Kamis, 06 November 2014

KIKIR





MANUSIA Kikir ?
 Artinya: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyengka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala sesuatu (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Ali Imran: 180)

Kikir atau bakhil adalah salah satu sifat yng dimiliki oleh manusia baik yang kaya maupun yang miskin. Bakhil bisa berupa harta, ilmu, jabatan atau yang lain dimana seseorang enggan berbagi dari sebagian nikmat-nikmah Allah swt yang sudah diberikan kepadanya seperti harta, tahta atau sesuatu yang sangat dicintai misalnya barang perhiasan. Memang sifat kikir atau bakhil sukar dihilangkan dari diri seseorang tanpa ada keinginan baginya untuk merubah menjadi sifat derma, suka membantu kebutuhan orang lain.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

Ÿwur ¨ûtù|¡øts tûïÏ%©!$# tbqè=yö7tƒ !$yJÎ/ ãNßg9s?#uä ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù uqèd #ZŽöyz Nçl°; ( ö@t/ uqèd @ŽŸ° öNçl°; ( tbqè%§qsÜãy $tB (#qè=σr2 ¾ÏmÎ/ tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 3 ¬!ur ß^ºuŽÏB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 3 ª!$#ur $oÿÏ3 tbqè=yJ÷ès? ׎Î6yz ÇÊÑÉÈ

Artinya: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyengka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala sesuatu (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Ali Imran: 180)

Ali bin Abi Thalib berkata:”Sungguh, aku sangat heran terhadap orang-orang yang kikir. Dia menyegerakan kefakiran yang dia lari darinya, dan luput darinya kekayaan yang dicari-nya dengan keras (sungguh-sungguh), Dia hidup di dunia seperti layaknya kehidupan orang-orang fakir, padahal dia akan dihisab di akhirat dengan perhitungan orang-orang kaya.”[1]

Mereka bakhil dengan harta yang bukan milik mereka sendiri. Kerena mereka datang ke dalam kehidupan ini tanpa memiliki apa-apa..Juga tidak memiliki kulit mereka…! Kemudian Allah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka sehingga berkecukupa. Tetapi ketika Allah menuntut mereka agar menginfaqkan”sebagian karunia-Nya” tiba-tiba mereka tidak ingat lagi karunia Allah pada mereka, bakhil dengan yang sedikit, dan mengira bahwa penimbunannya itu merupakan kebaikan bagi mereka. Padahal buruk bagi mereka. Kerena-setelah ini semua-mereka pasti pergi dan meninggalkannya di belakang mereka.[2]

Ayat suci ini menjelaskan nasib mereka yang menderita di hari kebangkitan. Mereka adalah orang-orang yang berusaha untuk menumpuk-numpuk kekayaan dan melindunginya. Mereka menahan diri dari menyedekahkan uang mereka di jalan hamba-hamba Allah.

Berkata Ali bin Abi Thalib:”Janganlah sekali-kali engkau berkawan dengan orang kikir karena dia akan menghindar darimu justru pada saat engkau sangat membutuhkannya.”[3]

Orang-orang yang bakhil itu mempunyai anggapan bahwa kekiran itu adalah sifat yang baik, mungkin karena harta atau tahta yang didapat itu adalah dari kepintarannya sendiri, tidak merasa bahwa karunia tersebut adalah datang dari Allah swt sehingga mereka menjadi lupa dan sombong dengan enggan berbagi rezki kepada orang yang membutuhkan seperti fakis-miskin dan anak yatim. Anggapan kebaikan bakhil itu hanya menguntungkan secara pribadi dan nafsu serakah atau mungkin merasa hartanya bertambah dengan tidak dizakatkan,infak dan sedekah bagi kaum muslimin.

Nabi Muhammad saw bersabda yang artinya:”Takutlah kamu akan (bahaya) kikir, karena sesungguhnya bakhil itu membinasakan orang-orang sebelum kamu, yang menyebabkan mereka menumpahkan darah diatara mereka dan menghalalkan yang haram”. (HR Muslim)

Tidak hanya bakhil harta saja, namun juga kikir ilmu yang tidak diajarkan dengan tulus ikhlas, maka kikirannya akan mengancamnya dengan kalung rantai dari api sebagaimana sabda Nabi saw,”Barangsiapa ditanyak tentang ilmu yang diketahuinya lalu menyimpan/enggan maka niscaya Allah mengkalungkannya dengan kendali dari api di hari kiamat.”[4]

Kebakhilan seseorang akan hartanya justru akan menimbulkan kecemburuan sosial dan bisa-bisa mendatangkan petaka baginya bisa tidak disenangi oleh keluarga atau orang lain dan bisa jadi dirampok oleh penjahat.Apalagi ketika mendapatkan musibah yang mencelakakan dirinya maka kebakhilannya tidak berguna baginya, Dengan demikian pendapatnya bahwa kebakhilannya itu baik untuknya adalah salah bahkan buruk baginya.

Di hari kiamat nanti harta yang tidak dibersihkan dengan zakat, infak dan sedekah maka harta seseorang akan berubah dan menakutkan sebagaimana sabda Rasulullah saw :”Barangsiapa yang diberi harta lalu tidak menunaikan zakat maka harta tersebut diserupakan ular kepala botak dan punya dua bisa yang menjulur dan melingkarinya di hari kiamat-mulutnya seraya berkata ,’saya adalah hartamu yang kau simpan.” (HR Bukhari)[5]

Demikianlah ancaman harta yang tidak dikeluarkan zakat, infak dan sedekah, juga ilmu yang tidak diamalkan, mereka orang-orang yang bakhil kepada diri dan orang lain.

Allah SWT berfirman:

¨bÎ) z`»|¡SM}$# t,Î=äz %·æqè=yd ÇÊÒÈ #sŒÎ) çm¡¡tB Ž¤³9$# $Yãrây_ ÇËÉÈ #sŒÎ)ur çm¡¡tB çŽösƒø:$# $¸ãqãZtB

Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. (Q.S. Al-Ma’arij: 19-21)

Demikian lebih kurang Thabathaba’i yang kemudian menegaskan bahwa sebenarnya tidak ada masalah dalam pernyataan ayat diatas bahwa manusia diciptakan menyandang sifat-sifat yang disebut ayat diatas, karena sifat-sifat itu baru tercela akibat ulah manusia yang menggunakan nikmat Allah itu tidak sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.[6]

Ayat-ayat diatas jelas dengan gamblang bahwa sifat manusia pada dasarnya adalah keluh kesah lagi kikir. Banyak manusia yang ketika diuji dengan harta dan tahta justru bertambah sombong dan bakhil. Mungkin karena ilmu dan imannya yang belum mantap sehingga bertambah ilmunya bertambah kikir untuk mengamalkannya atau bertambah hartanya semakin kikir untuk berbagi dan bertambah tinggi jabatannya bertambah pula kikir alias tidak berfihak kepada kaum bawah, bahkan membela kaum menengah keatas meskipun salah.

Ali bin Abi Thalib berkata:”Janganlah sekali-kali kalian menjadi orang kikir. Sebab, kekikiran telah menbinasakan orang-orang sebelum kalian. Kekikiran inilah yang menumpahkan darah orang banyak (sebab terjadinya pembunuhan), dan ia pula yang memutuskan tali kekeluargaan. Oleh karena itu, jauhilah kekikiran!”[7]

Manusia sedikit sabar dan sangat kikir, jika ditimpa kefakiran dan sakit misalnya ia menjadi berkeluh kesah hidupnya dan bilamana memperoleh lapang rezeki dan sehat maka dia menjadi orang yang sangat kikir dengan hartanya tidak belas kasihan kepada orang lain, menolak kebenaran.[8]

Meskipun sifat kikir itu bawaan manusia sebagaimana penjelasan ayat-ayat diatas, tapi bukan berarti tidak bisa dirubah. Sebab para nabi dan rasul diutus untuk memberikan petunjuk dan memberikan contoh teladan yang baik seperti perintah zakat, infak dan sedekah dll. Orang yang bakhil beribadah dan menolong orang lain sangat tercela dan tergolong orang jahat, sebagaimana sabda Nabi Muhamma saw yang artinya:”Sejahat-jahat orang adalah orang yang paling kikir dan pengecut.” (HR. Abu Dawud)

Rasulullah saw juga bersabda:

ä^f5 kbnB1ã kaR5

Artinya: Sebaik-baik di antara kamu adalah yang paling baik akhlaknya. (HR. Ahmad,Bukhari, Muslim dan Turmudzi)

Akhlak yang mulia seperti suka membantu hajat keluarga, saudara dan orang lain merupaka pembersh sifat bakhil dan menyelamatkan dirinya dari siksa Allah swt di hari pembalasan.

Rasulullah saw bersabda:

ufjQoB1pr=jQdäÊoi@äneãR5

Artinya: Sebaik-baik manusia adalah orang yang pangjang umur dan baik amalnya. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Dua hadis diatas dengan jelas bahwa manusia bisa merubah sifat buruknya yaitu kikir menjadi dermawan dan banyak beramal sholeh kepada keluarga atau kepada tetangganya dengan akhlak yang mulia. Rasulullah saw adalah mausia yang paling taqwa kepada Tuhannya dan paling baik terhadap kelauarganya.

Allah swt mengancam kepada orang-orang yang bakhil, tidak hanya di dunia saja bahkan nanti di hari kiamat dengan siksaan yang sangat pedih. Di dunia orang-orang yang kikir, hatinya tidak ada kebahagiaan dan ketenangan karena mereka dipersulit menuju jalan kesurga tapi dipermudah menuju jalan ke neraka.

Akibat kekikiran manusia terhadap hartanya, tidak menunaikan zakat, infak dan sedekah di hari kiamat nanti hartanya dikalungkan di lehernya.

Allah SWT berfirman:

Ÿtbqè%§qsÜãy $tB (#qè=σr2 ¾ÏmÎ/ tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 3 ÇÊÑÉÈ

Artinya: Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat…(Q.S. Ali Imran: 180)

Nas al-Qur’an melarang mereka dari perkiraan yang dusta ini. Al-Qur’an menegaskan bahwa apa yang mereka timbun itu akan dikalungkan kelak di hari kiamat dalam bentuk api.[9]

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

3 šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ tPöqtƒ 4yJøtä $ygøŠn=tæ Îû Í$tR zO¨Zygy_ 2uqõ3çGsù $pkÍ5 öNßgèd$t6Å_ öNåkæ5qãZã_ur öNèdâqßgàßur ( #x»yd $tB öNè?÷t\Ÿ2 ö/ä3Å¡àÿRL{ (#qè%räsù $tB ÷LäêZä. šcrâÏYõ3s?

Artinya dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,  Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."(QS.At-Taubah: 34-35)

Nabi Muhammad saw bersabda yang artinya:” Celaka bagi orang yang menyimpan (enggan berinfak) emas dan perak. (HR Ahmad). Umar bin Khathab bertanyak kepada Rasulullah saw apa maksudnya perkataan tersebut, lalu apa yang seharusnya kami simpat? Beliau menjawab:”Lisan yang berdzikir dan hati yang bersyukur.”[10]

Sebagai akibat dari apa yang metreka perbuat, mereka harus merasakan apa yang dulu mereka simpan dank arena itu sekarang mendapatkan balasan yang mengerikan. Ayat ini melanjutkan pernyataannya dengan mengatakan,…maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan!

Sekali lagi, ayat ini menekankan pada satu kenyataan bahwa semua perbuatan manusia akan mendapat balasannya. Perbuatan orang-orang akan diwujudkan di hari kemudian di mana perwujudannya hadir dalam dirinya dan menjadi penyebab kebahagiaan atau kesengsaraan.[11]

Dengan ayat ini, Allah swt mengancam dengan ancaman yang keras bahwa harta mereka emas maupun perak akan membakar mereka yang kikir di neraka jahannam.

Sebenarnya orang-orang yang bakhil dengan ilmunya, hartanya dan jabatannya itu akan kembali dampaknya kepada diri sendiri. Ilmu yang tidak diamalkan terancam pelakunya, harta yang tidak dikeluarkan zakatnya tidak berkah bahkan akan menjadi senjata makan tuannya dan jabatan yang tidak amanah pasti pemiliknya akan mendapatkan siksa dari Allah swt., sebagaumana firman-Nya:

( `tBur ö@yö6tƒ $yJ¯RÎ*sù ã@yö7tƒ `tã ¾ÏmÅ¡øÿ¯R 4  ÇÌÑÈ

Artinya: …dan barangsiapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. (Q.S. Muhammad: 38)

Firman diatas menurut Muhammad An-Nawawi adalah kikir dengan tidak berinfak dalam taat kepada Allah maka akibat kebakhilannya, sebenarnya ia mencegah pahala (berinfak) dari dirinya sendiri, maka sesungguhnya orang yang bakhil itu benar-benar sakit dan untuk kembuhannya menghabiskan bayaran yang banyak untuk dokter dan harga obat.Oleh karena itu, kebakhilannya hanya kembali pada dirinya sendiri.[12]

Berkata Ali bin Abi Thalib:”Kekikiran lebih berbahaya terhadap manusia daripada kefakiran. Sebab, jika orang fakir mendapat harta, dia menjadi kaya; sedangkan orang yang kikir tidak akan merasa kaya walaupun dia mendapatkan harta yang banyak.”[13]

Oleh karena itu, jika manusia bersikap kikir, Dia mengetahuinya. Jika manusia menggunakan harta dalam rangka membantu masyarakat, Dia juga mengetahuinya; dan Dia menjamin pahala bagi setiap orang secara benar.

Bersambung... by Abi Umar (5/7/11/2014)





[1] Fadhulullah Al-Ha’iri, Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib, hal.115

[2] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, hal.558

[3] Ibid, hal.115

[4] Muhammad An-Nawawi, Murah Labib Tafsir An-Nawawi, jilid awal.hal.132

[5] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, juz 1.hal. 432

[6] M.Quraish Shihab, TafsirAl- Mishbah, volume 14.hal.442

[7] Fadhlullah al-Ha’iri, Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib, hal.115

[8] Muhammad An-Nawawi, Murah Labib Tafsir An-Nawawi, jilid 2.hal. 401

[9] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, jilid 2.hal. 558

[10] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim. juz 2. hal. 351

[11] Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an. Jilid 6.hal.434

[12] Muhammad An-Nawawawi, Murah Labib Tafsir An-Nawawi.jilid 2.hal.303


[13] Fadhlullah al-Ha’iri, Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib. hal. 115

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman