“Sesungguhnya agama yang diridloi di
sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imron:19).
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imron:85).
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imron:85).
“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah”
dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan
mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang
terdahulu. Dila`nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?”
(al-Taubah:30)
Sesungguhnya orang-orang kafir dari golongan ahli
kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di
dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruknya mahluk (al-Bayyinah:6)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah
sekumpulan laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang
direndahkan lebih baik dari mereka dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan perempuan yang lain, boleh jadi yang direndahkan lebih
baik dari mereka dan janganlah kamu suka menjela bangsamu dan janganlah
memangil dengan gelar ejekan. Jahat sesudah beriman itulah nama yang amat
buruk. Siapa yang tidak kembali itulah orang-orang yang bersalah” (Q.S. al
Hujurat 11)[6]
Muqaddimah
Sementara itu MUI mempunyai pendapat lain mengenai
paham ini. Melalui fatwanya yang dikeluarkan dalam MUNAS ke 7 tahun 2005,
MUI telah dengan tegas menyatakan bahwa Pluralisme merupakan paham yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan melarang kepada segenap umat Islam
untuk mengikuti apalagi mengamalkan paham ini. Argumentasi MUI melarang paham
ini adalah ayat-ayat al Qur’an, seperti “barang siapa yang mencari agama
selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu), dan
dia diakhirat termasuk orang-orang yang merugi”.(al-ayat) Dan “Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam”.(al-ayat) Dan “Untukmu
agamamu, dan untukkulah agamaku”.(al-ayat)
Selain ayat al Qur’an argumentasi lainnya adalah
Hadits Rosulullah saw. Imam Muslim (w 262 H) dalam kitabnya Shahih Muslim,
meriwayatkan hadits Rosulullah saw : “Demi zat yang menguasai jiwa Muhamad,
tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku
dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang
aku bawa, kecuali ia mati akan menjadi penghuni neraka.”. Begitu juga Nabi
mengirimkan surat-surat Dakwah kepada orang-orang non muslim, antara lain
kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-najasyi raja Abesenia
yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi
mengajak mereka untuk masuk Islam (Hadits Riwayat Ibnu Sa’ad dalam al-Thabaqat
al-Kubra dan imam al Bukhari dalam Shahih al Bukhari).
Adapun Pluralisme mengakui bahwa agama itu sama dalam
porsinya masing-masing. Dengan kata lain, mengakui persamaan dalam perbedaan.
Sama-sama benar dalam posisi dan kedudukannya masing-masing.[6] Semua keyakinan dan
paham ini bertentangan dengan konsep Islam yang telah dirumuskan dan menjadi
Fatwa MUI diatas. Dan menunjukan bahwa Pluralisme bukan merupakan paham
yang lahir dari Islam bahkan justru bertentangan dengan Islam.
Meskipun pluralisme ini bukan berasal dari Islam, tapi
kaum pluralis mencari legitimasinya dari ayat-ayat al Qur’an. Mereka
mengakalinya sehingga terkesan al Quran pun mendukung terhadap paham ini. Ayat
al Qur’an yang sering dijadikan rujukan mereka adalah QS al Baqarah ayat 62 :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ
وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ
صَالِحاً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ
يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,
orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh, mereka akan
menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Arti Pluralisme
Secara sederhana pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang
mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya. Bukan
hanya menoleransi adanya keragaman pemahaman tersebut, tetapi bahkan mengakui
kebenaran masing-masing pemahaman, setidaknya menurut logika para pengikutnya.
Latar belakang munculnya gerakan Pluralisme
Paham ini muncul akibat reaksi dari tumbuhnya klaim kebenaran oleh masing-masing kelompok terhadap pemikirannya sendiri. Persoalan klaim kebenaran inilah yang dianggap sebagai pemicu lahirnya radikalisasi agama, perang dan penindasan atas nama agama. Konflik horisantal antar pemeluk agama hanya akan selesai jika masing-masing agama tidak menganggap bahwa ajaran agama meraka yang paling benar. Itulah tujuan akhir dari gerakan pluralisme ; untuk menghilangkan keyakinan akan klaim kebenaran agama dan paham yang dianut, sedangkan yang lain salah.
Paham ini muncul akibat reaksi dari tumbuhnya klaim kebenaran oleh masing-masing kelompok terhadap pemikirannya sendiri. Persoalan klaim kebenaran inilah yang dianggap sebagai pemicu lahirnya radikalisasi agama, perang dan penindasan atas nama agama. Konflik horisantal antar pemeluk agama hanya akan selesai jika masing-masing agama tidak menganggap bahwa ajaran agama meraka yang paling benar. Itulah tujuan akhir dari gerakan pluralisme ; untuk menghilangkan keyakinan akan klaim kebenaran agama dan paham yang dianut, sedangkan yang lain salah.
Istilah pluralisme merupakan sebuah istilah yang
banyak didengar dewasa ini. Banyak ilmuwan dan Pemikir yang membahas dan
memasarkan istilah ini kepada masyarakat. Menurut mereka paham ini sangat cocok
di kembangkan di Indonesia, dikarenakan kondisi masyarakatnya yang plural
(sangat beragam dalam segala hal terutama agamanya). Menurut Adnin Armas, Paham ini mengajarkan bahwa semua agama
adalah sama. Kebenaran adalah milik
bersama. Dalam setiap agama terdapat kebenaran. Banyak jalan menuju
kebenaran. Oleh sebab itu, Islam bukanlah satu-satunya jalan yang sah menuju
kepada kebenaran.(Adnin Armas, Pluralisme : Sebuah Paham Syirik
Kontemporer. Hal.1h t t p : / / w w w . i n s i s t n e t . c o m)
Sementara pengertian Pluralisme
agama adalah suatu
paham yang mengajarkan bahwa semua agama sama kebenaran setiap agama relative.
Dalam paham Pluralisme setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa
agamanya yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga
mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk surga (fatwa MUI). Pluralisme
agama didasarkan pada satu asumsi bahwa semua agama jalan yang sama-sama menuju
Tuhan yang sama, jadi menurut paham ini semua agama adalah jalan yang
bebeda-beda menuju Tuhan yang sama. Pluralisme ini kerap dipadankan dengan
inklusivisme yang dua-duanya sama berbahaya, bahkan inklusivisme lebih
berbahaya karena mengajarkan bahwa agama bukanlah satu-satunya jalan
keselamatan, dalam paham ini tidak boleh dianggap penganut agama lain bakal
menghuni Neraka.
Pluralisme sendiri bukanlah paham yang lahir dalam
diskursus keislaman. Dalam penelitian Syamsudin Arif, paham ini merupakan
turunan dari paham Relativisme. Menurutnya, fakta bahwa agama yang ada
didunia ini sangat banyak telah melahirkan dua aliran pemikiran besar, yaitu
skeptisisme dan relativisme. Kaum skeptis menyatakan bahwa beragamnya agama
tersebut menjadi pembenar bahwa kebenaran dalam agama itu tidak ada. Sementara
kaum relativis berpendapat sebaliknya, bahwa beragamnya agama merupakan sebuah
fakta bahwa kebenaran itu tidak satu, ia ada pada setiap agama.
Lebih lanjut, kaum relativis ini memiliki tiga aliran
pemikiran, yaitu esensialisme, sinkretisme, dan pluralisme. Esensialisme
menyatakan bahwa semua agama pada esensinya sama, percaya pada ketuhanan.
Bedanya hanya pada bentuk formalnya saja. Sementara Sinkretisme, melangkah
lebih jauh dengan mencoba menyatukan agama-agama dalam satu format keagamaan.
Contohnya sikhisme di india, baha’isme di iran, caudaisme di Vietnam, atau
semacam aliran-alian kebatinan.
Adapun Pluralisme mengakui bahwa agama itu sama dalam
porsinya masing-masing. Dengan kata lain, mengakui persamaan dalam perbedaan.
Sama-sama benar dalam posisi dan kedudukannya masing-masing.( Syamsudin Arif, Orientalis
dan Diabolisme Intelektual, hal. 80-83. Dalam Nashruddin Syarief, Menangkal
Virus Islam Liberal, hal. 68-69.)Semua keyakinan dan paham ini bertentangan
dengan konsep Islam yang telah dirumuskan dan menjadi Fatwa MUI diatas. Dan
menunjukan bahwa Pluralisme bukan merupakan paham yang lahir dari Islam
bahkan justru bertentangan dengan Islam.
Bantahan atas Argumen Pluralisme
Dengan kemampuan mereka memahami bahasa Arab yang
cukup baik, mereka suka memelintir makna ayat sehingga kaum intelektual-awam
agama percaya kepada mereka. Mari kita perhatikan ayat 256 surat al-Baqarah;
Mereka menganggap tidak ada paksaan dalam beragama berarti pengakuan agama
lain. Pemahaman demikian bukanlah pemahaman yang benar. Untuk lebih memahami
makna tidak ada paksaan ini satu ayat penuh harus difahami secara utuh.
Lanjutan ayat tersebut adalah, “sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Jika ayat ini dibaca dengan tuntas maka akan jelas,
tidak ada paksaan karena telah jelas yang benar dan yang salah, islam itulah
yang benar dan yang lainnya adalah salah. Masing-masing bebas memilih dengan
resiko sendiri-sendiri. Adapun kaum pluralis dalam memaksakan pemahamannya tak
jarang memotong ayat tidak pada tempatnya sehingga seolah-olah benar padahal tidak
benar.
Allah swt berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ
وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ
صَالِحاً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ
يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,
orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh, mereka akan
menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.”(al-Baqarah:62)
Jika kita lihat ayat 62 surat al-Baqarah, sekilas
memang ayat ini menjelaskan bahwa orang Yahudi jika tetap beriman dan beramal
shaleh akan masuk sorga. Orang Nasrani, orang Shabi’in, selama tetap beriman dan beramal shaleh ia akan masuk sorga.
Dalam memahami suatu ayat, para ulama’ telah
menganjurkan agar menggunakan riwayat turunnya ayat, yang disebut dengan asbab
nuzul. Adapun asbab nuzulnya sayat ini adalah; Salman al-Farisi; tatkala ia
menceritakan kepada Nabi saw kebaikan-kebaikan guru-gurunya dari golongan
Nasrani dan Yahudi. Tatkala Salman selesai memuji para shahabatnya, Nabi saw
bersabda, “Ya Salman, mereka termasuk ke
dalam penduduk neraka.” Selanjutnya, Allah swt menurunkan ayat ini. Lalu
hal ini menjadi keimanan orang-orang Yahudi; yaitu, siapa saja yang berpegang
teguh terhadap Taurat, serta perilaku Musa as hingga datangnya Isa as (maka ia
selamat). Ketika Isa as telah diangkat menjadi Nabi, maka siapa saja yang tetap
berpegang teguh kepada Taurat dan mengambil perilaku Musa as, namun tidak
memeluk agama Isa as, dan tidak mau mengikuti Isa as, maka ia akan binasa.
Demikian pula orang Nashraniy. Siapa saja yang berpegang teguh kepada Injil dan
syariatnya Isa as hingga datangnya Mohammad saw, maka ia adalah orang Mukmin
yang amal perbuatannya diterima oleh Allah swt. Namun, setelah Mohammad saw
datang, siapa saja yang tidak mengikuti Nabi Mohammad saw, dan tetap beribadah
seperti perilakunya Isa as dan Injil, maka ia akan mengalami kebinasaan.”
Pandangan Islam tentang Keberagaman (pluralitas)
Allah swt melalui wahyunya telah memberikan petunjuk
yang jelas tentang bagaimana seharusnya seorang hamba berinteraksi dengan
sesamanya. Begitu juga hal ini telah di contohkan oleh utusan-Nya Muhamad saw.
Dan fatwa MUI di atas dirasa telah cukup untuk mewakili bagaimana sebenarnya
Islam mengajarkan umatnya menyikapi masalah pluralitas.
Dalam hal Aqidah dan Ibadah, umat Islam diperintahkan
untuk tidak berkompromi dengan orang kafir. Umat Islam dilarang meyakini
kebenaran agama lain selain Islam. Umat Islam dilarang juga mencampuradukan
konsep peribadahan dengan agama lain diluar Islam (sinkretisme). Diantara ayat
al Qur’an yang membahas masalah ini adalah QS al kaaFirun [109] : 1-6;
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
“Katakanlah: Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah.
Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku.”
Dari awal sampai akhir ayat diatas dengan sangat jelas
melarang umat Islam melakukan kompromi Aqidah dan ibadah dengan orang-orang
kafir. Umat Islam diperintahkan untuk mengatakan kepada orang kafir bahwa kita
bukanlah penyembah dan tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang mereka
sembah. Sebaliknya, orang kafir bukanlah penyembah dan tidak akan pernah
menjadi penyembah apa yang orang Islam sembah.
Imam Ibnu Jarir dalam tafsirnya meriwayatkan Hadits
yang menjadi asbabu nuzul ayat ini, Yaitu: Menurut Ibnu Abas, bahwa orang
Quraisy pernah menawarkan kepada Rosulullah saw harta yang banyak sehingga beliau
akan menjadi orang yang paling kaya di Mekah. Bahkan beliau boleh memilih
perempuan Quraisy yang mana saja untuk dinikahi dengan syarat tidak lagi
mencaci maki Tuhan-tuhan yang mereka sembah.
Jika beliau menolak kesepakatan itu, maka orang
Quraisy menawarkan kesepakatan lain yaitu mereka akan beribadah kepada Tuhan
Muhamad selama satu tahun dan Muhamad pun harus beribadah kepada tuhan mereka
selama satu tahun penuh. Menurut Ibnu Abas, kepada ajakan kaum Quraisy ini
Rosulullah saw tidak langsung memberikan jawaban sehingga turun Qur’an Surat al
Kaafirun ayat satu sampai enam.( Ibnu Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan.
Dalam Maktabah Syamilah.)
Penolakan Rosulullah saw kepada ajakan Quraisy diatas
menunjukan bahwa tidak ada kompromi bagi umat Islam dengan agama lain dalam hal
Aqidah dan Ibadah. Namun, Rosulullah saw juga mengajarkan tetap berkompromi dan
bergaul dengan masyarakat diluar agama Islam dalam hal-hal yang bersifat sosial
kemasyarakatan. Rosulullah saw tetap berinteraksi (inklusif) dan tidak menutup
diri (eksklusif) dengan orang-orang diluar agama Islam.
Diantaranya Rosulullah saw pernah menggadaikan baju
besinya kepada orang yahudi. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh siti
A’isyah: “Bahwa Rosulullah saw pernah membeli makanan kepada orang yaudi
dengan menggadaikan baju besinya” (Hadits Riwayat Bukhari dan
Muslim). Hal ini menunjukan bahwa Islam mengakui Pluralitas dan menolak
pluralisme, sebagaimana kata Adnin Armas, merupakan sebuah paham syirik
kontemporer.
Pendapat Para Pakar Tafsir Menolak
Agama selain Islam
Ibnu Katsir menyatakan, “Setelah ayat ini diturunkan,
selanjutnya Allah swt menurunkan surat, “Barangsiapa mencari agama selain
Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia
di akherat termasuk orang-orang yang merugi.”[Ali Imron:85].
Ibnu ‘Abbas menyatakan, “Ayat ini menjelaskan
bahwa tidak ada satupun jalan, agama, kepercayaan, dll, ataupun perbuatan yang
diterima di sisi Allah, kecuali jika jalan dan perbuatan itu berjalan sesuai
dengan syari’atnya Mohammad saw. Adapun, umat terdahulu sebelum nabi Mohammad
diutus, maka selama mereka mengikuti ajaran nabi-nabi pada zamanya dengan
konsisten, maka mereka mendapatkan petunjuk dan memperoleh jalan keselamatan.”
Demikianlah, Islam sama sekali tidak mengakui
kebenaran ide pluralisme. Islam hanya mengakui adanya pluralitas agama dan
keyakinan. Maknanya Islam hanya mengakui adanya agama dan keyakinan di luar
agama islam, serta mengakui adanya identitas agama-agama selain Islam. Islam
tidak memaksa pemeluk agama lain untuk masuk Islam. Mereka dibiarkan memeluk
keyakinan dan agama mereka. Hanya saja, pengakuan Islam terhadap pluralitas
agama tidak boleh dipahami bahwa Islam juga mengakui adanya kebenaran pada
agama selain Islam. Islam tetap mengajarkan bahwa agama di luar Islam adalah
kesesatan, meskipun diijinkan hidup berdampingan dengan Islam.
Akhirnya, pluralisme
adalah paham sesat yang bertentangan dengan aqidah Islam. Islam mengajarkan
keyakinan bahwa islam sajalah agama yang benar, yang diridlai Allah. Orang yang
masih mencari agama selain Islam, ia akan rugi, karena amalnya tidak diterima
oleh Allah. Siapapun yang mengakui kebenaran agama selain Islam, atau menyakini
bahwa orang Yahudi dan Nashrani masuk ke surga, maka dia telah mengingkari
ayat-ayat al-Qur’an yang tegas dan jelas. Pengingkaran tersebut berakibat pada
batalnya keislaman seseorang, na’udzubillah min dzalik.Wallahu ‘Alam.
Jakarta 10/12/2014
mau nanya apa si makna sebenarnya kata kafir itu, apa yang tidakberiman kepada allah apa hanya sebatas berbeda lembaga agama saja? dan apa makna sbenarnya kata islam dalam alquran pada tafsir! apa islam secara karakter atau islam secara lembaga? trus apakah agama lain semisal kristiani dan yang lainnya tidak menuhankan allah atau kata lain untuk menyimbolkan allah?
BalasHapus