لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku”. ( Al-Kafirun:6)
قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ
“Katakanlah: “Tiap-tiap orang
berbuat menurut keadaannya masing-masing.” (QS. Al Isra’: 84)
أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ
مِمَّا تَعْمَلُونَ
“Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan
dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41)
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amal-amal kami dan
bagimu amal-amalmu.” (QS. Al Qashshash: 55)
Muqaddimah
Firman Allah Ta’ala,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir”. Ayat ini
sebenarnya ditujukan pada orang-orang kafir di muka bumi ini. Akan tetapi,
konteks ayat ini membicarakan tentang kafir Quraisy.
Mengenai surat ini, ada ulama yang menyatakan bahwa
karena kejahilan orang kafir Quraisy, mereka mengajak Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk beribadah kepada berhala mereka selama satu tahun,
lalu mereka akan bergantian beribadah kepada sesembahan Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam (yaitu Allah Ta’ala) selama setahun pula. Akhirnya Allah
Ta’ala pun menurunkan surat ini. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk
berlepas diri dari agama orang-orang musyrik tersebut secara total.
Seorang hamba seharusnya memiliki sesembahan yang ia
sembah. Ibadah yang ia lakukan tentu saja harus mengikuti apa yang diajarkan
oleh sesembahannya. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikutnya
menyembah Allah sesuai dengan apa yang Allah syariatkan. Inilah konsekuensi
dari kalimat Ikhlas “Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah”. Maksud
kalimat yang agung ini adalah “tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi
melainkan Allah, dan jalan cara untuk melakukan ibadah tersebut adalah dengan
mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Orang-orang
musyrik melakukan ibadah kepada selain Allah, padahal tidak Allah izinkan. Oleh
karena itu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada mereka,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Maksud ayat ini sebagaimana firman Allah,
وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ
عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا
تَعْمَلُونَ
“Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah:
“Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa
yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Yunus: 41)
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal
kamu.” (QS. Asy Syura: 15)
Asbabun Nuzul
Disebutkan bahwa sebab turunnya (sababun nuzul)
surat ini adalah bahwa, setelah melakukan berbagai upaya untuk
menghalang-halangi dakwah Islam, orang-orang kafir Quraisy akhirnya mengajak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkompromi dengan mengajukan
tawaran bahwa mereka bersedia menyembah Tuhan-nya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam selama satu tahun jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam juga bersedia ikut menyembah tuhan-tuhan mereka selama satu tahun.
Maka Allah sendiri yang langsung menjawab tawaran mereka itu dengan menurunkan
surat ini (lihat atsar riwayat
Ath-Thabrani, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas ra).
Tafsir Al-Kafirun Ayat 6 Menurut
Pakar Tafsir ?
Ayat keenam Surah
al-Kafirun [109] menegaskan bahwa bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
Ayat ini menyatakan ikrar dan ketegasan sikap setiap muslim terhadap orang
kafir. Islam tidak mengenal toleransi atau kompromi dalam bidang akidah dan
ibadah. Islam melarang pencampuradukan akidah Islam dengan agama lain. Tauhid
tidak dapat dicampuradukkan dengan syirik.
Secara umum Surah al-Kafirun [109] mengandung makna toleransi terhadap
agama lain dan kepercayaannya. Toleransi ini berarti pengakuan tentang adanya
realita perbedaan agama dan keyakinan, bukan pengakuan pembenaran terhadap
agama dan keyakinan selain Islam. Islam adalah agama yang benar dan tidak ada
yang dapat menyamai syariat Islam. Surah al-Kafirun [109] merupakan pedoman
bagi umat Islam dalam bersikap menghadapi perbedaan yang ada. Selain itu, Surah
al-Kafirun [109] ayat 1–6 juga merupakan pedoman dalam meletakkan hubungan
sosial. Perbedaan agama dan keyakinan tidak menutup jalan untuk
tolong-menolong. Perbedaan agama dan keyakinan tidak menjadi alasan untuk
bermusuhan.
1.Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ‘lakum diinukum wa liya diin’,
“Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan
selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit
melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut.
Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya.
Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama
selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 24: 704)
2.Dalam Tafsir
Al Bahr Al Muhith, Ibnu Hayyan menafsirkan, “Bagi kalian kesyirikan
yang kalian anut, bagiku berpegang dengan ketauhidanku. Inilah yang dinamakan
tidak loyal (berlepas diri dari orang kafir).”
3.Lakum diinukum wa liya diin juga bisa terdapat dua makna.
Pertama, bagi kalian akidah kekufuran yang kalian anut, bagi kami akidah Islam.
Kedua, karena diin bisa bermakna al jazaa’, yaitu hari pembalasan, maka
artinya: bagi kalian balasan dan bagiku balasan. Demikian dijelaskan oleh Al
Mawardi dan Muhammad Sayid Thonthowi
dalam kitab tafsir keduanya.
4.Tafsir /
Indonesia / DEPAG / Surah Al Kaafiruun 6
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
Kemudian dalam ayat ini Allah mengancam orang-orang kafir dengan firman-Nya yaitu, “Bagi kamu balasan atas amal perbuatanmu dan bagiku balasan atas amal perbuatanku”. Dalam ayat lain yang sama maksudnya Allah berfirman:
ولنا أعمالنا ولكم أعمالكم
Artinya:
“Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu”.
Q.S.(Al Baqarah): 139.
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
Kemudian dalam ayat ini Allah mengancam orang-orang kafir dengan firman-Nya yaitu, “Bagi kamu balasan atas amal perbuatanmu dan bagiku balasan atas amal perbuatanku”. Dalam ayat lain yang sama maksudnya Allah berfirman:
ولنا أعمالنا ولكم أعمالكم
Artinya:
“Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu”.
Q.S.(Al Baqarah): 139.
5.Imam Al Bukhari mengatakan,
( لَكُمْ دِينُكُمْ ) الْكُفْرُ .
( وَلِىَ دِينِ ) الإِسْلاَمُ وَلَمْ يَقُلْ دِينِى ، لأَنَّ الآيَاتِ بِالنُّونِ
فَحُذِفَتِ الْيَاءُ كَمَا قَالَ يَهْدِينِ وَيَشْفِينِ . وَقَالَ غَيْرُهُ ( لاَ
أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ) الآنَ ، وَلاَ أُجِيبُكُمْ فِيمَا بَقِىَ مِنْ عُمُرِى
( وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ) . وَهُمُ الَّذِينَ قَالَ (
وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا
وَكُفْرًا )
“Lakum diinukum”, maksudnya bagi kalian
kekafiran yang kalian lakukan. “Wa liya diin”, maksudnya bagi kami agama
kami. Dalam ayat ini tidak disebut dengan (دِينِى) karena kalimat tersebut sudah terdapat huruf “nuun”, kemudian “yaa”
dihapus sebagaimana hal ini terdapat pada kalimat (يَهْدِينِ) atau (يَشْفِينِ). Ulama lain mengatakan bahwa ayat
(لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ), maksudnya adalah aku tidak
menyembah apa yang kalian sembah untuk saat ini. Aku juga tidak akan
memenuhi ajakan kalian di sisa umurku (artinya: dan seterusnya aku tidak
menyembah apa yang kalian sembah), sebagaimana Allah katakan selanjutnya (وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ). Mereka mengatakan,
وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ
مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا
“Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu
sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di
antara mereka.” (QS. Al Maidah: 64). Demikian yang disebutkan oleh Imam Al
Bukhari.
6.Kemurnian
akidah Islam harus dijaga. Inilah kandungan pertama Surah al-Kafirun [109],
yaitu ikrar kemurnian tauhid. Tidak ada yang dapat menyamai kebenaran akidah
Islam. Oleh karena itu, Allah Swt. melarang hamba-Nya mencampuradukkan akidah
dan keimanan yang ia anut dengan keyakinan umat lain. Kandungan kedua Surah
al-Ka-firu-n [109] adalah ikrar penolakan terhadap semua bentuk praktik
peribadatan kepada selain Allah Swt. yang dilakukan oleh orang-orang kafir.
Islam menganjurkan umatnya bertoleransi. Akan tetapi, jika sudah menyangkut
masalah akidah, keimanan, dan ibadah Islam tidak lagi mengenal toleransi. (Hamka. 2004. Halaman 288–289)
7.Al-Qurthubi meringkaskan tafsir seluruh ayat
ini begini:
“Katakanlah olehmu wahai UtusanKu, kepada orang-orang
kafir itu, bahwasanya aku tidaklah mahu diajak menyembah berhala-berhala yang
kamu sembah dan puja itu, kamu pun rupanya tidaklah mahu menyembah kepada Allah
saja sebagaimana yang aku lakukan dan serukan. Malahan kamu persekutukan
berhala kamu itu dengan Allah. Maka kalau kamu katakan bahwa kamu pun menyembah
Allah jua, perkataanmu itu bohong, kerana kamu adalah musyrik. Sedang Allah itu
tidak dapat dipersyarikatkan dengan yang lain. Dan ibadat kita pun berlain. Aku
tidak menyembah kepada Tuhanku sebagaimana kamu menyembah berhala. Oleh sebab
itu agama kita tidaklah dapat di gabungkan atau dipersatukan.
“Bagi kamu agama kamu, bagiku adalah agamaku pula.”
Tinggilah dinding yang membatas, dalamlah jurang di antara kita.”
Faedah Berharga dari Surat Al Kafirun
- Dalam ayat ini dijelaskan adanya penetapan aqidah meyakini takdir Allah, yaitu orang kafir ada yang terus menerus dalam kekafirannya, begitu pula dengan orang beriman.
- Kewajiban berlepas diri (baro’) secara lahir dan batin dari orang kafir dan sesembahan mereka.
- Adanya tingkatan yang berbeda antara orang yang beriman dan orang kafir atau musyrik.
- Ibadah yang bercampur kesyirikan (tidak ikhlas), tidak dinamakan ibadah.
Ikhtitam
Sebuah hadis diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dari
Farwah bin Naufal al-Asyja’iy, bahawa beliau meminta pertunjuk kepada Nabi
S.A.W. apa yang baik dibaca sebelum tidur. Maka Nabi S.A.W. menasihatkan supaya
setelah beliau mulai berbaring bacalah Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruun, sebab dia
adalah satu pernyataan diri sendiri bersih dari syirik.
Dan telah kita jelaskan bahwa Qul Yaa Ayyuhal
Kaafiruun, sama dengan seperempat dari al-Quran. Surah ini mengandungi larangan
menyembah yang selain Allah, mengandungi pokok akidah, dan segala perbuatan
hati. Dia selari dengan Qul Huwallaahu (Surah al-Ikhlas)
Marilah sama-sama kita memahami dan hayati tafsir dan
maksud yang terdapat dalam surah al-Kafirun ini supaya kita dapat menjaga
akidah kita supaya tidak syirik kepada Allah S.W.T. Dalam bab akidah dan tauhid
kita langsung tidak boleh berkompromi atau bertolak ansur kerana akidah ini
adalah hak Allah S.W.T yang tidak boleh disekutukan dengan perkara-perkara
syirik kepada-Nya.
Jakarta 19/12/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar