Rabu, 22 April 2015

CINTA INDONESIA





KITA MUSLIM INDONESIA ?


“…Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaan-Nya“. Al-Ma’idah:2

"Tolonglah saudaramu yang menzalimi dan yang dizalimi”, Lalu seorang sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, kami memahami tentang menolong orang yang dizalimi, bagaimana menolongnya kalau dia seorang yang zalim? Nabi berkata (bermaksud): " Kamu menghalang dan mencegahnya dari berbuat kezaliman. Itulah cara menolongnya". (HR. Bukhari)
Muqaddimah
Nasionalisme didefinisikan sebagai kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan serta mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan suatu bangsa, yakni semangat kebangsaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1997:648).
Meskipun tidak ada benturan disana-sini, kedua kelompok diatas- Islam dan Nasionalis-mampu mengembangkan hubungan politik relatif harmonis diantara mereka. Kelompok Nasionalis dipimpin oleh Soekarno tetap memegang kemudi kepemimpinan. Sementara itu menyusul diserahkannya kekuasaan Indonesia pada Desember 1949, kelompok Islam perlahan mulai memperlihatkan kekuatannya yang besar dalam diskursus politik nasional. Dengan Masyumi, yang dibentuk pada November 1945, sebagai wakil politik mereka satu-satunya. Kelompok Islam berhasil menarik jumlah pengikut yang besar.
Untuk alasan itu maka Syahrir (pemimpin PSII) memperkirakan bahwa jika pemilihan umum diselenggarakan, maka Masyumi- yang saat itu merupakan gabungan dari kalangan muslim modern (muhammadiyah) yang mempunyai basis anggota di perkotaan dan ortodoks (NU) yang jumlah anggotanya lebih besar dikalangan pedesaan- akan memperoleh 80% suara.
Sejak itu konfigurasi politik Indonesia terbagi menjadi tiga Ideologi besar yang dimotori oleh partai-partai politik yang semakin bermunculan pada waktu itu. Partai-partai tersebut terbagi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kekuatan besar, yaitu; kekuatan politik dengan ideologi Islam, yang diwakili olek Masyumi (berdiri 7 November 1945), PSII (1947), PERTI dan NU (1952), sedangkan ideologi Nasionalis (sekuler) diwakili oleh PNI dan ideologi Marxis-Sosialis diwakili oleh Partai Sosialis (1945), PKI (1945), Partai Buruh Indonesia (1945) dan Persindo, serta partai-partai lainya yang dapat dikategorikan kedalam mainstream ideologis di atas.
Di Indonesia, nasionalisme melahirkan Pancasila sebagai ideologi negara. Perumusan Pancasila sebagai ideologi negara terjadi dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Di dalam badan inilah Soekarno mencetuskan ide yang merupakan perkembangan dari pemikirannya tentang persatuan tiga aliran besar: Nasionalisme, Islam, dan Marxis. Pemahamannya tentang tiga hal ini berbeda dengan pemahaman orang lain yang mengandaikan ketiganya tidak dapat disatukan. Dalam sebuah artikel yang ditulisnya dia menyatakan, “Saya tetap nasionalis, tetap Islam, tetap Marxis, sintese dari tiga hal inilah memenuhi saya punya dada. Satu sintese yang menurut anggapan saya sendiri adalah sintese yang geweldig (Soekarno dalam Yatim, 2001:155).

Cinta Tanah Air ?
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa.." [Al Baqarah 126]
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala." [Ibrahim 35]
Nabi senantiasa mencintai negeri yang didiaminya. Sebab jika negerinya rusak, penduduknya juga yang akan menderita. Apa enaknya jika negeri kita sungainya tercemar hingga airnya tak bisa diminum dan udaranya kotor sehingga sulit bernafas dengan baik?

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أُخْرِجَ مِنْ مَكَّةَ : اِنِّي لَأُخْرَجُ مِنْكِ وَاِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكِ أَحَبُّ بِلَادِ اللهِ اِلَيْهِ وَأَكْرَمُهُ عَلَى اللهِ وَلَوْلَا أَنَّ أَهْلَكَ أَخْرَجُوْنِي مِنْكِ مَا خَرَجْتُ مِنْكِ (مسند الحارث زوائد الهيثمي ج 1 / ص 460)
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa saat Nabi diusir dari Makkah beliau berkata: Sungguh aku diusir dariMu (Makkah). Sungguh aku tahu bahwa engkau adalah Negara yang paling dicintai dan dimuliakan oleh Allah. Andai pendudukmu (Kafir Quraisy) tidak mengusirku dari mu, maka aku takkan meninggalkanmu (Makkah)” (Musnad al-Haris, oleh al-Hafidz al-Haitsami 1/460)
Ka'ab bin 'Iyadh Ra bertanya, "Ya Rasulullah, apabila seorang mencintai kaumnya, apakah itu tergolong fanatisme?" Nabi Saw menjawab, "Tidak, fanatisme (Ashabiyah) ialah bila seorang mendukung (membantu) kaumnya atas suatu kezaliman." (HR. Ahmad)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ (صحيح البخارى ج 7 / ص 161)
“Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah” (HR al-Bukhari 7/161)
Nasionalisme Pancasila ?

Pada prinsipnya nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa:
1.  menempatkan persatuan – kesatuan, kepentingan dan keselamatan    bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan  golongan
2. menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara
3. bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri
4. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa
5. menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia
6. mengembangkan sikap tenggang rasa
7. tidak semena-mena terhadap orang lain
8. gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
9. senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
10. berani membela kebenaran dan keadilan
11. merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia
12. menganggap pentingnya sikap saling menghormati dan bekerja sama  dengan bangsa lain
Dalam Piagam Madinah (Watsiqah al-Madinah) disebutkan kewajiban umat untuk menjadi satu kesatuan: “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah kitab (perjanjian) dari Muhammad Nabi saw. antara orang-orang Mukmin dan Muslim dari golongan Quraisy dan Yatsrib. Sesungguhnya mereka adalah umat yang satu (ummah wahidah), yang berbeda dengan umat lainnya.” (Sirah Ibnu Hisyam, II/119).
Nasionalisme dalam Islam ?
Sementara dalam pengertian politis, bangsa adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Bangsa (nation) dalam pengertian politis inilah yang kemudian menjadi pokok pembahasan nasionalisme (Nur dalam Yatim, 2001:57 58).
Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan menngabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu (Op. cit, 1994:684).
Islam adalah faktor penting dalam bangunan kebangsaan Indonesia. Sumber daya budaya, sosial dan politik serta ekonomi negara ini secara potensial berada dan melekat dalam tubuh warganya yang mayoritas muslim. Kolaborasi Islam dan budaya lokal selama berabad-abad hingga cucuran keringat, air mata dan darah para syuhada’ telah memperkokoh bangunan ke-Indonesia-an modern. Sejarah Indonesia juga mencatat penolakan dan penentangan umat Islam terhadap penindasan kolonialisme. Agenda ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan keagamaan yang digerakkan oleh SI, Muhammadiyah dan NU terbukti mengusung cita-cita luhur memperjuangkan terwujudnya kemerdekaan dan pemerintahan sendiri oleh rakyat Indonesia.
Demikian halnya para tokoh pergerakan nasional dari kalangan muslim, meskipun mereka kelihatan berbeda-beda penekanan dan perspektifnya tentang nasionalisme Indonesia, tak diragukan lagi kecintaan dan komitmen mereka pada perjuangan terwujudnya negara bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Fakta-fakta tersebut cukup menjelaskan bahwa Islam tidak merintangi nasionalisme, justru dari rahim Islamlah, nasionalisme Indonesia dapat tumbuh subur. Pergerakan-pergerakan Islam sudah lama mempunyai ikatan kebangsaan lebih kuat jika dibandingkan dengan organisasi lokal yang masih berbasis etnik, termasuk Budi Utomo yang berbasis kepentingan priyayi Jawa.
Tema Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 mendatang tentang ‘Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia’ diharapkan mendorong peran lebih Islam dalam mengawal terciptanya perdamaian.
Islam saja tanpa nasionalisme akan menjadi ekstrem, dan nasionalisme saja tanpa ada landasan Islam akan kering,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, Rabu (22/4).
Kiai yang juga bergelar profesor di bidang tasawuf tersebut mengambil contoh beberapa negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, namun dirundung peperangan berkepanjangan karena ketiadaan semangat nasionalisme pada warga negaranya. Seperti Somalia, Afghanistan, Libya, Irak, Suriah, dan Yaman.
“Ulama di negara-negara itu luar biasa alim, kitab-kitab karyanya jadi pelajar-pelajar kita, tapi tidak dapat berperan dalam mewujudkan perdamaian. Di (negara) kita, alhamdulillah, keberadaan ulama-ulama NU dengan nasionalismenya mampu menjaga keutuhan NKRI,” tegas Kiai Said.
“Sudah saatnya kiblat peradaban Islam dipindahkan. Bukan lagi di Arab, di Irak, di Afghanistan, tapi di Indonesia. Islam Nusantara, Islam NU, sudah mampu menunjukkan bagaimana Islam yang semestinya menjadi pengayom terciptanya perdamaian,” pungkasnya.
Bagi Natsir, Islam tidak dapat dipisahkan dari negara. Ia menganggap bahwa urusan kenegaraan pada pokoknya merupakan bagian integral risalah Islam. Dinyatakannya pula bahwa kaum muslimin mempunyai falsafah hidup atau ideologi seperti kalangan Kristen, fasis, atau Komunis. Natsir lalu mengutip nas Alquran yang dianggap sebagai dasar ideologi Islam (yang artinya), "Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku." (51: 56). Bertitik tolak dari dasar ideologi ini, ia berkesimpulan bahwa cita-cita hidup seorang Muslim di dunia ini hanyalah ingin menjadi hamba Allah agar mencapai kejayaan dunia dan akhirat kelak.
Ikhtitam
حَدَّثَنَا ابْنُ السَّرْحِ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَكِّيِّ يَعْنِي ابْنَ أَبِي لَبِيبَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ
“Bukanlah golongan kami orang yang menyeru kepada ‘ashabiyah. Bukan golongan kami orang yang berperang atas dasar ashabiyah, dan bukan golongan kami orang yang mati karena membela ‘ashabiyah (HR. Abu Dawud)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أُخْرِجَ مِنْ مَكَّةَ : اِنِّي لَأُخْرَجُ مِنْكِ وَاِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكِ أَحَبُّ بِلَادِ اللهِ اِلَيْهِ وَأَكْرَمُهُ عَلَى اللهِ وَلَوْلَا أَنَّ أَهْلَكَ أَخْرَجُوْنِي مِنْكِ مَا خَرَجْتُ مِنْكِ (مسند الحارث زوائد الهيثمي ج 1 / ص 460)
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa saat Nabi diusir dari Makkah beliau berkata: Sungguh aku diusir dariMu (Makkah). Sungguh aku tahu bahwa engkau adalah Negara yang paling dicintai dan dimuliakan oleh Allah. Andai pendudukmu (Kafir Quraisy) tidak mengusirku dari mu, maka aku takkan meninggalkanmu (Makkah)” (Musnad al-Haris, oleh al-Hafidz al-Haitsami 1/460)
Dan ketika Nabi pertama sampai di Madinah beliau berdoa lebih dahsyat:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ (صحيح البخارى ج 7 / ص 161)
“Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah” (HR al-Bukhari 7/161)
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits  2.http://abdulkarimmunthe.blogspot.com 3.https://robbani.wordpress.com 4.http://mediaislamraya.blogspot.com
JAKARTA 24/4/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman