Senin, 13 April 2015

BELAJAR TASAWUF




TASAWUF SUNNI DAN FALSAFI ?


Muqaddimah
Para pengkaji tentang tasawuf sepakat bahwasanya tasawuf berazaskan kezuhudan sebagaimana yang diperaktekkan oleh Nabi Saw, dan sebahagian besar dari kalangan sahabat dan tabi'in. Kezuhudan ini merupakan implementasi dari nash-nash al-Qur'an dan Hadis-hadis Nabi Saw yang berorientasi akhirat dan berusaha untuk menjuhkan diri dari kesenangan duniawi yang berlebihan yang bertujuan untuk mensucikan diri, bertawakkal kepada Allah Swt, takut terhadap ancaman-Nya, mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya dan lain-lain.
Dasar-dasar dari Al-Qur'an ?
Meskipun terjadi perbedaan makna dari kata shufy akan tetapi jalan yang ditempuh kaum sufi berlandasakan Islam. Diantara ayat-ayat Allah yang dijadikan landasan akan urgensi kezuhudan dalam kehidupan dunia adalah firman Allah dalam al-Qur'an yang berbunyi: yang Artinya:
Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (Q.S Asy-Syuura [42] : 20)
Ayat al-Qur'an lainnya yang dijadikan sebagai landasan kesufian adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan kewajiban seorang mu'min untuk senantiasa bertawakkal dan berserah diri hanya kepada Allah swt semata serta mencukupkan bagi dirinya cukup Allah sebagai tempat menggantungkan segala urusan, ayat-ayat al-Qur'an yang menjelaskan hal tersebut cukup variatif tetapi penulis mmencukupkan pada satu diantara ayat –ayat tersebut yaitu firman Allah dalam Q.S ath-Thalaq [65] ayat : 3 yang Artinya:
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Dianatra ayat-ayat al-Qur'an yang menjadi landasan munculnya kezuhudan dan menjadi jalan kesufian adalah ayat-ayat yang berbicara tentang rasa takut kepadan Allah dan hanya berharap kepada-Nya diantaranya adalah firman Allah dalam Q.S as-Sajadah [ ] ayat : 16 yang berbunyi : yang Artinya:
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap
Maksud dari perkataan Allah Swt : "Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya" adalah bahwa mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam.
Diantara ayat-ayat yang menjadi landasan tasawuf adalah nash-nash Qura'ny yang menganjurkan untuk beribadah pada malam hari baik dalam bentuk bertasbih ataupun quyamullail diantaranya adalah firman Allah yang Artinya:
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.(Q.S al-Isra' [17] ayat : 79 yang Artinya:
Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, Maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari. (Q.S al-Insan [76] ayat : 25-26)yang Artinya:
Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka
Selain daripada hal-hal yang telah penulis uraikan sbelumnya, diantara pokok-pokok ajaran tasawuf adalah mencintai Allah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan hal ini berlandaskan kepada firman Allah swt dalam Q.S at-Taubah [] ayat : 24 yang Artinya:
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Dasar-dasar Dari Hadis ?
Jika kita melihat dengan seksama akan sejarah kehidupan Rasulullah Muhammad Saw beserta para sahabat beliau yang telah mendapatkan keridhaan Allah, maka akan ditemukan sikap kezuhudan dan ketawadhu'an yang terpadu dengan ibadah-ibadah baik wajib maupun sunnah bahkan secara individu Rasulullah Saw tidak pernah meninggalkan shalat lail hingga lutut beliau memar akibat kebanyakan berdiri, ruku' dan sujud di setiap malam dan beliau Saw tidak pernah meninggalkan amalan tersebut hingga akhir hayat beliau Saw, hal ini dilakukan oleh beliau Saw karena kecintaan beliau kepada sang penggenggam jiwa dan alam semesta yang mencintainya Dia-lah Allah yang cinta-Nya tidak pernah terputus kepada orang-orang yang mencintai-Nya.

Selain itu terdapat pula hadis-hadis qauliyah yang menjadi bagian dari dasar-dasar ajaran tasawuf dalam Islam, diantara hadis-hadis tersebut adalah:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِي اللَّهُ وَأَحَبَّنِي النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّوكَ
Artinya:
Dari sahabat Sahal bin Saad as-Sa'idy beliau berkata: datang seseorang kepada Rasulullah Saw dan berkata: 'Wahai Rasulullah ! tunjukkanlah kepadaku sutu amalan, jika aku mengerjakannya maka Allah akan mencintaiku dan juga manusia', Rasulullah Saw bersabda: "berlaku zuhudalah kamu di dunia, maka Allah akan mencintaimu, dan berlaku zuhudlah kamu atas segala apa yang dimiliki oleh manusia, maka mereka (manusia) akan mencintaimu".
عَن زَيْدُ بْنُ ثَابِت قال : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ
Artinya:
Dari Zaid bin Tsabit beliau berkata : Aku mendengarkan Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan berlepas diri dari segala urusannya dan tidaklah ia mendapatkan dari dunia sesuatu apapun keculi apa yang telah di tetapkan baginya. Dan barang siapa yang sangat menjadikan akhirat sebaga tujuannya, maka Allah akan mengumpulkan seluruh harta kekayaan baginya, dan menjadikan kekayaan itu dalam hatinya, serta mendapatkan dunia sedang ia dalam keadaan tertindas".
Hadis pertama menunjukkan perintah untuk senantiasa berlaku zuhud di dunia, sementara hadis kedua menjelaskan akan tercelanya kehidupan yang bertujuan berorientasi keduniaan belaka, dan mulianya kehidupan yang berorientasi akhirat. Kedua hadis tersebut menjelaskan kemuliaan orang-orang yang hanya menjadikan Allah sebagai tujuan utama dalam hidupnya dan merasa cukup atas segala yang Allah telah karunianakan kepadanya.
Selain dari kedua hadis di atas terdapat pula banyak hadis yang memberikan wasiat kepada orang-orang mu'min agar tidak bertumpu pada kehidupan dunia semata, dan hendaklah ia senantiasa memangkas segala angan-angan keduniaan, serta tidak mematrikan dalam dirinya untuk hidup kekal di dunia dan tidak pula berusaha untuk memperkaya diri di dalamnya kecuali sesuai dengan apa yang ia butuhkan, oleh karena itu Rasulullah Saw berwasiat kepada Abdullah bin Umar sambil menepuk pundaknya dan bersabda:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيل
Artinya:
"Hiduplah kamu di dunia seolah-seolah kamu adalh orang asing atau seorang musafir"
Fase Perkembangan Tasawuf ?
  1. Fase Askestisme (zuhud). Berkembang pada abad kedua Hijriah, sikap semacam ini dipandang pengantar kemunculan tasawuf diman setiap individu dari kalangan muslim memusatkan dirinya pada ibadah dan pendekatan diri pada Allah SWT, mereka tidak mementingkan kenikmatan duniawi dan kemudian berpusat pada kenikmatan akherat, Tokoh yang populer pada fase ini adalah hasan Al Basri (110 H) dan Rabiah Al Adawiyah (185 H) keduanya dalam sejarah disebuth seorang zahid
  2. Fase Akhlaki. Pada fase ini tasawuf berkembang pada abad ketiga Hijriah, dimana para sufi mulai ekspansi pada wilayah prilaku dan moral manusia. Pada saat manusia ketika itu berada ditengah-tengah terjadinya dekadensi moral yang cukup akut, sehingga dari sini tasawuf mulai berkembang dengan pesat sebagai ilmu moral keagamaan dan mendapat respon yang baik dari masyarakat islam, dari sini kemudian nampaklah bahwa ajaran tasawuf semakin sederhana dan mudah dipraktekkan dengan standar akhlak.
  3. Fase Al-Hallaj. 1 abad kemudian, muncul tasawuf jenis lain yang lebih ekslusif dan fenomental yang  diwakili oleh al-Hallaj,  beliau  mengajarkan tentang  kebersatuan manusia dengan Tuhan Konsep yang dibawanya adalah wahdatul wujud (bersatu dengan wujud yang satu). Dari konsep ini kemudian Al-Hallaj diputuskan bersalah dan harus dihukum mati, untuk sebuah konsistensi paham tasawufnya, Dimana masyarakat islam masih sangat indentik dengan jenis tasawif aklaki, kemudian al- Hallaj dianggap membahayakan stabilitas umat.
  4. Fase Tasawuf Moderat. Kemunculan tasawuf pada fase ini, muncul sekitar abad kelima hijriyah dengan seorang  tokohnya  yaitu  Imam  Ghazali,  yang  sepenuhnya  hanya  menerima tasawuf yang  berdasarkan al-Quran dan Al-Hadist, serta menekankan kembali askestisme. Al-Ghazali telah berhasil menempatkan prinsip-prinsip tawawuf yang moderat, akibat pengaruh kepribadian iman al-Ghazali yang begitu besar, maka pengaruh  tasawuf  dengan  dasar  moderat  ini  telah  meluas  hampir  keseluruh pelosok dunia islam, lalu  mulailah bermunculan para tokoh sufi yang kemudian mengembangkan  tarekat  tertentu  untuk  murid-murid  mereka,  seperti  Sayyid Ahmad Ar-Rijai dan Sayyed Abdul Qadir Jaelani.
  5. Fase Tasawuf Falsafi. Pada fase ini tasawuf mulai dipadukan dengan filsafat yang muncul pada abad ke 6 Hijriah, tokoh yang muncul Syuhrowardi al Maqtul (549 H), Syek Akbar Mulyadin Ibn Araby (638 H) dan Ibn faridh (632 H) mereka memcoba menggabungkan pola pikir tasawuf yang akhlaki dan askestisme dengan filsafat yunani khususnya neo-Platonisme. Teori –teori yang mendalam khususnya mengenai jiwa, moral, ilmu tentang wijud menjadi hal yang urgensi dalam prinsip berfikir mereka.
Tasawuf Sunni ?
Adapun ciri-ciri dari tasawuf sunni antara lain :
1.         Melandaskan diri pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Tasawuf jenis ini, dalam pengejawantahan ajaran-ajarannya, cenderung memakai landasan Qur’ani dan Hadits sebagai kerangka pendekatannya. Mereka tidak mau menerjunkan pahamnya pada konteks yang berada diluar pembahasan Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an dan Hadits yang mereka pahami, kalaupun harus ada penafsira, sifatnya hanya sekedarnya dan tidak begitu mendalam.
2.         Tidak menggunakan terminologi-terminologifilsafat sebagaimana terdapat pada ungkapan-ungkapan syathahat. Terminologi tersebut dikembangkan tasawuf sunni secara lebih transparan, sehingga tidak kerap bergelut dengan term-term syathahat. Kalaupun ada term yang mirip syathahat, itu dianggapnya merupakan pengalaman pribadi, dan mereka tidak menyebarkannya kepada orang lain. Pengalaman yang ditemukannya itu mereka anggap pula sebagai sebuah karamah atau keajaiban yang mereka temui. Sejalan dengan ini, Ibnu Khaldun, sebagaimana dikutip Al-Taftazani, memuji para pengikut Al-Qusyairi yang beraliran Sunni, karena dalam aspek ini mereka memang meneladani para sahabat. Pada diri para sahabat dan tokoh angkatan salaf telah banyak terjadi kekeramatan seperti ini. *
3.         Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubngan antara Tuhan dan manusia. Dualisme yang dimaksudkan disini adalah ajaran yang mengakui bahwa meskipun manusia dapat berhubungan dengan Tuhan, dalam hal esensinya, hubungannya tetap dalam kerangka yang berbeda diantara keduanya. Sedekat apapun manusia dengan Tuhannya tidak lantas membuat manusia dapat menyatu dalam Tuhannya.
Al-Qur’an dan Hadits dengan jelas menyebutkan bahwa “inti” makhluk adalah “bentuk lain” dari Allah. Hubungan antara Sang Pencipta dan yang diciptakan bukanlah merupakan salah satu persamaan, tetapi “bentuk lain”. Benda yang diciptakan adalah bentuk lain dari pencitaan-Nya. Hal ini tentunya berbeda dengan paham-paham tasawuf filosofis yang terkenal dengan ungakapan-ungkapan keganjilannya. Kaum sufi sunni menolak ungkapan-ungkapan ganjil, seperti yang dikemukakan Abu Yazid Al-Busthami dengan teori fana’ dan baqa-nya, Al-Hallaj dengan konsep hululnya, dan Ibnu Arabi dengan konsep wahdatul wujud-nya.
4.         Kesinambungan antara hakikat dengan syari’at. Dalam pengertian lebih khusus, keterkaitan antara tasawuf (sebagai aspek batiniahnya) dengan fiqih (sebagai aspek lahirnya). Hal ini merupakan konsekuensi dari paham diatas. Karena berbeda dengan Tuhan, manusia dalam berkomunikasi dengan Tuhan tetap pada posisi atau kedudukannya sebagai objek penerima informasi dari Tuhan. Kaum sufi dari kalangan sunni tetap memandang penting persoalan-persoalan lahiriah-formal, seperti aturan yang dianut fuqaha. Aturan-aturan itu bahkan sering dianggap sebagai jembatan untuk berhubungan dengan Tuhan.
5.         Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak dan pengobatan jiwa dengan cara riyadah (latihan mental) dan langkah takhalli, tahalli dan tajalli.

Tasawuf Falsafi ?

Berdasarkan karakteristik umum itu, tasawuf filosofis memiliki objek tersendiri tang berbeda dengan tasawuf sunni. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun, sebagaimana yang dikutip oleh At-Taftazani, dalam karyanya Al-Muqaddimah, menyimpulkan bahwa ada empat objek utama yang menjadi perhatian para sufi filosof, antara lain yaitu :
1.        Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta introsfeksi diri yang timbul darinya. Mengenai latihan rohaniah dengan tahapan (maqam) maupun keadaan (hal) rohaniah serta rasa (dzauq), para sufi filosof cenderung sependapat dengan para sufi sunni sebab, masalah tersebut, menurut Ibnu Khaldun, merupakan sesuatu yang tidak dapat ditolak oleh siapapun.
2.       Iluminasi atau hakekat yang tersingkap dari alam ghaib, seperti sifat-sifat rabbani, ‘arsy, kursi, malaikat, wahyu, kenabian roh, hakikat realitas segala yang wujud, ghaib, maupun tampak, dan susunan kosmos, terutama tentang Penciptaan dan Penciptaan-Nya. Mengenai ilmuniasi ini, para sufi yang juga filosof tersebut melakukan latihan rohaniah dengan mematikan kekuatan syahwat serta menggairahkan roh dengan jalan menggiatkan zikir. Dengan zikir, menurut mereka, jiwa dapat memahami hakikat realitas-realitas.
3.       Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4.       Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syathahiyyat), yang memunculkan reaksi masyarakat ada yang mengingkarinya, menyetujui, atau pun yang menginterpretasikannya dengan interpretasi yang berbeda-beda.

Ikhtitam
Dari uraian singkat di atas,Dasar-dasar dari al-Qur'an maupun hadis yang berhubungan dengan tasawuf, maka dapat disimpulkan bahwa tasawwuf adalah usaha seseorang untuk mensucikan diri dari hal-hal yang dapat mengotori hati dan merusak ibadah, adapun tasawuf jika dilihat dari dasar-dasar qur'ani maupun sunnah, maka dapat di pahami bahwa tasawuf dan sufi memiliki posisi tertentu dalam lingkungan Islam atau dengan kata lain bahwa tasawuf atau kehidupan sufi dapat ditemukan dalam Islam baik itu dijelaskan dalam Al-Qur'an, hadis, maupun implementasi Nabi Saw dalam kehidupan sehari-hari demikian juga dengan para sahabat beliau dan tabi'in.
Wallahu a'lam.
3.http://zakiyatunnisakurniawan.blogspot.com
JAKARTA 13/4/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman