan dan supaya
mengetahui bahwasanya Allah Yang Maha Esa.[5]
Allah SWT
berfiman dalam Al-Qur’an:
tûïÏ%©!$# tbrãä.õ‹tƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbrã¤6xÿtGtƒur ’Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur $uZ/u‘ $tB |Mø)n=yz #x‹»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß™ $oYÉ)sù z>#x‹tã Í‘$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah berdiri atau duduk tau dalam kadaan berbaring dan mereka memikirka
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):”Ya Tuhan kami, tiada
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran: 191)
Pakar tafsir
Sayyid Quthub tentang ayat ini mengatakan:”Engkau tidak menciptakan alam ini
dengan sia-sia,tetapi untuk menjadi kebenaran. Kebenaran adalah penopangnya.
Kebenaran adalah undang-undangnya. Kebenaran adalah inti dasarnya. Sesungguhnya
alam ini memiliki hakekat, karena ia bukan”nothing” sebagaimana dikatakan oleh
filsafat. Ia berjalan sesuai
undang-undang, tidak dibiarkan kacau balau. Ia berjalan untuk suatu tujuan,
tidak diserahkan kepada kebetulan. Dalam
eksistensi, gerakan dan tujuannya ia diatur dengan kebenaran tanpa
terkontaminasi oleh kebatilan.”[6]
Dengan
firman Allah di atas, manusia yang berakal dan beriman dapat mengambil
pelajaran Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam mengarungi kehidupan dunia ini
menuju kehidupan yang abadi yaitu hari pembalasan, yang baik dibalas
kebaikannya. dan yang jelek dibalas setimpal dengan kejahatannya
Dalam diri
manusia terdapat nafsu yang mendorong untuk berbuat kebaikan atau kejahatan
tergantung akal dan hati seseorang yang dimilikinya, jika nafsunya selalu
melepaskan diri dari tantangan dan dan tidak mau menentang, bahkan patuh tunduk
saja kepada nafsu syahwat dan panggilan syaitan maka namanya nafsu amarah
bissu’; Nafsu yang belum sempurna ketenangannya karena selalu menentang atau
melawan kejahatan tetapi suatu saat teledor dan lalai berbakti kepada Allah,
sehingga dicela dan disesalinya namanya nafsu lauwamah; dan nafsu mutma’innah
yaitu nafsu yang tenang pada suatu hal dan jauh dari kegunjangan yang
disebabkan oleh bermacam-macam tantangan dan dari bisikan syaitan.
Dengan
sifat-sifat nafsu tersebut, manusia bisa melakukan perbuatan terpuji atau
tercela tergantung keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Bijaksana. Nafsu harus
dikendalikan dan diarahkan kepada kebaikan dengan menggunakan akal dan hati
yang bersih, selalu mengingat Allah swt dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya
baik dalam kadaan berdiri atau duduk atau berbaring.
Iman dan
dzikrullah adalah potensi yang harus dimiliki oleh orang-orang yang
mendambahkan kebahagian lahir-batin dan keselamatan dunia-akhirat. Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur’an:
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ’ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% Ìø.É‹Î/ «!$# 3 Ÿwr& Ìò2É‹Î/ «!$# ’ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# 4’n1qèÛ óOßgs9 ß`ó¡ãmur 5>$t«tB ÇËÒÈ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan
hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
menginati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal
sholeh, bagi mereka kebahagiaan dan
tempat kembali yang baik. (Q.S. Ar-Ra’d: 28-29)
Dengan
mengingat (dzikir) Allah, hati mereka merasa nyaman dan terpikat untuk mendekat
di sisi-Nya, merasa tenteram ketika mengingat kepada-Nya dan ridha Tuhan
sebagai Tuannya serta sebagai Penolong.[7]
Mengingat
Allah bukan berarti sekedar melakukan gerakan bibir semata kepada-Nya, meskipun
menyebut nama-Nya adalah salah satu contoh mengingat-Nya. Sebab yang terpenting
adalah ingat kepada Allah dalam segala situasi dan keadaan, khususnya ketika
hendak melakukan dosa.[8]
Dengan iman
dan dzikrullah, kehidupan seseorang akan .memperoleh ketenangan dan kebahagiaan
lahir dan bathin. Rukun iman kita pahami dengan benar dan dzikir kepada Allah
swt dalam kondisi apapun, sehat ataupun sakit.Dzikir hati dapat membersihkan
hati dari hasud, buruk sangka, dendam, sombong dan penyakit hati lainnya.
Nabi
Muhammad saw bersabda:
åqf^eã xäZE êã =a:
Artinya: Mengingat(dzikir) Allah dapat
menjadi penawar hati. (HR Dailami)
Siapapun
namanya, apapun jabatannya, kaya atau miskin sama-sama mempunyai potensi
berbuat kebajikan atau kejahatan tergantung ketaqwaannya kepada Tuhan Yang Maha
Mengetahui atas segala perbuatan manusia baik yang nyata maupun yang batin.
Maka beruntunglah orang-orang yang membersihkan hatinya dengan dzikrullah dan
yang memperbanyak beramal sholeh serta berguna kehidupannya bagi dirinya,
keluarga dan sesamanya hanya semata-mata meraih ridha Allah swt.
Bersambung...By Abi Umar(2/4/11/2014)
[1] M.Quraish Shihab, TafsirAl-
Mishbah, vol. 15, hal. 375
[2] Muhammad An-Nawawi Al-Jawy, Murah
labib Tafsir An-Nawawi, (Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah Indonesia),jilid 2.hal.543
[3] M.Quraish Shihab, TafsirAl-
Mishbah, vol. 15, hal. 298
[4] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an
Al-Azhim, juz 4. hal. 516
[5] Ibid, juz 2. hal.545
[6] Sayyid Quthb, Tafsir
Fi-Zhilalil Qur’an, Di Bawah Naungan Al-Qur’an, (Jakarta: Robbani Press, 2003), jilid.2. hal.
578
[7] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an
al-Azhim, juz 2. hal.512
[8] Kamal Faqih Imani, Tafsir
Nurul Qur’an, jilid.8. hal.107
Tidak ada komentar:
Posting Komentar