Kamis, 06 November 2014

SERBA CUKUP






Melihat dirinya serba cukup ?

Allah SWT berfirman:

Hxx. ¨bÎ) z`»|¡SM}$# #ÓxöôÜuŠs9 ÇÏÈ br& çn#uä§ #Óo_øótGó$# ÇÐÈ

Artinya: Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup. (Q.S. Al-‘Alaq: 6-7)

Dengan ayat ini Muqatil berkata:”bahwa Abu Jahal jika memperoleh harta maka dia menambah pakian, kendaraan, makanan dan minuman sehingga melampaui batas.”[1]

Ibnu Abbas berkata:”Abu Jahl berkata:”Jika aku melihat Rasulullah saw shalat di sisi ka’bah akau pasti akan mendatanginya sehingga aku injak lehernya”. Maka Rasulullah saw bersabda:”Kalau ia melakukannya pasti malaikat akan menyambarnya dengan terang-terangan”.[2]

Sebelum ayat tersebut diatas Allah swt menerangkan tentang kejadian manusia yang berasal dari segumpal darah, lalu menyuruh untuk membaca dan Dia pula-lah yang mengajarkan manusia apa-apa yang belum diketahui. Baru kemudian Allah swt mencela kepada kesombongan manusia karena dia melampaui batas dengan berbuat dosa dan merasa serba cukup dan pintar.

Sungguh diriwayatkan dan dimarfu’kan kepada Nabi saw:”Dua keinginan manusia yang tidak pernah merasa kenyang yaitu penuntut ilmu dan pencari dunia.”[3]

Menuntut ilmu dalam Islam tidak terlarang bahkan diperintahkan, Dengan ilmu semestinya seseorang bijak dan bertambah terpuji perbuatannya. Karena ilmu adalah penerang bagi orang-orang yang pandai mensyukuri nikmat-nikmat Allah swt, jalan ke surga atau jalan ke neraka, halal atau haram hukumnya jelas. Demikian juga, dunia adalah tempat kita sementara, diserahkan sepenuhnya untuk mengelolah, memelihara dan mengambil manfaat darinya, bisa untuk bekal menuju akhirat mnanti.

Muhammad Baqi rash-Shadr menilai ayat diatas sebagai menguraikan salah satu hukum sejarah dan kemasyarakatan, yakni tentang pengaruh hubungan manusia dengan alam terhadap hubungan dengan sesame manusia, bahwa:”Sejalan dengan berkembangnya kemampuan manusia mengelola alam dan bertambahnya kekayaan serta penguasaannya terhadap alat-alat produksi, bertambah dan berkembang pula potensinya(manusia) dalam bentuk keinginan dan godaan untuk berlaku sewenang-wenang atau mengeksploitir sesamanya.”[4].

Memang manusia yang tidak tahu terima kasih kepada Tuhan tentu akan mengabaikan perintah-perintah-Nya dan larangan-larangan-Nya. Mengapa orang-orang yang merasa dirinya serba cukup dengan ilmu,harta dan tahta tidak mau tunduk kepada Allah swt? Bukankah mereka datang dari-Nya dan mau kembali kelak di hari kiamat kepada-Nya? Padahal pada suatu saat manusia pasti mendapat cobaan atau ujian dari Allah Yang Maha Bijaksana.

Siksa, cobaan atau ujian Allah swt yang ditimpahkan kepada manusia pasti mengandung hikmah, sebab Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Siksa bagi orang-orang kafir, cobaan bagi orang-orang yang berbuat kesalahan agar mau kembali kepada jalan yang benar dan ujian buat orang-orang yang beriman agar diketahui kadar kesabaran dan kebenaran keimanannya dan Allah swt siapkan pahala bagi hamba-hamba-Nya yang lulus menjalani hukum-hukum-Nya baik perintah maupun larangan-Nya.Rasululullah saw bersabda yang artinya:” Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan ia pasti diuji.” (HR. Ahmad dan Bukhari)





Allah SWT berfirman:

3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·qãsù ÇÌÏÈ tûïÏ%©!$# tbqè=yö7tƒ tbrâßDù'tƒur šZ$¨Y9$# È@÷ç7ø9$$Î/ šcqßJçFò6tƒur !$tB ãNßg9s?#uä ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 $tRôtFôãr&ur tûï̍Ïÿ»x6ù=Ï9 $\/#xtã $YYÎgB ÇÌÐÈ

Artinya: …Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri..(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan. (Q.S. An-Nisa’: 36-37)

Misalnya ilmu, yang mana dengan ilmu tersebut orang yang tersesat akan mendapat hidayah dan orang yang jahil terbimbing. Akan tetapi mereka justru menyembunyikannya. Bahkan menampakkan kebatilan sehingga menglangi orang lain dari al-haq (Islam). Orang seperti itu berarti menghimpun kekikiran dalam hal harta, ilmu dan upaya merugikan diri sendiri dan orang lain.[5]

Orang-orang sombong dan angkuh tidak disukai Allah swt juga sebagian manusia karena bukan saja tidak mau berbuat baik kepada sesama manusia, tetapi juga mengajak orang lain bersikap kikir. Disamping itu, mereka sering berusaha menyembunyikan apa yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka dari rahmat-Nya karena takut kalau-kalau orang-orang di masyarakat mengharapkan sesuatu dari mereka.

Barangkali kunci dari rahasia disebutkannya frase”orang-orang kafir” dalam ayat ini adalah bahwa sikap kikir sering kali berasal dari kekafiran karena sesungguhnya orang-orang kikir itu tidak memiliki iman yang penuh terhadap anugerah Allah  yang tak ada akhirnya kepada orang-orang yang berbuat baik. Jadi, ketika ayat ini mengatakan bahwa hukuman mereka adalah” siksa yang menghinakan,” itu adalah karena alas an agar mereka bisa melihat balasan bagi”kesombongan”dan”pengagungan diri melalui cara ini.[6]

Oleh karena itu, sikap serba cukup seseorang mungkin karena ilmu, harta, tahta atau keturunan akan berakibat fatal di kemudian hari pembalasan harus dijauhi sejauh-jauhnya bagi setiap orang yang mengaku dirinya beriman kepada Allah swt dan hari pembalasan.

Manusia harus saling menolong dalam kebaikan dan membantu kepada orang lain sesuai dengan kemampuannya bisa dengan tenaga, ilmu, harta, jabatan demi meraih ridha Allah swt. Raihlah karunia Allah swt dengan saling menyayang diantara manusia. Rasulullah saw. Bersabda:

êã k1=} T @äneãk1=} T oi

Artinya: Barangsiapa tidak menyayangi manusia maka Allah tidak menyayanginya. (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)

Allah SWT berfirman:

šúïÏ%©!$# tbqä9Ï»pgä þÎû ÏM»tƒ#uä «!$# ÎŽötóÎ/ ?`»sÜù=ß öNßg9s?r& ( uŽã9Ÿ2 $¹Gø)tB yZÏã «!$# yZÏãur tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä 4 šÏ9ºxx. ßìt7ôÜtƒ ª!$# 4n?tã Èe@à2 É=ù=s% 9ŽÉi9s3tFãB 9$¬6y_ ÇÌÎÈ

Artinya: (yaitu) orang-orang yang memperdebat kan ayat-ayat Allah tanpa alas an yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang sombong dan sewenang-wenang. (Q.S. Al-Mukmin: 35)

Allah swt mengunci mati hati orang-orang yang sombong, Firman tersebut menurut ibnu Katsir adalah orang-orang yang tidak tunduk akan kebenaran. Dan riwayat ibnu Hatim mengatakan bahwa manusia tidak akan sewenang-wenang sehingga mereka bunuh diri. Sedang menurut Abu Imran al-Jauni dan Qatadah:”Tanda sewenang-wenangnya adalah pembunuhan yang tidak dibenarkan.”[7]

Hati orang yang sombong dan sewenang-wenang telah dikunci oleh Allah swt maksudnya hati mereka tidak beriman dan tidak menerima kebenaran yang datang dari-Nya.[8]

Ayat diatas memberikan ancaman bagi orang-orang yang sombong dan sewenang-wenang dengan dikuncinya hati mereka sehingga matanya tidak bisa melihat kekuasaan Allah, telinganya tidak bisa mendengarkan kebenaran dan hatinya buta terhadap kebaikan Allah swt. Pantas mereka tidak pernah bisa berbuat kebaikan kepada dirinya dan kepada orang lain dan bahkan mereka selalu berbuat dosa dan dosa. Maka daripada itu, mestinya mereka bertaubat memohon ampunan Allah swt dan kembali kejalan yang lurus yaitu Islam.

Allah swt memberikan ancaman yang sangat keras bagi siapa saja yang menyombongkan dirinya dengan ilmu atau jabatan atau harta dengan buta hati, meskipun punya mata, telinga dan mulut sama saja tidak berguna untuk menangkap petunjuk-Nya yang tersurat dalam Al-Qur’an maupun tanda-tanda kebesaran-Nya di bumi ini dengan mengunci mati hati mereka.

“…,Sehingga hatinya tidak bisa berfikir tentang  petunjuk, tidak dapat menerima kebenaran, hati yang sombong lagi sewenang-wenang merupakam sentral dan pusat segalanya, pengausa anggota tubuh manusia, baik dan buruknya seseorang.”[9]

Bersambung...By Abi Umar (5/7/11/2014)





[1] Muhammad asy-Syaukani, Fath al-Qadir. hal. 1922

[2] Muqbil bin Hadi al-Wadi’I,Shahih Asbabun Nuzul,  (Jakarta:As-Sunnah, 2007),hal.498

[3] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, juz 4.hal. 528

[4]M.Quraish Shihab, Tafsir Al- Mishbah, hal. 404

[5] Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Ringkasan Tafsir As-Sa’di, Kemudahan Memahami Ayat-ayat Alqur’an,(Tegal: An-Nusrah, 2004),hal. 111

[6] Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, jilid 4.hal.36

[7] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim. juz 4.hal.79

[8] Muhammad An-Nawawi, Murah Labib Tafsir An-Nawawi.jilid 2.hal. 251


[9] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwat at-Tafasir, jilid 3.hal. 102

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman