يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ
وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS. Al Hujurat: 13)
Muqaddimah
Allah swt. menciptakan manusia dan memuliakannya atas
makhluk ciptaan-Nya yang lain. Manusia diciptakan dari unsur bumi berupa tanah
sebagai lambang materi, dengan ditiupkan unsur langit berupa ruh sebagai
lambang immateri. Manusia dibekali akal, pendengeran, penglihatan dan hati.
Pemuliaan manusia itu ditegaskan Allah swt. dalam berfirman-Nya:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
“Dan sungguh Kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” QS. Al-Isra:70
Rasululah saw adalah orang yang mulia. Bahkan
beliaulah orang termulia sepanjang zaman. Kemuliaan itu diperolehnya karena
iman dan takwa yang teguh tertancap di dalam dada. Iman dan takwa yang tidak
tunduk oleh cemoohan dan hinaan. Tidak takhluk permusuhan dan tak tekecoh oleh
rayuan dan godaan. Tidak goyah oleh kehidupan masa lalu sebagai anak yatim yang
hidup di kalangan Badui, dipungut oleh sang kakek, kemudian sang paman, hidup
sebagai penggembala kambing. Semua itu bukan penghalang bagi beliau untuk tetap
hidup mulia jauh dari perkara-perkara hina dan sia-sia.
Orang yang mulia , akan berkata dengan
perkataan yang mulia. Dan jika diam adalah emas permata, maka baginya bicara
yang baik, menyampaikan dakwah dan nasehat jauh lebih berharga darinya. Ia tak
akan rela membiarkan kemungkaran di sekitarnya. Kemungkaran dan kemaksiatan
baginya adalah kehinaan. Membiarkan kemungkaran dan kemaksiatan sebagaimana
disabdakan Rasulullah saw adalah pertanda kosongnya iman. Orang yang mendiamkan
kemungkaran di depan matanya dalam bahasa Nabi saw tak ubahnya syetan yang
bisu. Sikap pengecut seperti itu berlawanan dengan kemuliaannya. Kemuliaannya
itulah yang akan membawa kepada berbagi kemuliaan kepada sesama. Dari itu orang
kaya yang mulia berbagi harta kepada sesama juga. Maka orang yang kaya dengan
iman dan ilmu pun akan berbagi nasehat kepada sesama juga. Dan orang yang mulia
adalah orang-orang jika berbicara maka keluarlah untaian-untaian mutiara petuah
dan nasehatnya. Seruan-seruan menuju kebenaran dan kebaikan serta dakwahnya.
Paling Taqwa Menurut Pakar Tafsir ?
Ath Thobari rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling
mulia di antara kalian –wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada
Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai
kewajiban dan menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari
rumahnya yang megah atau berasal dari keturunan yang mulia.” (Tafsir Ath
Thobari, 21:386)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kalian
bisa mulia dengan takwa dan bukan
dilihat dari keturunan kalian” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 169)
Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma
berkata,
كرم الدنيا الغنى، وكرم الآخرة التقوى.
“Mulianya seseorang di dunia adalah karena kaya.
Namun muliany seseorang di akhirat karena takwanya.” Demikian dinukil dalam
tafsir Al Baghowi. (Ma’alimut Tanzil, 7: 348)
Kata Al Alusi, ayat ini berisi larangan untuk saling
berbangga dengan keturunan. Al Alusi rahimahulah berkata, “Sesungguhnya
yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya di antara kalian di sisi Allah
di dunia maupun di akhirat adalah yang paling bertakwa. Jika kalian ingin
saling berbangga, saling berbanggalah
dengan takwa (kalian).” (Ruhul Ma’ani, 19: 290)
Dalam tafsir Al Bahr Al Muhith (10: 116) disebutkan, “Sesungguhnya
Allah menjadikan kalian sebagaimana yang disebutkan dalam ayat (yaitu ada yang
berasal dari non Arab dan ada yang Arab). Hal ini bertujuan supaya kalian
saling mengenal satu dan lainnya walau beda keturunan. Janganlah kalian
mengklaim berasal dari keturunan yang lain. Jangan pula kalian berbangga dengan
mulianya nasab bapak atau kakek kalian. Salinglah mengklaim siapa yang paling mulia dengan takwa.”
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa. Yang bertakwa itulah
yang berhak menyandang kemuliaan, yaitu lebih mulia dari orang yang tidak
memiliki sifat takwa. Dialah yang paling mulia dan tinggi kedudukannya (di sisi
Allah). Jadi, klaim kalian dengan saling berbangga pada nasab kalian yang
mulia, maka itu bukan menunjukkan kemuliaan. Hal itu tidak menunjukkan
seseorang lebih mulia dan memiliki kedudukan utama (di sisi Allah).” (Fathul
Qodir, 7: 20)
Dalam tafsir Al Jalalain (528) disebutkan, “Janganlah kalian
saling berbangga dengan tingginya nasab kalian. Seharusnya kalian saling
berbangga manakah di antara kalian yang paling bertakwa.”
Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Allah
menjadikan kalian berbeda bangsa dan suku (ada yang Arab dan ada yang non Arab)
supaya kalian saling mengenal dan mengetahui nasab satu dan lainnya. Namun
kemuliaan diukur dari takwa. Itulah yang paling mulia di antara kalian di sisi
Allah, yang rajin melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat. Standar kemuliaan
(di sisi Allah) bukan dilihat dari kekerabatan dan kaum, bukan pula dilihat
dari sisi nasab yang mulia. Allah pun Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. Allah
benar-benar tahu siapa yang bertakwa
secara lahir dan batin, atau yang bertakwa secara lahiriyah saja, namun
tidak secara batin. Allah pun akan membalasnya sesuai realita yang ada.” (Taisir
Al Karimir Rahman, 802)
Rasulullah saw Hamba Paling Mulia
Akhlak Rasuluilah s.a.w. adalah model akhlak-akhlak mulia
yang dihurai dan dijelaskan dalam al-Quran. Keterangan jelas mengenai konsep
akhlak mulia dalam al-Quran, bukan sahaja untuk difahami, tetapi untuk
dilaksanakan. Contoh kepada penghayatan dan kaedah penghayatan itu ialah
kehidupan Rasuluilah s.a.w
Rasuluilah s.a.w. seorang mu'min yang terulung.
Seorang yang telah diasuh dan dipelihara akhlaknya oleh Allah S.W.T. untuk
dipelihara akhlaknya oleh Allah S.W.T. untuk dijadikan seorang rasul dan contoh
insan kamil yang menjadi ikutan dan teladan sepanjang zaman. Allah S.W.T
berfirman yang bermaksud:
'Dan sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang sungguh
agung'. (al-Qalam: 4)
Juga firman-Nya yang bermaksud: 'Demi sesungguhnya,
adalah bagi kamu pada diri Rasuluilah itu contoh ikutan yang baik'. (al-Ahzaab;
21)
Rasuluilah s.a.w. dan para sahabat yang bedman
dengannya, adalah para hamba Allah S.W.T. yang tekun mengerjakan ibadat dan tunduk khusyu' merendah diri kepada
Allah S.W.T. takut dan mengharap kepada-Nya, bertawakal serta bersyukur
kepada-Nya. Wajah mereka berbekas kesan daripada sujud. Pada waktu siang mereka
menjadi pahlawan gagah membela agama Allah S.W.T. Sedangkan pada waktu malam
air mata mereka berlinang kerana insaf dan memohon keampunan daripada Allah
S.W.T. Al-Quranmenggambarkan pengabdian mereka kepada Allah S.W.T. dengan
firman-Nya yang bermaksud:
' Nabi Muhammad s.a.w. ialah RasulAilah dan mereka
yang bersama dengannya tegas terhadap orang kafir, dan
sebaliknya bersikap kasih sayang dan belas kasihan sesama sendiri (umat Islam).
Kamu melihat mereka ruku'dan sujud dengan mengharapkan limpah kumia (pahala)
dari Tuhan mereka serta mengharapkan keredhaan-Nya. Tanda yang menunjukkan
mereka (sebagai orang-orang yang saleh) terdapat pada muka mereka dari kesan
sujud'. (al-Fath: 29)
Rasulullah s.a.w. paling banyak beribadah dan paling bertaqwa, tanpa melupakan tanggungjawab
terhadap kewajipan manusia yang lain. tsteri baginda Aishah hairan kerana
baginda begitu tekun beribadah kepada Allah S.W.T. Pada suatu ketika 'Aishah
bertanya, mengapa baginda begitu tekun dan kuat beribadah, pada hal Allah
S.W.T. sedia mengampuni dosa baginda yang terdahulu dan terkemudian. Rasuluilah
s.a.w. menjawab, yang bermaksud:
'Tidakkah aku ingin dirinya menjadi hamba yang
bersyukur.' (Riwayat Bukhari dan Muslim)
'Demi sesungguhnya, jika kamu bersyukur, nescaya aku
akan tambahi ni'matku kepada kamu dan demi sesungguhnya, jika kamu kufur ingkar
sesungguhnya azabku amatiah keras'.
(Ibrahim: 7)
Rasuluilah s.a.w. adalah contoh
manusia yang bersyukur kepada Allah S.W.T. dan kesyukurannya itu dilafazkan menerusi amalan
ibadahnyakepadaallah S.W.T. lni ditambahi pula dengan ingatan yang tidak
putus-putus terhadap Allah dan menjadikan seluruh kehidupannya dalam suasana
beribadah kepada Allah S.W.T. semata-mata.
Muslim Berakhlak Mulia dengan Sesama
Al-Qurran dan al-Sunnah yang menterjemahkan ajaran al-Ouran ke dalam
realiti kehidupan, menggariskan akhlak-akhlak mulia dalam hubungan antara
sesama orang-orang beriman, secara terperinci.
Hubungan antara sesama orang beriman itu diasaskan kepada persaudaraan.
Persaudaraan yang sentiasa digerak dan dihidupkan, diperbaiki dan
diperkukuhkan. Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud:
'Sebenarnya orang-orang yang beriman itu adalah
bersaudara, maka damaikaniah diantara dua saudara kamu'.
(al-Hujuraat.. 10)
'Perumpamaan orang-orang yang beriman itu dari segi
saling berkasih sayang dan berkasihan belas, adalah seperti jasad apabila satu
anggota mengadu sakit, membawa seluruh jasad turut berjaga malam dan demam'.
(RiwayatAhmad)
Perasaan kasih-sayang terhadap sesama umat islam adalah
komponen yang membentuk iman. Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya mestilah
mengandungi perasaan kasih kepada kedua-duanya. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang
bermaksud:
'Tidak beriman seseorang kamu sehingga Allah dan
Rasul-Nya lebih dikasihinya daripada yang lain dari keduanya'. (RiwayatAhmad)
Dalam hubungan ini, kasih kepada orang beriman telah
dikaitkan dengan kesempurnaan iman. lni menunjukkan bagaimana pentingnya nilai
kasih sayang itu dalam kehidupan dan pergaulan sesama orang-orang beriman.
Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud:
'Tidak sempurna iman seseorang kamu sehinggalah ia
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya.
(Riwayat Ahmad, At-Tirmizi dan AI-Hakim)
Nilai kasih sayang yang disemai dalam diri para mu'min
sebagai menyambut arahan Allah dalam al-Quran dan ajaran Rasuluilah dalam
sunnahnya. la bertujuan untuk membina dan membentuk akhlak murni di kalangan
orang-orang beriman dalam pergaulan antara sesama mereka. Pertemuan dan
perjumpaan antara sesama Islam hendaklah dalam keadaan wajah yang berseri-seri
dan manis, yang dijelmakan dalam senyuman. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang
bermaksud:
'Melemparkan senyuman kepada wajah saudaramu adalah
sedekah.'
(Riwayat At-Tirmizi)
lni diikuti dengan mengucap selamat serta memberi salam untuk memulakan hubungan dan
pertemuan. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud:
'...Sebarkantah salam di kalangan kamu'.
(Riwayat Muslim)
Keburukan yang dilakukan oleh
seseorang mu'min hendaklah disembunyikan. Jika keburukan itu berkaitan dengan pencabulan
terhadap keadilan, ia hendaklah diadili di mahkamah dan dihukum jika thabit
kesalahan. Walau bagaimanapun berita mengenai kesalahan dan hukuman yang
dikenakan tidak boleh didedah dan disebarkan untuk dijadikan bahan perbualan
orang ramai. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud:
'Sesiapa yang menutup keaiban seseorang Islam Allah
menutup keaibannya didunia dan diakhirat'.
(Riwayat Muslim, Ahmad dan Abu Daud)
Seterusnya orang-orang yang beriman dilarang
berperangai suka menyebarkan berita tanpa dipastikan kebenarannya, suka mencela
dan mengkritik, suka melaknat dan mengeluarkan kata-kata buruk dari mulutnya.
Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud:
'Memadai seseorang itu berdusta apabila ia berbicara
tentang apa sahaja yang didengarnya'.
(Riwayat Muslim)
Mengenai budaya suka mengecam, mengerdik dan melaknat,
Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud:
'Bukaniah seorang beriman itu seorang yang suka
mengecam, suka melaknat, suka mengeluarkan kata buruk dan kesat'.
(Riwayat Bukhari dan Ahmad)
Orang-orang Islam dilarang menghina
sesama orang-orang Islam. Sebaliknya mereka hendaklah saling hormat menghormati. Rasulullah s.a.w.
bersabda yang bermaksud:
'Cukup seseorang itu menjadi jahat dengan ia menghina
saudara muslimnya
(RiwayatAt-Tirmizi)
Orang –
Orang Mulia
1.Orang yang mulia gemar memaafkan kesalahan orang. Memafkan bukan karena tidak sanggup
untuk membalas. Namun memaafkannya di saat ia kuasa untuk menjatuhkan hukuman
balasan. Kita tahu bahwa Rasulullah saw dan para shahabatnya diusir dari rumah
dan kampung halaman mereka. Namun saat Rasulullah saw menguasai mereka dengan
futuhnya Mekkah ke tangan kaum muslimin Rasulullah saw bukannya membalas
permusuhan dan kebencian mereka dengan pembalasan yang setimpal. Justru yang
diucapkan oleh Beliau saw adalah apa yang diucapkan Yusuf as kepada
saudara-saudaranya yang dulu pernah memasukkannya ke dalam sumur.
2.Orang mulia gemar berbuat mulia. Terutama terhadap orang-orang yang lemah. Kaum
wanita adalah kaum lemah dibanding kaum adam. Maka sudah sepantasnya jika kaum
laki-laki berkewajiban mengayomi, melindungi dan memuliakan kaum wanita. Mereka
adalah ibu, anak, saudari, bibi, nenek, cucu dari kaum laki-laki. Boleh jadi
diantara mereka adalah guru atau murid kita juga. Maka Nabi saw bersabda,
“Tidaklah seseorang memuliakan wanita melainkan ia adalah orang yang mulia. Dan
tidaklah seseorang menghinakan kaum wanita melainkan ia adalah orang yang
tercela.”
3.Orang yang mulia menghindarkan diri dan berpaling dari orang-orang bodoh dan
kaum musyrikin. Ia berteman hanya dengan orang-orang yang shaleh dan beriman.
Dari itu Rasulullah saw diperintah berpaling dari mereka yang jahil dan
musyrik. Beliaupun juga bersabda, “Seseorang itu berada dalam agama teman
dekatnya…” Beliau hijrah pun untuk terpisah dengan orang-orang jahiliyah dan
musyrik Mekkah ke negerinya orang-orang beriman di Madinah.
4.Meninggalkan
perbuatan yang sia-sia. Itulah tanda kebaikan keislaman seseorang yang
sekaligus sebagai tanda kemuliaannya. Ia tidak menyia-nyiakan umurnya berlalu
tanpa makna. Sabda beliau saw, “Min husni Islamil Mar-I tarkuhu maa laa
ya’niyhi.”
5.Gemar melakukan
shadaqah. Sikap dermawan disebut sebagai al karom.
Orang yang gemar bersedekah di sebut al kariim.
Al kariim itu sendiri bermakna
orang yang mulia juga. Dari itu adalah suatu hal yang tak terpisahkan jika
Rasulullah saw adalah orang termulia, maka beliaupun adalah orang yang paling
dermawan pula (ajwadannaas). Terlebih-lebih di saat bulan Ramadhan. Di sisi
lain beliaupun makan dari hasil kerja sendiri, zuhud terhdap apa yang ada pada
manusia, tamak terhadap apa yang di sisi Allah swt, haram menerima sedekah,
halal menerima hadiah. Itulah sebaik-baik teladan. Karena tangan di atas lebih
mulia dari tangan di bawah. Sedekah diberikan oleh yang berada untuk yang papa.
Adapun hadiah, maka hanya diberikan untuk orang-orang yang berprestasi lagi
mulia.
Jakarta 4/12/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar