89. 27. “Wahai jiwa yang tenang”.
89. 28. “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (Al-Fajr)
89. 28. “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (Al-Fajr)
Muqaddimah
Jalan ruhani adalah suatu kata kias yang biasa
disebutkan oleh para penempuh jalan spiritual. Kata kias itu bisa mengarah ke
atas seolah-olah Tuhan ada di atas, biasanya yang berparadigma ini menulis
“Naik Tangga Spiritual”, ada juga yang menyebut “jalan yang lurus”. Akan
tetapi, pada umumnya para Sufi meyakini bahwa Allah ada di dalam diri kita,
adanya Allah di dalam diri ini tidak dimaksudkan seperti pada konsep ruang dan
waktu yang berasumsi bahwa perjalanan adalah berangkat dari satu titik stasiun
ke titik stasiun yang lain. Dekatnya Allah dengan diri kita tidak seperti
dekatnya jarak ruang dan waktu. Allah adalah berbeda dengan mahluk-Nya, Allah
terbebas dari dimensi ruang dan waktu.
Safar atau perjalanan spiritual (siyahah ruhaniah) adalah
perjalanan rekreatif yang bersifat spiritual. Menurut Syaikh Muhyi ad din Ibn
Arabi bahwa safar adalah ber-tawajuhnya hati kepada al Haqq dengan dzikir.
Rasulullah SAW menyinggung tentang eksistensi jiwa
(nafs) yang qalbnya telah diperkuat oleh api Ruh al-Quds, sebagai berikut:
“Qalb itu ada empat macam, pertama, qalb yang bersih, di
dalamnya terdapat pelita yang bersinar cemerlang, itulah qalb al-mu’min; kedua,
qalb yang hitam terbalik, itulah qalb orang kafir; ketiga, yang terbungkus dan
terikat pada bungkusnya, itulah qalb orang yang munafik; dan keempat, qalb yang
tercampur, di dalamnya terdapat iman dan nifaq.”
“Dialah yang telah menurunkan
as-sakinah ke dalam qalb orang-orang al-mu’min, agar keimanan mereka bertambah di
samping keimanan yang telah ada” (Al-Fath [48]: 4).
“Barang siapa memiliki juru-nasehat dari dalam qalbnya, berarti Allah telah memberi seorang penjaga (hafidh) atasnya” (Rasulullah SAW).
“Barang siapa memiliki juru-nasehat dari dalam qalbnya, berarti Allah telah memberi seorang penjaga (hafidh) atasnya” (Rasulullah SAW).
Apa Kata Sufi ?
Al Ghazali dari kitabnya yang lain :Al
Ghazali, mengungkapkan di dalam kitab Al Munkid Min Al Dzalal “Sungguh jalan
ini tidak bisa diikuti kecuali dengan ilmu
dan amal, yang harus menempuh tanjakan-tanjakan ruhani dan membersihkannya
dari ahlak-ahlak tercela dan sifat jahat. Sedemikian sehingga, hati menjadi
kosong dari selain Allah, kemudian mengisinya
dengan dzikir.
Bagiku, ilmu lebih mudah daripada amal. Aku pelajari kitab-kitab sufi terdahulu, sehingga aku paham secara ilmiah. Penjelasan lebih dalam aku ikuti dan aku dengar dari uraian mereka. Tampak, pada posisi tertentu, perjalanan tasawuf ini tidak bisa ditempuh dengan belajar dari ilmu, tetapi dengan dzauq (fruitional experience), hal dan kebersihan hati. Tentu berbeda orang yang kenyang dengan orang yang tahu pengertian kenyang.
Bagiku, ilmu lebih mudah daripada amal. Aku pelajari kitab-kitab sufi terdahulu, sehingga aku paham secara ilmiah. Penjelasan lebih dalam aku ikuti dan aku dengar dari uraian mereka. Tampak, pada posisi tertentu, perjalanan tasawuf ini tidak bisa ditempuh dengan belajar dari ilmu, tetapi dengan dzauq (fruitional experience), hal dan kebersihan hati. Tentu berbeda orang yang kenyang dengan orang yang tahu pengertian kenyang.
Syaikh Allamah Sayyid Abdullah
Haddad, semoga Allah
meridhoinya menjawab : Para murid dan salik yang akan melakukan perjalanan
ruhani itu ada dua macam, pertama salik yang berikhtiar dan berusaha keras. Dia adalah salik qabl al jadzb
(orang yang berjalan menemukan Tuhan dengan kekuatan sendiri sebelum ada
kekuatan yang menariknya. Dan kedua Salik bil ghalabah wa al idhthirar
(orang-orang yang berjalan menemukan Tuhan karena terkalahkan dan terpaksa. Dia adalah al majdzub al suluk (tertarik
sebelum berjalan).
Sebagian ahli tharekat berpendapat bahwa salik qabl al
jadzb lebih utama, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.
Dikisahkan juga bahwa sepeninggal
suami Rabi’ah Al- Adawiyah, Hasan Basri dan sahabat – sahabatnya pernah minta izin menemuinya. Mereka
pun diberi izin , dan Rabi’ah pun duduk di balik tabir. Hasan Basri dan segenap
sahabatnya menyatakan, “ Suamimu sudah meninggal dunia maka kamu harus menikah
lagi “
Rabi’ah menjawab, “ Memang demikian seharusnya . Akan
tetapi, siapakah yang paling alim diantara kalia kalian ? Saya bersedia
dinikahi olehnya.”
Semua yang hadir saat itu serempak menyatakan, “ Hasan
Basri “
“ Jika anda bisa menjawab empat macam pertanyaan, saya
akan menyerahkan diri saya untuk anda”
“Silakan. Kalau Allah memberikan taufik kepada saya,
saya akan menjawab” jawab Hasan Basri Rabi’ah memulai dengan pertanyaannya ,
“ Bagaimana pendapat anda, kalau saya meninggal. Apakah saya dalam keadaan iman atau
tidak ? “ Ini sesuatu yang gaib. Dan tidak ada yang gaib selain Allah”
Jawab Hasan Basri
Pertanyaan kedua, “Apa pendapat anda, kalau saya nanti
dikuburkan dan ditanya oleh malaikat Munkr dan Nakir. Apakah saya mampu menjawab atau tidak ?“
“Ini juga sesatu yang gaib, sedangkan tidak ada yang
tahu sesuatu yang gaib selain Allah,” jawabnya.
Pertanyaan ketiga, “Jika manusia dikumpulkan , lalu
kitab catatan amalan diberikan, apakah saya akan menerima kitab catatan amal
saya dengan tangan kanan atau tangan
kiri?”,
“ Ini juga perkara gaib” jawab nya.
Pertanyaan terakhir, “Jika nanti manusia dipanggil sebagian ke surga dan sebagian lagi ke
neraka maka saya berada dibagian mana?”
“Ini juga termasuk masalah gaib” jawabnya
Setelah Rabi’ah melontarkan keempat pertanyaannya dan
tak satu pun sanggup dijawab oleh Hasan Basri, ia pun berkata, “Anda
kebingungan dengan empat masalah ini, sungguh tak terbayangkan bagaimana anda
malah sibuk dengan urusan kawin segala?”
“Wahai Hasan” Lanjut Rabi’ah “Allah menciptakan akal
ada berapa bagian?”
“Ada sepuluh bagian, Sembilan bagian bagi laki – laki
dan satu bagian bagi perempuan” jawab Hasan Basri
Rabi’ah bertanya lagi,” Wahai Hasan, ada berapa bagian
Allah mencitakan syahwat?”
“Ada sepuluh bagian, Sembilan untuk perempuan dan satu
bagian untuk laki – laki” jawabnya.Akhirnya Rabi’ah menjawab “Wahai Hasan, saya
mampu menjaga sembilan bagian syahwat itu dengan satu bagian akal. Dan kamu
tidak mampu menjaga satu bagian syahwat itu dengan Sembilan bagian akal.”
Mendengar jawaban tersebut Hasan Basri menangis dan
pulang.
Bagaimana dengan kita kaum laki – laki, mampukah kita
menjaga syahwat kita dengan sembilan bagian akal kita?semoga Allah memberi
kekuatan kepada kita agar mampu menjaga syahwat dengan sembilan bagian akal
yang kita miliki(.tamanpecintaFollow)
JAKARTA 26/12/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar