Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang.(Al-Hujurat:12)
Firman Allah Taala: “Allah tidak
suka kepada perkataan yang tidak baik diperdengarkan, kecuali dari orang-orang
yang teraniaya…” (al-Nisaa’, ayat 148)
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam amat menganjurkan hal
demikian, sebagaimana dalam sabdanya. "Artinya : Barangsiapa menolak
(ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan
menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya". (HR Ahmad) "
Pengertian
Ghibah
Secara bahasa, ghibah berarti
menggunjing. Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan
Allah ia adalah sesuatu yang keji dan kotor. Hal itu dijelaskan dalam sabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Riba itu ada tujuh puluh
dua pintu, yang paling ringan daripadanya sama dengan seorang laki-laki yang
menyetubuhi ibunya (sendiri), dan riba yang paling berat adalah pergunjingan
seorang laki-laki atas kehormatan saudaranya". (As-Silsilah As-Shahihah,)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu
bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
اتدرون ما الغيبه؟
قالوا: الله ورسوله أعلم .قال:الْغِيبَة ذِكْرك أَخَاك بِمَا يَكْرَه قِيلَ : أَفَرَأَيْت
إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُول ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُول فَقَدْ اِغْتَبْته
، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَقَدْ بَهَتّه
“Tahukah kalian apa itu ghibah?”Mereka
(para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”
Kemudian beliau shallahu’alaihi
wasallam bersabda, “Engkau menyebut-nyebut saudaramu tentang sesuatu yang ia
benci.”
Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim,
sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Baik dalam keadaan soal
jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk lahiriyahnya dan
sebagainya. Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib,
menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan
dengan maksud mengolok-ngolok.
Menurut
al-Ghazali, definisi ini adalah yang telah diijma’kan
oleh kaum muslimin (tiada seorangpun menolak). Maksudnya, mereka bersepakat
mengatakan bahwa inilah definasi ghibah. Ghibah, dalam bahasa indonesia lebih
dikenal Dengan kata mengumpat. Yaitu menceritakan keburukkan orang lain di
belakangnya.
Nawawiy rahimahullah mengatakan,
“Ghibah berarti seseorang menyebut-nyebut sesuatu yang dibenci saudaranya baik
tentang tubuhnya, agamanya, duniannya, jiwanya, akhlaknya,hartanya,
anak-anaknya,istri-istrinya, pembantunya, gerakannya, mimik bicarnya atau
kemuraman wajahnya dan yang lainnya yang bersifat mngejek baik dengan ucapan
maupun isyarat.”
Beliau rahimahullah
melanjutkan, “Termasuk ghibah adalah ucapan sindiran terhadap
perkataan para penulis (kitab) contohnya kalimat: ‘Barangsiapa yang mengaku
berilmu’ atau ucapan ‘sebagian orang yang mengaku telah melakukan kebaikan’.
Contoh yang lain adalah perkataa berikut yang mereka lontarkan sebagai
sindiran, “Semoga Allah mengampuni kami”, “Semoga Allah menerima taubat kami”,
“Kita memohon kepada Allah keselamatan”.
Ibnul
Mundzir rahimahullah berkata,
“Sabda Nabi shalallahu’alaihi wasallam ذِكْرك أَخَاك (engkau meneybut-nyebut saudaramu) ini
merupakan dalil bahwa larangan ghibah hanya berlaku bagi sesama saudara
(muslim) tidak ada ghibah yang haram untuk orang yahudi, nashrani dan semua
agama yang menyimpang, demikian juga orang yang dikeluarkan dari islam (murtad)
karena bid’ah yang ia perbuat.”
Qurthubi
rahimahullah
mengatakan, “Para ulama telah sepakat bahwasanya ghibah termasuk dosa
besar. Mereka berdalil dengan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالكُمْ
وَأَعْرَاضكُمْ حَرَام عَلَيْكُم
“Sesungguhnya
darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram atas (sesama)
kalian”.( HR Muslim 3179, Syarh Nawai ‘ala Muslim)
Hukum Ghibah
Hukum Ghibah Umat Islam seluruhnya
juga telah ijma’ mengatakan bahwa hukum ghibah adalah haram. Sebagian dalilnya
ada termaktub pada ayat al-Quran dan hadis. Rasulullah s.a.w. bersabda : orang
yang mengutuk orang Islam yang lain adalah fasik (melakukan maksiat )
Dan siksaannya
amat berat sekali, karena ia adalah termasuk diantara dosa-dosa besar. Dalam
sebuah hadis diceritakan Ada 2 orang yang akan menerima siksa di alam kubur
yaitu :
- Orang yang suka menyampaikan aib orang lain
- Orang yang tidak bersuci (sucinya tidak sempurna ) sehabis buang air kecil (kencing ).
Ibnul
Mundzir rahimahullah
berkata, “Sabda Nabi shalallahu’alaihi wasallam ذِكْرك أَخَاك (engkau
meneybut-nyebut saudaramu) ini merupakan dalil bahwa larangan ghibah hanya
berlaku bagi sesama saudara (muslim) tidak ada ghibah yang haram untuk orang
yahudi, nashrani dan semua agama yang menyimpang, demikian juga orang yang
dikeluarkan dari islam (murtad) karena bid’ah yang ia perbuat.”
Qurthubi
rahimahullah
mengatakan, “Para ulama telah sepakat bahwasanya ghibah termasuk dosa
besar. Mereka berdalil dengan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالكُمْ
وَأَعْرَاضكُمْ حَرَام عَلَيْكُم
“Sesungguhnya
darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram atas (sesama)
kalian”.( HR Muslim 3179, Syarh Nawai ‘ala Muslim)
Beberapa penyebab
ghibah adalah :
- Hasad (Dengki). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Hati-hati kalian terhadap perbuatan hasad! karena hasad itu memakan (merusak)kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar." (HR.Abu Dawud dan Ibnu Majah)
- Balas Dendam. Sifat dendam menyebabkan seorang pendendam menggunjing saudaranya dalam berbagai kesempatan. Wal'iyaadzu billah !
- Menjilat dan mencari muka. Seorang yang suka menjilat dan mencari muka teman-temannya akan selalu menyelaraskan perkataannya dengan teman-temannya. Meskipun terkadang teman-temannya terlibat dalam pergunjingan. Maka biasanya si penjilat dan si pencari muka membiarkannya. Alasannya takut teman-temannya lari meninggalkannya.
- Sombong dan meremehkan orang lain. Mengenai sombong ini maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain" (HR.Muslim). Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Orang-orang yang sombong itu akan dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut kecil yang terinjak-injak telapak kaki orang-orang." (HR.Tirmidzi dan Nasa)
- Memperolok-olokan orang lain, sebagian orang menggunjingkan saudaranya dengan jalan memperolok-olokan. Perbuatan ini haram. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :"Janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka." (QS.Al Hujurat 49: 11)
Ghibah Yang
Diperbolehkan
Nawawi rahimahullah setelah menjelaskan makna ghibah beliau
berkata, “Akan tetapi ghibah itu diperbolehkan oleh syar’iat pada enam perkara:
- Kedzoliman, diperbolehkan bagi orang yang terdzolimi menngadukan kedzoliman kepada penguasa atau hakim yang berkuasa yang memiliki kekuatan untuk mengadili perbuatan tersebut. Sehingga diperbolehkan mengatakan,”Si Fulan telah mendzalimi diriku”atau “Dia telah berbuat demikian kepadaku.”
- Meminta bantun untuk menghilangkan kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat kepada kebenaran. Maka seseorang diperbolehkan mengatakan, “Fulan telah berbuat demikian maka cegahlah dia!”
- Meminta fatwa kepada mufti (pemberi fatwa,pen) dengan mengatakan:”Si Fulan telah mendzolimi diriku atau bapakku telah mendzalimi diriku atau saudaraku atau suamiku, apa yang pantas ia peroleh? Dan apa yang harus saya perbuat agar terbebas darinya dan mampu mencegah perbuatan buruknya kepadaku?”
Atau
ungkapan semisalnya. Hal ini diperbolehkan karena ada kebutuhan. Dan yang lebih
baik hendaknya pertanyaan tersebut diungkapkan dengan ungkapan global,
contohnya:
“Seseorang
telah berbuat demikian kepadaku” atau “Seorang suami telah berbuat dzalim
kepaada istrinya” atau “Seorang anak telah berbuat demikian” dan sebagainya.
Meskipun
demkian menyebut nama person tertentu diperbolehkan, sebagaimana hadits Hindun
ketika beliau mengadukan (suaminya)kepada Rasulullah shalallahu’alaihi
wassalam, “Sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang sangat pelit.”
- Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan, contohnya memperingatkan kaum muslimin dari perowi-perowi cacat supaya tidak diambil hadits ataupun persaksian darinya, memperingatkan dari para penulis buku (yang penuh syubhat). Menyebutkan kejelekan mereka diperbolehkan secara ijma’ bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib demi menjaga kemurnian syari’at.
- Ghibah terhadap orang yang melakukan kefasikan atau bid’ah secara terang-terangnan seperti menggunjing orang yang suka minum minuman keras, melakukan perdagangan manusia, menarik pajak dan perbuatan maksiat lainnya. Diperbolehkan menyebutkannya dalam rangka menghindarkan masyarakat dari kejelekannya.
- Menyebut identitas seseorang yaitu ketika seseorang telah kondang dengan gelar tersebut. Seperti si buta, si pincang, si buta lagi pendek, si buta sebelah, si buntung maka diperbolehkan menyebutkan nama-nama tersebut sebagai identitas diri seseorang. Hukumnya haram jika digunakan untuk mencela dan menyebut kekurangan orang lain. Namun lebih baik jika tetap menggunakan kata yang baik sebagai panggilan, Allahu A’lam. (Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, Hal.400).
Bahaya Ghibah
- Ghibah menjadikan pelakunya terbuka aibnya di dunia maupun di akhirat.
- Ghibah menyakiti hamba-hamba Allah Subhanahu wa ta'ala. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman : "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(QS.Al Ahzab 33:58)
- Ghibah termasuk kedzoliman dan melampaui batas terhadap orang lain. Di dalam hadits Qudsi yang shahih riwayat Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meriwayatkan dari Rabb-nya Subhanahu wa ta'ala:"Wahai hamba-hamba-Ku sesungguhnya Aku telah mengharamkan kedzoliman atas diri-Ku dan Aku telah menjadikan kedzoliman diantara kalian sebagai sesuatu yang diharamkan, maka janganlah kalian saling mendzolimi."
- Ghibah berakibat terkena azab pada hari kiamat. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman: "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela"(QS.Al Humazah 104:1)
- Ghibah memporak-porandakkan masyarakat, menebarkan fitnah, menimbulkan permusuhan diantara manusia dan menimbulkan dendam.
- Ghibah menunjukkan atas gugur dan hancurnya perbekalan pelakunya, kotor niatnya dan jelek lidahnya.
Taubat
Dari Ghibah
Sebagian
ulama berpendapat, orang yang mengghibah harus menyesali perbuatannya dan
bertaubat, agar dia keluar dari hak Allah, kemudian membayar denda, agar dia
bebas dari kezalimannya.
Menurut
Al-Hasan, pelaku ghibah cukup memohon ampun tanpa harus membayar denda.
Menurut
Mujahid, denda atas tindakan ‘memakan daging saudaranya’ ialah memujinya dan
berdo’a bagi dirinya.
Atha bin
Abu Rabbah pernah ditanya tentang taubat ghibah, dia menjawab, “Dia harus
menemui saudaranya yang dighibah seraya berkata, ‘Aku telah berkata dusta
tentang dirimu dan menzalimi dirimu. Jika engkau mau, maka engkau bisa berbuat
menurut hakmu, dan jika engkau mau, maka engkau bisa memaafkan aku’.”
Mari
kita renungkan hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dari Abu Hurairah
berikut ini.
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَذْلُمَةٌ لِاَخِيْهِ
مِنْ عِرْضِهِ اَوْ مِنْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اْليَوْمَ قَبْلَ اَنْ
لاَ يَكُوْنَ دِيْنَارٌ وَلاَ دِرْهَامٌ, اِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَلِحٌ اُخِذَ
مِنْهُ بِقَدْرِ مَذْلُمَتِهِ وَ اِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ اُخِذَ مِنْ سَيِّأَتِ
صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ. (رواه البخارى).
“Barangsiapa
yang pernah menganiaya saudaranya baik yang berhubungan dengan kehormatan diri
maupun sesuatu yang berhubungan dengan yang lain, maka hendaklah ia minta
dihalalkan (minta maaf) sekarang juga sebelum datangnya saat dimana dinar dan
dirham tidak berguna, dimana bila ia mempunyai amal salih maka amal itu akan
diambil sesuai dengan kadar penganiayaannya, dan bila ia tidak mempunyai
kebaikan maka kejahatan orang yang dianiaya itu diambilnya dan dibebankan
kepadanya”. (HR. Bukhari).
Diantara
bentuk perbuatan yang harus selalu diwaspadai oleh setiap muslim khususnya para
da’i adalah berkumpulnya mereka dalam ‘majelis amar ma’ruf nahi munkar’, namun
sebenarnya ia adalah ‘majelis ghibah’. Bagaimana tidak disebut demikian, jika
setiap kali berkumpul di majelis itu, selalu saja disediakan santapan berupa
daging saudaranya sesama muslim, minumannya adalah kehormatannya, buah-buah
hidangannya adalah aib-aibnya, dan manisannya adalah kekurangan-kekurangannya.
Majelis itu hanya diisi dengan serangan terhadap kehornatan orang-orang muslim
dan mencari-cari kekurangan mereka. Semua itu kemudian dianggapnya sebagai
‘amar ma’ruf nahi munkar’.
Al-Ghazaly
berkata, “Persoalan ghibah merupakan sesuatu yang paling rumit dan tersamar,
karena ia merupakan kejahatan yang disembunyikan setan dalam selimut kebaikan.
Memang disitu ada kebaikan, kemudian setan memupuknya dengan kejahatan.”
Prosedur
amar ma’ruf nahi munkar itu sangat jelas, seperti disabdakan oleh Nabi shalallahu
‘alihi wa sallam:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرهُ
بِيَدِهِ, فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ, فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ, وَ ذَلِكَ اَضْعَفُ الاِيْمَانِ (رواه مسلم).
“Barang
siapa di antara kamu melihat kemunkaran maka ubahlah ia dengan tangannya, jika
ia tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika ia tidak mampu maka ubahlah
dengan hati, dan yang demikian itu selemah-lemah iman” (HR. Muslim).
Wallah A’lam Bishawab
JAKARTA 28/3/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar