ياايهاالنبى قل لأزواجك وبناتك ونساءالمؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدني أن يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورارحيما (الأحزاب 59)
Artinya:Wahai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin:
Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal karena itu mereka tidak di
ganggu.Dan Allah adalah maha pengampun dan penyayang.(Al Ahzab.59).
وقل للمؤمنات ييغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولايبدين زينتهن الاماظهرمنهاوليضربن بخمرهن على جيونهن….(النور.31)
وقل للمؤمنات ييغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولايبدين زينتهن الاماظهرمنهاوليضربن بخمرهن على جيونهن….(النور.31)
Artinya: Dan katakanlah kepada
wanita-wanita yang beriman:Hendaklah mereka menahan pandangannya,dan memelihara
kemaluannya,dan jangan menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak
padanya, dan hendaklan mereka menutupkan kain kudung di dadanya..(An Nuur.
31)
Muqaddimah
Ketika masyarakat kita mengenal kata
‘jilbab’ (dalam bahasa indonesia) maka yang dimaksud adalah penutup kepala dan
leher bagi wanita muslimah yang dipakai secara khusus dan dalam bentuk yang
khusus pula. Lalu bagaimanakah kata ‘jilbab’ muncul dan digunakan dalam
masyarakat arab khususnya pada masa turunya Al Quran kepada Nabi Muhammad Saw
dalam surat Al Ahzaab ayat 56 (?). Apa yang dimaksudkan Al Quran dengan kata
‘jalabiib’ bentuk jamak (plural) dari kata jilbab pada saat ayat kata itu
digunakan dalam Al Quran pertama kali(?) Sudah samakah arti dan hukum memakai
jilbab dalam Al Quran dan jilbab yang dikenal masyarakat Indonesia sekarang(?).
Selain kata jalabiib (jamak dari
‘jilbab’), Al Quran juga memakai kata-kata lain yang maknanya hampir sama
dengan kata ‘jilbab’ dalam bahasa Indonesia, seperti kata khumur (penutup
kepala) dan hijab (penutup secara umum), lalu bagaimana kata-kata serupa dalam ayat-ayat
Al Quran tersebut diterjemahkaan dipahami dalam bahasa syara` (agama) oleh para
shahabat Nabi dan ulama` selanjutnya.
Jilbab merupakan bagian dari syari’at yang penting
untuk dilaksanakan oleh seorang muslimah. Ia bukanlah sekedar identitas atau
menjadi hiasan semata dan juga bukan penghalang bagi seorang muslimah untuk
menjalankan aktivitas kehidupannya. Menggunakan jilbab yang sesuai dengan
tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dilakukan
oleh setiap muslimah, sama seperti ibadah-ibadah lainnya seperti sholat, puasa
yang diwajibkan bagi setiap muslim. Ia bukanlah kewajiban terpisah dikarenakan
kondisi daerah seperti dikatakan sebagian orang (karena Arab itu berdebu, panas
dan sebagainya). Ia juga bukan kewajiban untuk kalangan tertentu (yang sudah
naik haji atau anak pesantren).
Benar saudariku… memakai jilbab adalah kewajiban kita
sebagai seorang muslimah. Dan dalam pemakaiannya kita juga harus memperhatikan
apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seperti telah disebutkan pada artikel sebelumnya, terdapat beberapa persyaratan
dalam penggunanan jilbab yang sesuai syari’at.
Para Ulama` sepakat bahwa menutup aurat
cukup dengan kain yang tidak transparan sehingga warna kulit tidak tampak dari
luar dan juga tidak ketat yang membentuk lekuk tubuh, sebab pakaian yang ketat
atau yang transparan demikian tidak bisa mencegah terjadinya fitnah jinsiyah
(godaan seksual)bagi laki-laki yang memandang secara sengaja atau tidak sengaja
bahkan justru sebaliknya lebih merangsang terjadinya hal tersebut, atas dasar
itulah para ulama` sepakat berpendapat bahwa kain atau model pakaian yang
demikian itu belum bisa digunakan menutup aurat, seperti yang dikehendaki
Syariat dan Maqasidnya (tujuan penetapan suatu hukum agama) yaitu menghindari
fitnah jinsiyah (godaan seksual) yang di sebabkan perempuan.
Batas Aurat Wanita ?
Dari ayat di atas pula para ulama` juga
berbeda pendapat tentang kaki sampai mata kaki, tangan sampai pegelangan dan
wajah dari seorang wanita apakah itu termasuk aurat yang wajib di tutup atukah
tidak(?) Yaitu ketika menafsirkan kata ziinah (perhiasan) bagi yang mengartikan
dengan perhiasan yang khalqiyah (keidahnya tubuh) seperti kecantikan dan daya
tarik seorang wanita, bagi kelompok ini termasuk Imam Al Qaffal kata الاماظهرمنها (kecuali yang tampak
darinya) diartikan dengan anggota badan yang tampak dalam kebiasaan dan
keseharian masyarakat seperti wajah dan telapak tangan karena menutup keduanya
adalah dlorurat (keterpaksaan) yang bila diwajibkan akan bertentangan dengan
agama Islam yang diturunkan penuh kemudahan bagi pemeluknya, oleh sebab itu
tidak ada perbedaan pendapat dalam hal bolehnya membuka wajah dan telapak
tangan (meski sebenarnya dalam madzhab syafi`i masih ada yang berbeda pendapat
dalam hal ini, misalnya dalam kitab Azza Zawajir wajah dan telapak tangan
wanita merdeka adalah aurat yang tidak boleh dibuka atau dilihat karena
melihatnya bisa menimbulkan fitnah jinsiyah (godaan seksual), adapun di dalam
shalat maka itu bukan aurat tetapi tetap haram untuk dibuka atau dilihat).
Sedangkan yang menafsirkan kata ziinah
(perhiasan) dengan perhiasan yang biasa di pakai wanita, mulai dari yang wajib
dipakai seperti baju, pakaian bawah yang lain yang digunakan menutup badan
waniti sampai perhiasan yang hanya boleh dipakai wanita seperti pewarna kuku,
pewarna telapak tangan, pewarna kulit, kalung, gelang, anting dan lain-lain,
maka mereka (mufassir) itu mengartikan kata الاماظهرمنها dengan perhiasan-perhiasan yang biasa
tampak seperti cincin, celak mata, pewarna tangan dan yang tidak mungkin untuk
ditutup seperti baju, pakaian bawah bagian luar dan jilbab atau kerudung.
Dan adapun telapak kaki maka tidak
termasuk yang boleh di buka karena keterpaksaan untuk membukanya dianggap tidak
ada, namun yang lebih shahih (benar) menurut Imam Ar Rozi dalam tafsirnya hukum
menampakkan cincin, gelang, pewarna tangan, kuku, dst adalah seperti hukum
membuka kaki yaitu haram untuk dibuka sebab tidak ada kebutuhan yang memaksa
untuk boleh membukanya menurut agama. Semua hal di atas adalah di luar waktu
melaksanakan shalat dan selain wanita budak (wanita yang bisa dimiliki dan
diperjual belikan) yaitu wanita muslimah zaman sekarang.
Adapun waktu melaksakan shalat, Madzhab
Hanafi berpendapat kalau semua badan wanita adalah aurat dan termasuk di
dalamnya adalah rambut yang memanjang di samping telinga kecuali telapak tangan
dan bagian atas dari telapak kaki. Madzhab Syafi`i berpendapat yang sama yaitu
semua anggota badan wanita ketika shalat adalah aurat yang wajib ditutup
kecuali wajah telapak tangan dan telapak kaki yang dalam (yang putih). Madzhab
Hambali mengecualikan wajah saja selain itu semuanya aurat termasuk telapak
tangan dan kaki.
Sedangkan ulama-ulama madzhab Maliki
menjelaskan bahwa dalam shalat aurat laki-laki, wanita merdeka dan budak,
terbagi menjadi dua:
- Aurat mugalladhah (berat), untuk laki-laki aurat ini adalah dua kemaluan depan dan belakang, sedangkan bagi wanita merdeka aurat ini adalah semua badan kecuali tangan, kaki, kepala dada dan sekitarnya (bagian belakangnya)
- Aurat mukhaffafah (ringan), aurat ini untuk laki-laki adalah selain mugalladhah yang berada diantara pusar dan lutut, sedang untuk wanita merdeka adalah tangan, kaki, kepala, dada dan bagian belakangnya, dua lengan tangan, leher, kepala, dari lutut sampai akhir telapak kaki dan adapun wajah dan kedua telapak tangan (luar atau dalam) tidak termasuk aurat wanita dalam shalat baik yang mugalladhah atau yang mukhaffafah. Untuk wanita budak aurat ini adalah sebagaimana laki-laki namun di tambah pantat dan sekitarnya dan kemaluan, vulva dan bagian yang ditumbuhi rambut kemaluan itu.
Ulama-ulama madzhab Maliki juga
menjelaskan bahwa apabila seorang melakukan shalat dengan tidak menutup aurat
mugalladhah meskipun hanya sedikit dan dia mampu menutupnya baik membeli kain
penutup atau meminjam (tidak wajib menerima penutup aurat bila penutup aurat
itu diberikan dengan cara hibah pemberian murni) maka shalat yang demikian hukumnya
adalah tidak sah dan batal dan apabila dia ingat kewajiban untuk menutup aurat
itu maka wajib baginya untuk mengulang shalatnya ketiak dia telah siap
melaksakan shalat dengan menutup aurat mugalladhah itu.
Sedangkan bila aurat mukhaffafah saja yang
terbuka semua atau sebagiannya maka shalatnya tetap sah, tetapi di haramkan
atau di makruhkan bila mampu untuk menutup aurat itu dengan sempurnah dan
apabila telah ada penutup aurat yang sempurnah maka dia di sunnatkan untuk
mengulang shalatnya (ada perincian tetacara pengulangan shalatnya (lihat
madzhibul arba`ah).
Apa itu Jilbab ?
Secara istilah dalam kamus yang dianggap jilbab
seperti standar dalam bahasa Arab, akan kita dapati pengertian berikut :
l. Lisanul Arab : “Jilbab berarti selendang, atau pakaian
lebar yang dipakai wanita untuk menutupi kepala dada bagian belakang
tubuhnya”
2. Al_Mu'jamal_wasit : "Jilbab berarti pakaian yang
dalam (gamis) atau selendang (khimar) atau pakaian
untuk melapisi segenap pakaian wanita bagian luar untuk menutupi semua tubuh
seperti halnya mantel”.
3. Mukhtar Shihah : "Jilbab berasal dari kata Jalbu,
artinya menarik atau menghimpun, sedangkan jilbab berarti pakaian
lebar seperti mantel.
Dari rujukan ketiga kamus di atas,
dapat kita ambil kesimpulan bahwa jilbab pada umumnya adalah pakaian
yang lebar, longgar dan menutupi seluruh bagian tubuh
sebagaimana.
disimpulkan oleh Al-Qurthuby :
"Jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh”.
Arti kata jilbab ketika Al Quran
diturunkan adalah kain yang menutup dari atas sampai bawah, tutup kepala,
selimut, kain yang di pakai lapisan yang kedua oleh wanita dan semua pakaian
wanita, ini adalah beberapa arti jilbab seperti yang dikatakan Imam Alusiy
dalam tafsirnya Ruuhul Ma`ani.
Imam Qurthubi dalam tafsirnya
mengatakan; Jilbab berarti kain yang lebih besar ukurannya dari khimar
(kerudung), sedang yang benar menurutnya jilbab adalah kain yang menutup semua
badan.
Secara bahasa, dalam kamus al Mu’jam al
Wasith 1/128, disebutkan bahwa jilbab memiliki beberapa makna, yaitu:
- Qomish (sejenis jubah).
- Kain yang menutupi seluruh badan.
- Khimar (kerudung).
- Pakaian atasan seperti milhafah (selimut).
- Semisal selimut (baca: kerudung) yang dipakai seorang wanita untuk menutupi tubuhnya.
Adapun secara istilah, berikut ini perkataan
para ulama’ tentang hal ini.
Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Jilbab
menurut bahasa Arab yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, bukan hanya sebagiannya.”
Sedangkan Ibnu Katsir mengatakan, “Jilbab adalah semacam selendang yang
dikenakan di atas khimar yang sekarang ini sama fungsinya seperti izar (kain
penutup).” (Syaikh Al Bani dalam Jilbab Muslimah).
Syaikh bin Baz (dari Program Mausu’ah Fatawa Lajnah
wal Imamain) berkata, “Jilbab adalah kain yang diletakkan di atas kepala
dan badan di atas kain (dalaman). Jadi, jilbab adalah kain yang dipakai
perempuan untuk menutupi kepala, wajah dan seluruh badan. Sedangkan kain untuk
menutupi kepala disebut khimar. Jadi perempuan menutupi dengan jilbab, kepala,
wajah dan semua badan di atas kain (dalaman).” (bin Baz, 289). Beliau juga
mengatakan, “Jilbab adalah rida’ (selendang) yang dipakai di atas khimar
(kerudung) seperti abaya (pakaian wanita Saudi).” (bin Baz, 214). Di tempat
yang lain beliau mengatakan, “Jilbab adalah kain yang diletakkan seorang
perempuan di atas kepala dan badannnya untuk menutupi wajah dan badan, sebagai
pakaian tambahan untuk pakaian yang biasa (dipakai di rumah).” (bin Baz,
746). Beliau juga berkata, “Jilbab adalah semua kain yang dipakai seorang
perempuan untuk menutupi badan. Kain ini dipakai setelah memakai dar’un
(sejenis jubah) dan khimar (kerudung kepala) dengan tujuan menutupi
tempat-tempat perhiasan baik asli (baca: aurat) ataupun buatan (misal, kalung,
anting-anting, dll).” (bin Baz, 313).
Apa itu Khimar (kerudung) ?
Al Quran juga datang dengan kata lain
selain kata jilbab dalam mengutarakan penutup kepala sebagaimana yang termaktub
dalam
An Nuur .31
وقل للمؤمنات ييغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولايبدين زينتهن الاماظهرمنهاوليضربن بخمرهن على جيونهن….(النور.31)
وقل للمؤمنات ييغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولايبدين زينتهن الاماظهرمنهاوليضربن بخمرهن على جيونهن….(النور.31)
Artinya: Dan katakanlah kepada
wanita-wanita yang beriman:Hendaklah mereka menahan pandangannya,dan memelihara
kemaluannya,dan jangan menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak
padanya, dan hendaklan mereka menutupkan kain kudung di dadanya..(An Nuur.
31)
Kata Khumur dalam penggalan ayat di atas
bentuk jama`(plural) dari kata Khimar yang biasa diartikan dalam bahasa
indonesia sebagai kerudung yang tidak lebar dan tidak panjang, sedang kalau
kita melihat arti sebenarnya ketika Al Quran itu datang kepada Nabi Muhammad
Saw maka Mufassirin (ulama ahli tafsir Al Quran) berbeda pendapat dan kita akan
melihat sedikit reduksi atau penyempitan arti dari arti pada waktu itu. Imam
Qurthubi menterjemahkan khumur secara lebih luas, yaitu semua yang menutupi
kepala wanita baik itu panjang atau tidak, begitu juga dengan Imam Al Alusiy
beliau menterjemahkannya dengan kata miqna`ah yang berarti tutup kepala juga,
tanpa menjelaskan bentuknya panjang atau lebarnya secara kongkrit.
Ayat Al Quran di atas memerintahkan untuk
memanjangkan kain penutup itu ke bagian dada yang di ambil dari kata juyuub
(saku-saku baju) sehingga kalau wanita hanya memakai penutup kepala tanpa
memanjangkannya ke bagian dada maka dia masih belum melaksanakan perintah ayat di
atas, dengan kata lain penutup kepala menurut ayat di atas haruslah panjang
menutupi dada dan sekitarnya, disamping juga ada baju muslimah yang
menutupinya. Namun kalau kita teliti kata juyuub lebih lanjut dan apabila kita
juga melihat sebab ayat itu diturunkan maka kita akan menemukan beberapa arti
ayat (pendapat) yang dikemukakan oleh mufassir yang berbeda dengan pemahaman di
atas.
Asy Syaih Athiyah Shoqor (Ulama` ternama
Mesir) ketika ditanya hukum seorang wanita yang cuma mengenakan penutup kepala
yang bisa menutup rambut dan leher saja tanpa memanjangkan kain penutup itu ke
dada dan sekitarnya, beliau menjawab dengan membagi permasalahan menutup aurat
(kepala) itu menjadi tiga :
- Khimar (kerudung) yaitu segala bentuk penutup kepala wanita baik itu yang panjang menutup kepala dada dan badan wanita atau yang hanya rambut dan leher saja.
- Niqob atau burqo`(cadar) yaitu kain penutup wajah wanita dan ini sudah ada dan dikenal dari zaman sebelum Islam datang seperti yang tertulis di surat kejadian dalam kitab Injil. Namun kata beliau ini juga kadang disebut Khimar
- Hijab (tutup) yaitu semua yang dimaksudkan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya fitnah jinsiyah (godaan seksual) baik dengan menahan pandangan, tidak mengubah intonasi suara bicara wanita supaya terdengan lebih menarik dan menggugah, menutup aurat dan lain sebagainya, semuanya ini dinamankan hijab bagi wanita
Pendapat Para Pakar Tafsir tantang jilbab ?
• Tafsir lbnu Abbas: "selendang atau jilbab tudung wanita
hendaklah menutupi leher dan dada agar terpelihara dari fitnah atau terjauh
dari bahaya zina".
• Tafsir Qurthuby: "Allah SWT. memerintahkan segenap kaum muslimah
agar menutupi seluruh tubuhnya, agar tidak memperagakan tubuh dan
kulitnya kecuali di hadapan suaminya, karena hanya suaminya yang dapat bebas
menikmati kecantikannYa."
• Tafsir Ayatul Ahkam: "Memakai jilbab atau kerudung
merupakan ibadah dalam rangka memenuhi firman Allah surah Al-Ahzab ayat 59.
Yang menegaskan bahwa bagi seorang Muslimah memakai jilbab itu sebanding
dengan melaksanakan perintah shalat, karena keduanya sama-sama diwajibkan
Al-Qur'an. Apabila seorang muslimah menolak untuk memakai jilbab
atau menutup auratnya, dan dengan sengaja untuk menentang hukum Allah,
berarti dia telah kafir atau murtad, karena menentang Al-Qur’an. Apabila dia
meninggalkan jilbab karena ikut-ikutan atau karena kelalaian belaka, dia
termasuk orang- orang durhaka kepada Allah.
• Tafsir Fii Zhilalil Qur'an: "Allah memerintahkan kepada istri-istri
nabi dan kaum muslimah umumnya agar setiap keluar rumah senantiasa
menutupi tubuh, dari kepala sampai ke dada dengan memakai jilbab tudung
yang rapat, tidak menerawang, dan juga tidak tipis. Hal demikian dimaksudkan,
untuk menjaga identitas mereka sebagai muslimah dan agar terpelihara
dari tangan-tangan jahil dan kotor. Karena mereka yang bertangan jahil dan
kotor itu, pasli akan merasa kecewa dan mengurungkan niatnya setelah melihat wanita
yang berpakaian terhormat dan mulia secara lslam.
Dari uraian ulama tafsir di atas
dapat kita simpulkan bahwa :
• Para ulama tafsir umumnya sependapat bahwa memakai tudung menutupi aurat
selain muka dan telapak tangan merupakan kewajiban yang mendasar bagi setiap
kaum muslimah, apabila mereka akan keluar rumah, atau dalam rumah
sendiri jika ada tamu selain muhrim.
• Tidak seorang pun para ulama yang berpendapat bahwa menutup aurat
selain muka dan telapak tangan itu hanya kewajiban muslimah dalam
shalat. Karena memang tidak ada satu pun dalil Al-Qur'an dan Sunnah yang
mengatakan demikian.
Cara memakai jilbab
I.
Cara memaki jilbab dengan arti aslinya yaitu sebelum
diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi bahasa yang baku, adalah aturan yang
mana para shahabat dan ulama` berbeda pendapat ketika menafsirkan ayat Al Quran
di atas. Perbedaan cara memakai jilbab antara shahabat dan juga antara ulama
itu disebab bagaimana idnaa`ul jilbab (melabuhkan jilbab atau melepasnya) yang
ada dalam ayat itu.
Ibnu Mas`ud dalam salah satu
riwayat dari Ibnu Abbas menjelaskan cara yang diterangkan Al Quran dengan kata
idnaa` yaitu dengan menutup semua wajah kecuali satu mata untuk melihat,
sedangkan shahabat Qotadah dan riwayat Ibnu Abbas yang lain mengatakan bahwa
cara memakainya yaitu dengan menutup dahi atau kening, hidung, dengan kedua
mata tetap terbuka.
Adapun Al Hasan berpendapat bahwa
memaki jilbab yang disebut dalam Al Quran adalah dengan menutup separuh muka,
beliau tidak menjelaskan bagian separuh yang mana yang ditutup dan yang dibuka
ataukah tidak menutup muka sama sekali.Dari perbedaan pemahaman shahabat
seputar ayat di atas itu muncul pendapat ulama yang mewajibkan memaki niqob
atau burqo` (cadar) karena semua badan wanita adalah aurat (bagian badan yang
wajib ditutup) seperti Abdul Aziz bin Baz Mufti Arab Saudi, Abu Al a`la Al
maududi di Pakistan dan tidak sedikit Ulama`-ulama` Turky, India dan Mesir yang
mewajibkan bagi wanita muslimah untuk memakai cadar yang menutup muka, Hal di
atas sebagaimana yang ditulis oleh Dr.Yusuf Qardlawi dalam Fatawa Muashirah,
namun beliau sendiri juga mempunyai pendapat bahwa wajah dan telapak tangan
wanita adalah tidak aurat yang harus ditutup di depan laki-laki lain yang bukan
mahram (laki-laki yang boleh menikahinya), beliau juga menegaskan bahwa
pendapat itu bukan pendapatnya sendiri melainkan ada beberapa Ulama` yang
berpendapat sama, seperti Nashiruddin Al Albani dan mayoritas Ulama`-ulama` Al
Azhar, Qardlawi juga berpendapat memakai niqob atau burqo`(cadar) adalah
kesadaran beragama yang tinggi yang man bila dipaksakan kepada orang lain, maka
pemaksaan itu dinilainya kurang baik, sebab wanita yang tidak menutup wajahnya
dengan cadar juga mengikuti ijtihad Ulama` yang kredibelitas dalam
berijtihadnya dipertanggung jawabkan.
Sedangkan empat Madzhab, Hanafiyah, Malikiyah,
Syafi`iyah dan Hanabila berpendapat bahwa
wajah wanita tidaklah aurat yang wajib ditutupi di depan laki-laki lain
bila sekira tidak ditakutkan terjadi fitnah jinsiyah (godaan seksual),
menggugah nafsu seks laki-laki yang melihat. Sedangkan Syafi`iyah juga ada yang
berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan wanita adalah aurat (bagian yang
wajib ditutup) seperti yang ada dalam kitab Madzahibul Arba`ah,
diperbolehkannya membuka telapak tangan dan wajah bagi wanita menurut mereka
disebabkan wanita tidak bisa tidak tertuntut untuk berinteraksi dengan masyarak
sekitarnya baik dengan jual beli, syahadah (persaksian sebuah kasus), berdakwah
kepada masyarakatnya dan lain sebagainya, yang semuanya itu tidak akan
sempurnah terlaksana apabila tidak terbuka dan kelihatan.
Ringkasnya, para ulama Islam salafy
(klasik)sampai yang muashir (moderen)masih berselisih dalam hal tersebut di
atas. Bagi muslimah boleh memilih pendapat yang menurut dia adalah yang paling
benar dan autentik juga dengan mempertimbangkan hal lain yang lebih bermanfaat
dan penting dibanding hanya menutup wajah yang hanya bertujuan menghindari
fitnah jinsiyah yang masih belum bisa dipastikan bahwa hal itu memang
disebabkan membuka wajah dan telapak tangan saja.
II.
Imam Zamahsyari dalam Al Kasysyaf
menyebutkan cara lain memakai jilbab menurut para ulama`yaitu dengan menutup
bagian atas mulai dari alis mata dan memutarkan kain itu untuk menutup hidung,
jadi yang kelihatan adalah kedua mata dan sekitarnya. Cara lain yaitu menutup
salah satu mata dan kening dan menampakkan sebelah mata saja, cara ini lebih
rapat dan lebihbisa menutupi dari pada cara yang tadi. Cara selanjutnya yang
disebutkan oleh Imam Zamahsyari adalah
dengan menutup wajah, dada dan memanjangkan kain jilbab itu ke bawah, dalam
hal ini jilbab haruslah panjang dan tidak cukup kalau hanya menutup kepala dan
leher saja tapi harus juga dada dan badan, Cara-cara di atas adalah pendapat
Ulama` dalam menginterpretasikan ayat Al Qur an atau lebih tepatnya ketika
menafsirkan kata idnaa`(melabuhkan jilbab atau melepasnya kebawah).(Sumber :
kafemuslimah.com)
Ringkasnya menutup aurat
adalah kewajiban seorang wanita muslimah tepat ketika dia berikrar
menjadi seorang muslimah, tidak ada menunda-nunda dalam memakainya dan tanpa
pertimbangan apapun dengan cara yang minimal atau maksimal. Dengan tegas saya
tekankan membuka kepala dan aurat selainya adalah haram yang tidak bisa ditawar
lagi kerena ke wajiban itu adalah sudah ditetapkan dari pemahaman ayat-ayat Al
Quran. Dan sudah jelas bahwa Al Quran sebagai satu-satunya yang di tinggalkan
Nabi Saw kepada umatnya yang telah dijelaskan dan di dukung dengan Hadist Nabi
Saw. Wallahu a`lam bissawab
Jakarta 3/12/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar