Kamis, 06 November 2014

SUKA MEMBANTAH





Karakter Manusia ?
 Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S. Adz-Dzariyat: 56)

Allah swt menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki dan perempuan. Di antara mereka ada yang bersuami-istri dan punya keturunan, ada pula yang tidak dikaruniai anak; ada juga yang tidak menikah sepanjang hidupnya. Semuanya ini berjalan sesuai dengan takdir Tuhan Yang Maha Adil.

Karakter atau watak manusia pada dasarnya ada yang baik dan ada pula yang buruk sesuai dengan kodrat ilahi pada dirinya. Dalam diri manusia ada potensi fujur (jahat) dan ketaqwaan (kebaikan) tergantung potensi yang mana yang akan dikembangkan.

Beranjak dari kenyataan yang ada, maka sikap keagamaan terbentuk oleh dua factor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Memang dalam kajian psikologi agama, beberapa pendapat menyetujui akan adanya potensi beragama pada diri manusia. Manusia adalah homoreligius (makhluk beragama). Namun untuk menjadikan manusia memiliki sikap keagamaan, maka potensi tersebut memerlukan bimbingan dan pengembangan dari lingkungannya.

Sebaliknya teori kedua menyatakan bahwa jiwa keagamaan manusia bersumber dari faktor ekstern. Manusia terdorong untuk beragama karena pengaruh faktor luar dirinya, seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah (sense of guilt).[1]

Dari penjelasan tersebut, bahwa kepribadian seseorang sangat tergantung dengan factor dalam dirinya dan juga dari luar, bisa baik dan bisa buruk. Sementara menurut agama juga mendukung pendapat tersebut dengan diturunkannya para nabi dan rasul untuk mengajak menjadi orang-orang yang sholeh dengan taat beragama dan menjauhi larangan-larangannya.

Agar manusia hidup bahagia dunia-akhirat maka Allah swt perintahkan hanya beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan benda seperti memakai jimat, benda pusaka yang diyakininya mendatang kekuatan ghaib atau dengan makhluk misalnya meminta kepada para nabi dan rasul atau orang yang dikeramatkan dalam kubur. Selamat tidaknya manusia tergantung pada iman dan amal sholehnya di masa hidupnya, Oleh karena itu, wajib bagi kaum muslimin untuk mengembangkan potensi kebaikan yang ada dalam dirinya dengan rajin beribadah atas dasar iman kepada Allah serta sesuai petunjuk rasulullah saw.

Meskipun iblis dan kawan-kawanya selalu menghadang dan mengajak bermaksiat kepada Allah swt. Hanya berlindung kepada-Nya dan memohon petunjuk ummat Islam dapat dipastikan bahagia dunia-akhirat

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

$tRÏ÷d$# xÞºuŽÅ_Ç9$# tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ xÞºuŽÅÀ tûïÏ%©!$# |MôJyè÷Rr& öNÎgøn=tã ÎŽöxî ÅUqàÒøóyJø9$# óOÎgøn=tæ Ÿwur tûüÏj9!$žÒ9$# ÇÐÈ

Artinya: Tunjukkan kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pada jalan) mereka yang sesat. (Q.S. Al-Fatihah: 6-7)

Firman Allah:”Tunjukkan kami jalan yang lurus.” Menurut ibnu Katsir adalah sebaik-baik ungkapan orang yang memuji permohonannya, lalu meminta  apa yang dibutuhkan dan kebutuhan saudara-saudaranya yang beriman, yaitu petunjuk (hidayah) berupa bimbingan (irsyad) dan taufik[2]

Dalam tafsir al-Munir Muhammad An-Nawawi menerangkan ayat diatas,’Tunjukkan kami jalan yang lurus” Ya Allah tambahkan petunjuk (hidayah) kepada kami jalan yang menyelamatkan (din al-Islam) yakni kekalkan kami sebagai orang-orang yang memperoleh petunjuk kepadanya. Dan ayat selanjutnya,”(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka…,” yakni agama yang Engkau anugerahkan kepada mereka, agamanya para Nabi, al-shiddiqin, al-syuhada’ dan orang-orang sholeh.[3]

Meskipun manusia memiliki karakter yang baik dan buruk, manusia tetap memerlukan petunjuk dan bimbingan dari Dzat Yang Maha Benar lagi Maha Mengetahui seperti mereka para nabi, orang-orang yang benar, syuhada’ dan orang-orang yang sholeh sebagaimana firman diatas. Muhammad Ali Ashabuni dalam tafsirnya menjelaskan do’a tersebut, maksudnya ayat diatas : “wahai Tuhan tunjukkan dan bimbinglah kami ke jalan-Mu yang benar dan agama-Mu yang lurus, dan tetapkan kami dalam Islam yang Engkau utus dengannya para nabi dan para rasul-Mu, dan Emgkau mengutus dengannya penutup (nabi Muhammad saw) para rasul dan jadikanlah kami orang-orang yang berada di jalan para al-muqarrabin.”[4]

Perbuatan yang buruk dan tercela jika dilakukan, menurut Sigmund Frued akan menimbulkan rasa bersalah (sense of guilt) dalam diri pelakunya. Bila pelanggaran yang dilakukan terhadap larangan agama, maka pada diri pelakunya akan timbul rasa berdosa.[5]

Dengan demikian, karakter manusia akan timbul rasa bersalah atau berdosa ketika melakukan perbuatan yang tercela dan sebaliknya akan merasa senang atau merasa mendapat pahala bila berbuat baik bagi yang beragama. Ada beberapa karakter manusia dalam perspektif al-Qur’an, yaitu watak yang menghambat untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah swt. sebagaimana penjelasan di bawah ini:



1.Suka Membantah

Diantara manusia ada yang penurut dan ada yang penentang, maka berbahagialah orang-orang mematuhi perintah agama dan merugi orang-orang yang suka menentang atau membantah tanpa lasan yang jelas. Allah swt senantiasa akan memberikan cobaan dan ujian kepada manusia sesuai dengan janjinya yang pernah diikrarkan sebelum terlahir di dunia untuk memenuhi janjinya yaitu bertauhid kepada-Nya dalam pengabdiannya di alam dunia.



Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

øŒÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJ­ƒÍhèŒ öNèdypkô­r&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikiam itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Q.S. Al-A’raf: 172)

At-Thabari berkata mengenai ayat tersebut:” Ingatlah wahai Muhammad ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak cucu Adam dari sulbi  bapak-bapak mereka lalu Allah menetapkan kepada mereka agar mentauhidkan kepada-Nya dan sebagian mereka bersaksi  atas yang demikian itu.”[6]

Ibnu Abbas berkata tentang ayat tersebut:”Allah mengusap tulang punggung Adam lalu keluarlah dari Adam setiap nyawa Dialah penciptanya sampai hari kiamat dan menetapkan kepada mereka atas ketuhanan dan keesaan-Nya lalu mereka menetapkan yang demikian itu .”[7]

Tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak patuh kepada Tuhan di muka bumi ini, sebab mereka sudah bersaksi bahwasanya Allah swt adalah Tuhan Yang Maha Pencipta alam beserta isinya dan tidak ada sekutu bagi-Nya serta siap menerima amanat yang diberikan yaitu hanya beribadah kepada-Nya nanti di hari perhitungan nanti.





Allah SWT berfirman:

$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ

Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S. Adz-Dzariyat: 56)

Ayat ini jelas bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah dalam arti khas ialah segala tata-cara, acara dan upacara pengabdian lansung manusia kepada Allah, yang segala sesuatunya secara terperinci sudah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya; sepertinya: Shalat, Zakat, Shaum, Haj dan kain sebagainya yang bertalian erat dengan hal-hal termaksud.[8]

Tapi kenyataannya sebagian manusia membantah tidak mengabaikan tujuan hidup sebagaimana firman diatas, demikian juga sebagian orang-orang yang  beriman tidak melaksanakan ibadah khas sebagaimana mestinya.

Ibadah dalam arti luas (meliputi antara lain ‘Ibadah dalam arti khas) ialah pengabdian , yaitu segala perbuatan, perkataan dan sikap yang bertandakan:

(1). Ikhlas sebagai titik tolak;

(2). Mardhati “I-Lah sebagai titik tuju;

(3). Amal Shaleh sebagai garis-amal. (termasuk ke dalamnya antara lain mencari nafkah, mencari ilmu, mendidik, bekerja buruh, memimpin Negara dan masyarakat dan lain sebagainya) [9]

Firman di atas,’melainkan supaya mereka menyembah-Ku’ menurut Mujahid adalah supaya mereka mengenal-Ku (liya’rifuni) maksudnya seandainya Allah swt tidak menciptakan manusia niscaya Dia tidak mengenal keberadaan-Nya (wujud) dan keesaan-Nya (tauhid) sebagaimana riwayat Nabi saw:”Ia bersabda dari Tuhannya, Aku adalah khazanah (kanzan) yang tersembunyi lalu Aku ingin dikenal maka Aku ciptakan makhluk agar Aku mengenal.[10]

Demikianlah cakupan ibadah dalam Islam, sehingga akan ketahuan orang-orang yang dikatagorikan orang yang membantah kepadah Allah swt karena mereka tidak melaksanakan seruan ibadah sebagaimana mestinya, patuh dan mengenal-Nya, nama-nama-Nya (asma’ al-husna) yang indah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-Nya (af’al).

Bersambung... by Abi Umar (4/7/11/2o14)





[1] Jalaluddin, Psikologi Agama, ( Jakarta: Raja Grafindo, 1996),hal. 212

[2] Ibnu Katsir. Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, juz 1.hal. 26-27

[3] Muahammad An-Nawawi, Murah Labib Tafsir A-Nawawi, jilid awal.hal. 3

[4] Muhammad Ali Ash-Shabuny, Shafwat at-Tafasir, hal. 25

[5] Jalaluddin, Psikologi Agama,  hal. 215

[6] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwat at-Tafasir, juz 1 hal. 481

[7] Ibid. hal. 481

[8] Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 1993), hal. 199

[9] Ibid, hal. 199


[10] Muhammad An-Nawawi, Murah Labib Tafsir An-Nawawi, jilid 2.hal.326

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman