Kamis, 13 November 2014

BALASAN SABAR



 Balasan Orang Yang Sabar ?

a. Mendapatkan Pertolongan
Allah SWT berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(QS.Al-Baqarah:153)
Firman tersebut di atas Allah swt memerintahkan orang-orang yang beriman agar dalam menghadapi persoalan, hendaklah mereka meminta pertolongan kepada Allah swt Yang Maha Mengabulkan (al-Mujib) do’a dengan sabar dan sholat.
Allah SWT berfirman:
Artinya:  Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS.Al-Anfal:46)
Dengan ayat tersebut di atas, Allah swt menjanjikan kemengan atas orang-orang yang beriman dalam mempersiapkan peperangan menghadapi musuh dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan persatuan ukhuwah yang solid dan islami dan penuh kesabaran.
  
b. Memperoleh Mahabbatullah (Allah mencintai)
Allah SWT berfirman:
Artinya: Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS.Ali Imran:146)
Dengan ayat ini, sungguh Allah swt menyatakan cinta-Nya kepada orang-orang yang menjalani kehidupan ini dengan sabar, yakni menghadapi cobaan dunia, taat kepada Allah swt., berhubungan dengan sesama makhluk dan sabar menerima keputusan dan hukum-Nya.

c. Mendapatkan Khabar Gembira
Allah SWT berfirman:
Artinya: dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(QS.Al-Baqarah:155)
Firman ini, orang-orang yang sabar mendapatkan khabar gembira dari Tuhan yaitu balasan yang lebih baik di dunia dan di akhirat

d. Dipersiapkan Keberkatan Dan Rahmat
Allah SWT berfirman:
Artinya:  Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang Sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS.Al-Baqarah:157)
Demikianlah firman-firman Allah swt yang berkaitan dengan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menjalani kehidupan ini, balasan kesertaan (Ma’iyah) Allah swt., kecintaan (Mahabbah) Allah swt., kabar gembira dan Allah swt menghimpun keberkatan, rahmat dan petunjuk-Nya kepada mereka serta di akhirat nanti mereka mendapatkan balasan yang lebih baik yaitu surga.
Allah SWT berfirman:
Artinya:  Dan dia memberi balasan kepada mereka Karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera,(QS. Al-Insan: 12)
Sayyid Quthb menafsirkan ayat diatas:”Setelah memaparkan kenikmatan yang halus, nyaman, menenteramkan, menenangkan, dan menyenangkan ini maka beralihlah sasaran khithab (firman ilahi) ini kepada Rasulullah saw., untuk memntapkan hati beliau di dalam menghadapi tantangan, kekafiran, dan pendustaan orang-orang kafir; dan diberi-Nya beliau pengarahan supaya bersabar dan menunggu keputusan Allah dalam urusan ini, dan supaya beliau terus berhubungan dengan Tuhannya dan selalu memohon pertolongan kepada-Nya sepanjang perjuangannya.”[1]
Imam Abi Hayyan al-Andalusy menjelaskan,”Penyambungan sebutan pakian sutera (al-harir) dengan surga (al-jannah) karena mereka terdorong oleh kesabarannya  dalam kelaparan dan sandang.”[2]
Allah swt memberi balasan kepada mereka atas kesebarannya, patuh dan tidak berbuat maksiat kepada-Nya dan mereka juga sabar menghadapi kefakiran dan kelaparan dengan tetap menunaikan nadzarnya dengan balasan surga dan pakaian sutera.[3]
Dengan sabar, hamba-hamba Allah swt senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat Allah swt ketika diuji dengan kesenangan seperti naik jabatan, untung berbisnis, diterima surat lamarannya dan lainnya dan orang yang belum berhasil dalam menggapai cita-citanya misalnya belum ada panggilan kerja, belum sembuh dari penyakit dan lain-lainnya dengan selalu memohon jalan keluar dan pertolongan Allah swt.
Kesabaran merupakan ciri khas bagi orang-orang yang bersyukur dalam menghadapi kehidupan ini, terkadang menyenangkan disikapi dengan banyak bersyukur dan terkadang menyedihkan juga dihadapi dengan penuh kesabaran. Oleh karena itu, kita wajib bersyukur jika mendapat ujian yang menggembirakan dan wajib bersabar ketika mendapat cobaan yang menyedihkan.

E. Tidak Mengikuti Orang Yang Berdosa Dan Kufur
Allah SWT berfirman
Artinya:  Maka Bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka(qs.Al-Insan: 24)
Sementara ulama menyatakan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan kedatangan tokoh musyrikin yakni ‘Utbah Ibn Rabi’ah yang menawarkan kepada Nabi Muhammad saw. Agar berhenti melaksanakan dakwah. Sebagai imbalannya dia menjanjikan untuk mengawinkan beliau dengan anak gadisnya yang dikenal sangat cantik, sambil memberinya harta yang melimpah.[4]
Ulama yang memiliki rasa takut kepada Allah swt disamping dalam ilmu agamanya ataupun ilmu pengetahuannya maka sudah sepantasnya sabar dan ikhlas dalam menyampaikan ilmu dan dakwahnya sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dalam berdakwah. Dia teladan yang terbaik dalam kehidupannya, keras bekerja dan sangat menyayangi orang-orang miskin dan khususnya dalam berdakwah, ikhlas dan istiqomah bagi orang-orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah swt dan hari kiamat serta banyak berdzikir kepada-Nya.
Firman di atas,”dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka” Menurut Syaih Ibrahim al-Qathan:”Yakni orang-orang musyrik, mereka memperdaya kamu dengan kenikmatan dunia, dan sebutlah nama Tuhanmu terus-menerus, lalu laksanakan sholat di waktu pagi dan petang, perbanyaklah sujud di malam hari dengan bertahajjud dan bertabbih pada malam yang panjang serta bersungguh-sungguh dalam sholat dan munajat kepada Tuhanmu.”[5]
Agar para da’i yang bijaksana, amal ma’ruf-nahi munkar kepada ummat dengan ayat diatas tidak mudah tergoda dengan janji orang-orang yang berbuat zhalim dan kufur misalnya memberikan sesuatu yang mahal harganya dengan menghalalkan yang haram, membenarkan yang salah atau menjual ayat-ayat al-Qur’an dengan harga yang murah, agar supaya mendapatkan kenikmatan dunia. Rasulullah saw dalam dakwahnya penuh hikmah, mau’izhah hasanah dan tetap tegas hukumnya.
Allah SWT berfirman
Artinya:  Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,11.  Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,(QS. Al-Qalam:10-11)
Diriwayatkan bahwa orang-orang kafir berkata kepada Nabi saw.”Jika engkau menyembah tuhan-tuhan kami, niscaya kami juga menyembah Tuhanmu maka turunlah ayat tersebu di atas”Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina”Yakni wahai Muhammad jangan engkau ikuti orang yang banyak bersumpah dengan hak dan bathil, yaitu orang yang banyak bersumpah lagi menghina keagungan Allah.”[6]
Untuk lebih mengukuhkan larangan tersebut, Allah mensifati mereka dengan sifat-sifat buruk secara rinci sambil mengulangi larangan-Nya dengan berfirman: Dan janganlah engkau ikuti setiap penyumpah yakni yang sedikit-sedikit bersumpah, lagi berkepribadian hina yakni tidak berbudi pekerti luhur, lagi pencela yakni banyak mencela pihak lain dibelakang mereka, pejalan yang kian kemari menghambur fitnah guna memecah belah anggota masyarakat,…[7]
Tidak sepantasnya seorang mukmin mengikuti dan menjadikan kawan dalam hidup ini kepada orang yang suka sumpah bohong dan suka menfitnah kesana-kemari dalam pola kehidupannya, kebohongan sumpahnya dan penyebar fitnah adalah tanda-tanda orang yang kufur kepada Allah swt. Pembohong dan penyebar fitnaha harus dihindari oleh orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt.
Allah SWT berfirman:
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
Artinya:  Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui(QS. Al-Baqarah: 188)
Ayat yang sedang dibahas ini dengan jelas mengatakan, bila beberapa orang memenangkan suatu kasus dengan cara melakukan suap maka kekayaan yang diperoleh dari proses pengadilan tersebut menjadi tak halal bagi mereka. Jadi, kemenangan di pengadilan sajatidak membuat harta menjadi halal. Fakta ini diacu dengan jelas oleh hadis Nabi saw,”Sesungguhnya aku seorang manusia (yang diutus menjadi hakim di antara kalian melalui jalan yang nyata), Apabila suatu perselisihan diadukan kepadaku di mana beberapa di antara kalian memiliki bukti yang lebih kuat daraipada kelompok lainnya, maka aku akan memenangkannya (sebagian dari kalian yang memiliki bukti yang kuat-penerj.) sesuai dengan bukti yang ada. Jadi, apabila aku memutuskan (memenangkan) untuknya berdasarkan hak seorang Muslim, maka ia (keputusan itu) merupakan satu jilatan api. Dia dapat mengambilnya atau membiarkannya.”[8]
Dengan latar belakang inilah, fondasi kehidupan masyarakat akan hancur ketika suap merajalela pada masyarakat tersebut. Dalam kadaan ini, kezaliman, ketidakadilan, ketidak merataan dan perbedaan yang tidak semstinya menembus seluruh organ sehingga yang tersisahanyalah nama hukum dan keadilan yang kosong melompong.
Itulah sebabnya, Islam mengutuk keras masalah suap tatkala menyingkapkan kejahatan suap sedemikian rupa sehingga ia dimasukkan pada katagori dosa besar berdasarkan kacamata agama, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Semoga Allah menurunkan laknat-Nya kepada orang yang menyuap dan yang disuapi dalam suatu perkara.”(HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Patut diperhatikan bahwa keburukan tindasan busuk ini sering dinaungi oleh beberapa argument palsu dan istilah-istilah mempersona. Hal inilah yang menyebabkan pelaku dan penerima suap biasa menggunakan kata-kata, semisal hadiah, tawaran, dedikasi, tip, penghargaan, sumbangan, dan lain-lainnya yang sejenis.[9]
Allah SWT berfirman:
¨bÎ) ©!$# Ÿw ãÏÿøótƒ br& x8uŽô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótƒur $tB tbrߊ y7Ï9ºsŒ `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8ÎŽô³ç «!$$Î/ Ïs)sù #uŽtIøù$# $¸JøOÎ) $¸JŠÏàtã ÇÍÑÈ
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar.(QS. An-Nisa’: 48)
Ibnu Abbas mengataka tentang ayat ini:”Sesungguhnya Allah mengharamkan (tidak memberi) ampunan kepada orang yang meninggal dalam kaadaan kafir dan menangguhkan ahlul tauhid (yang berdosa) sesuai dengan kehendak-Nya dan Dia tidak menolong mereka (orang musyrik) dengan ampunan.”[10]
Ayat di atas jelas sekali bahwa orang-orang-orang yang menyekutukan Allah swt baik dengan seseorang hamba-Nya atau benda ciptaan-Nya tidak akan diampuni oleh-Nya ketika mati dalam kadaan belum bertaubat yang sebenar-benarnya. Oleh karena itu, ummat Islam tidak boleh mengikuti pola kehidupan mereka yang kufur atas nikmat-nikmat Allah dan sering berbuat zhalim.
Diriwayatkan dari Imam Amirul Mukminin Ali as yang mengatakan,”Ayat tersebut di atas, bagiku merupakan ayat yang paling kucintai (memberikan dorongan semangat) di antara ayat al-Qur’an.”[11]
Karena tak seorang pun tahu kepada siapa rahmat Allah yang bijaksana dianugerahkan, maka tidak ada ruang untuk kesombongan dan keberanian pada seseorang untuk melakukan dosa besar, yaitu menyekutukan Allah swt dengan selain Dia.
Oleh karena itu, orang-orang yang pandai mensyukuri nikmat-nikmat Allah swt dalam memenuhi hajatnya tidak akan memintak tolong selain Allah swt, karena mohon selain Dia merupakan perbuatan dosa yang besar serta tidak ada ampun bagi manusia yang musyrik. Jadi, mereka tidak pantas diikuti pola kehidupannya bagi orang yang beriman dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pemberi rezeki (ar-Razak), baik lahir maupun bathin.

BY ABI UMAR FAUZI KASMUDIK (14/111/2014)


[1] Sayyid Quthb,Tafsir Fi Zhilalil Qur’an,. hal. 178
[2] Abi Hayyan Al-Andalusi, An-Nahr Al-Maad min al-Bahr al-Muhid, (Bairut: Dar al-Jail), hal.479
[3] Mushthofa al-Hashan al-Manshuri, Al-Miqtathaf min ‘uyun at-Tafasir, jilid 5.hal. 384
[4] M.Quraish Shihab, Tafsir AlMishbah, volume 14. hal. 668
[5] Ibrahim al-Qathan, Tafsir Al-Tafsir, jilid 4. hal. 497
[6] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwat at-Tafasir, jilid3.hal. 426
[7] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, volume 14. hal. 383
[8] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, jilid 1.hal. 252
[9] Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an,.jilid 2, hal. 104
[10] Muhammad Asy-Syaukani, Fath al-Qadir,.hal.
[11] Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an,. jilid 4. hal. 57

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman