يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi
baik dari apa yang terdapat di bumi”. (QS. Al-Baqarah: 168)
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ
“Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang
dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik.”.
(QS. Al-Maidah: 4)
Rasulullah s.a.w. menjelaskan konsep asas HALAL dan haram di dalam Islam
dengan sabda baginda;
إنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وَإنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُما مُشْتَبِهاتٌ لا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهاتِ اسْتَبرأ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ في الشُّبُهاتِ وَقَعَ في الحَرَامِ، كالرَّاعي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أنْ يَرْتَعَ فِيهِ، ألاَ وإنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمىً، ألاَ وَإنَّ حِمَى اللَّهِ تَعالى مَحَارِمُهُ، ألا وَإنَّ في الجَسَدِ مُضْغَةً إذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ ألاَ وَهِيَ القَلْبُ" (رواه البخاري ومسلم)
Maksudnya; “Sesungguhnya yang HALAL itu jelas dan yang haram itu juga jelas. Namun di antara keduanya ada perkara-perkara yang syubhah (yakni samar-samar antara HALAL dan haram), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia (sama ada HALAL atau haram). Oleh itu, sesiapa menjaga dirinya dari segala yang syubhah itu, maka sesungguhnya ia memelihara agama dan kehormatan dirinya. Dan sesiapa terjatuh dalam perkara syubhah, kemungkinan ia terjatuh ke dalam yang haram seperti seorang pengembala yang mengembala di sekeliling kawasan larangan, maka dikhuatiri binatang-binatang ternakannya akan masuk (dan makan rumput) di dalam kawasan larangan itu. Ketahuilah! Sesungguhnya bagi setiap raja ada kawasan larangan dan kawasan larangan Allah ialah segala yang diharamkan olehNya. Ketahuilah! Sesungguhnya di dalam jasad manusia ada seketul daging. Jika baik baik seketul daging itu, baiklah seluruh jasad dan jika rosak, maka akan rosaklah seluruh jasad. Ketahuilah! Seketul daging yang aku maksudkan itu ialah hati”.
(Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abi Abdillah an-Nu’man bin Basyir r.a.)
إنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وَإنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُما مُشْتَبِهاتٌ لا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهاتِ اسْتَبرأ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ في الشُّبُهاتِ وَقَعَ في الحَرَامِ، كالرَّاعي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أنْ يَرْتَعَ فِيهِ، ألاَ وإنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمىً، ألاَ وَإنَّ حِمَى اللَّهِ تَعالى مَحَارِمُهُ، ألا وَإنَّ في الجَسَدِ مُضْغَةً إذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ ألاَ وَهِيَ القَلْبُ" (رواه البخاري ومسلم)
Maksudnya; “Sesungguhnya yang HALAL itu jelas dan yang haram itu juga jelas. Namun di antara keduanya ada perkara-perkara yang syubhah (yakni samar-samar antara HALAL dan haram), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia (sama ada HALAL atau haram). Oleh itu, sesiapa menjaga dirinya dari segala yang syubhah itu, maka sesungguhnya ia memelihara agama dan kehormatan dirinya. Dan sesiapa terjatuh dalam perkara syubhah, kemungkinan ia terjatuh ke dalam yang haram seperti seorang pengembala yang mengembala di sekeliling kawasan larangan, maka dikhuatiri binatang-binatang ternakannya akan masuk (dan makan rumput) di dalam kawasan larangan itu. Ketahuilah! Sesungguhnya bagi setiap raja ada kawasan larangan dan kawasan larangan Allah ialah segala yang diharamkan olehNya. Ketahuilah! Sesungguhnya di dalam jasad manusia ada seketul daging. Jika baik baik seketul daging itu, baiklah seluruh jasad dan jika rosak, maka akan rosaklah seluruh jasad. Ketahuilah! Seketul daging yang aku maksudkan itu ialah hati”.
(Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abi Abdillah an-Nu’man bin Basyir r.a.)
Muqaddimah
Termasuk di antara keluasan dan kemudahan dalam
syari’at Islam, Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menghalalkan semua makanan yang
mengandung maslahat dan manfaat, baik yang kembalinya kepada ruh maupun jasad,
baik kepada individu maupun masyarakat. Demikian pula sebaliknya Allah
mengharamkan semua makanan yang memudhorotkan atau yang mudhorotnya lebih besar
daripada manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan kebaikan
hati, akal, ruh, dan jasad, yang mana baik atau buruknya keempat perkara ini
sangat ditentukan -setelah hidayah dari Allah- dengan makanan yang masuk ke
dalam tubuh manusia yang kemudian akan berubah menjadi darah dan daging sebagai
unsur penyusun hati dan jasadnya. Karenanya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
pernah bersabda:
أَيُّمَا لَحْمٍ نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ أَوْلَى لَهُ
“Daging mana saja yang tumbuh dari sesuatu yang
haram maka neraka lebih pantas untuknya”.
Halal zatnya
Makanan yang halal menurut zatnya adalah makanan yang
dari dasarnya halal untuk dikonsumsi. Dan telah ditetapkan kehalalannya dalam
Alquran dan hadis.
Halal cara memperolehnya
Yaitu, makanan yang diperoleh dengan cara yang baik
dan sah. Makanan akan menjadi haram apabila cara memperolehnya dengan jalan
yang batil karena itu bisa merugikan orang lain dan dilarang oleh syariat.
Halal cara pengolahannya
Yaitu, makanan yang semula halal dan akan menjadi
haram apabila cara pengolahannya tidak sesuai dengan syariat agama. Banyak
sekali makanan yang asalnya halal, tetapi karena pengolahannya yang tidak benar
menyebabkan makanan itu menjadi haram.
Panduan mengenali makanan dan barangan
HALAL
Menurut ulamak, HALAL atau tidaknya suatu makanan dan
barangan itu bergantung kepada dua faktor;
a) Zat makanan dan barangan itu sendiri; hendaklah
tidak tergolong dalam perkara yang disenarai-haramkan oleh Syarak.
b) Cara pemerolehan makanan dan barangan tersebut.
Sekalipun zat suatu barang itu HALAL, namun jika diperolehi dengan jalan riba,
penipuan dan sebagainya, maka ia adalah haram di sisi Syarak.
Lebih terperinci, semua makanan dan barangan yang
hendak diisytiharkan HALAL hendaklah mempunyai ciri-ciri berikut;
1. Ia tidak mendatangkan mudarat kepada akal dan
badan.
2. Ia bebas dari najis
3. Ia bukan produk yang diperolehi dari sumber babi
atau anjing.
4. Bagi produk yang diperolehi dari sumber
binatang-binatang lain yang HALAL dimakan (khususnya binatang darat) hendaklah
dipastikan ianya disembelih mengikut hukum Syarak.
5. Ia diperolehi melalui sumber yang diharuskan.
Halal dan Haram dalam Al-Qur’an dan
Hadist
Sebelum kita menyebutkan satu persatu makanan dan
minuman yang disebutkan dalam Al-Qur`an dan Sunnah beserta hukumnya
masing-masing, maka untuk lebih membantu memahami pembahasan, kami dahului
dengan beberapa pendahuluan.
Pendahuluan Pertama:
Asal dari semua makanan adalah boleh dan halal sampai
ada dalil yang menyatakan haramnya. Allah -Ta’ala- berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di
bumi untuk kamu”. (QS. Al-Baqarah: 29)
Ayat ini menunjukkan bahwa segala sesuatu -termasuk
makanan- yang ada di bumi adalah nikmat dari Allah, maka ini menunjukkan bahwa
hukum asalnya adalah halal dan boleh, karena Allah tidaklah memberikan nikmat
kecuali yang halal dan baik.
Dalam ayat yang lain:
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu
apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”.
(QS. Al-An’am: 119)
Maka semua makanan yang tidak ada pengharamannya dalam
syari’at berarti adalah halal [2].
Faidah:Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, “Hukum
asal padanya (makanan) adalah halal bagi seorang muslim yang beramal sholeh,
karena Allah -Ta’ala- tidaklah menghalalkan yang baik-baik kecuali bagi siapa
yang akan menggunakannya dalam ketaatan kepada-Nya, bukan dalam kemaksiatan
kepada-Nya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا إِذَا مَا اتَّقَوْا وَءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan
dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan
yang saleh”. (QS. Al-Ma`idah: 93)
Karenanya tidak boleh menolong dengan sesuatu yang
mubah jika akan digunakan untuk maksiat, seperti memberikan daging dan roti
kepada orang yang akan minum-minum khamar atau akan menggunakannya dalam
kejelekan” [3].
Pendahuluan Kedua:
Manhaj Islam dalam penghalalan dan pengharaman makanan
adalah “Islam menghalalkan semua makanan yang halal, suci, baik, dan tidak
mengandung mudhorot, demikian pula sebaliknya Islam mengharamkan semua makanan
yang haram, najis atau ternajisi, khobits (jelek), dan yang mengandung mudhorot”.
Manhaj ini ditunjukkan dalam beberapa ayat, di
antaranya:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi
baik dari apa yang terdapat di bumi”. (QS. Al-Baqarah: 168)
Dan Allah mensifatkan Nabi Muhammad dalam firman-Nya:
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. (QS. Al-A’raf: 157)
Allah melarang melakukan apa saja -termasuk memakan
makanan- yang bisa memudhorotkan diri, dalam firman-Nya:
وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)
Juga sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak
boleh membahayakan orang lain”.
Karenanya diharamkan mengkonsumsi semua makanan dan
minuman yang bisa memudhorotkan diri -apalagi kalau sampai membunuh diri- baik
dengan segera maupun dengan cara perlahan. Misalnya: racun, narkoba dengan
semua jenis dan macamnya, rokok, dan yang sejenisnya.
Adapun makanan yang haram karena diperoleh dari cara
yang haram, maka Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- telah bersabda:
إِنَّ دِمَائَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta
kalian, dan kehormatan-kehormatan kalian antara sesama kalian adalah haram”.
(HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Pendahuluan Ketiga:
Makanan manusia secara umum ada dua jenis:
1. Selain hewan, terdiri dari tumbuh-tumbuhan, buah-buahan,
benda-benda (roti, kue dan sejenisnya), dan yang berupa cairan (air dengan
semua bentuknya).
Ibnu Hubairah -rahimahullah- dalam Al-Ifshoh (2/453)
menukil kesepakatan ulama akan halalnya jenis ini kecuali yang mengandung
mudhorot.
2. Hewan, yang terdiri dari hewan darat dan hewan air.
Hewan darat juga terbagi menjadi dua;
1. Jinak, yaitu semua hewan yang hidup di sekitar manusia dan
diberi makan oleh manusia, seperti: hewan ternak
2. Liar, yaitu semua hewan yang tinggal jauh dari manusia dan
tidak diberi makan oleh manusia, baik dia buas maupun tidak. Seperti: singa,
kelinci, ayam hutan, dan sejenisnya.
Hukum hewan darat dengan kedua bentuknya adalah halal
kecuali yang diharamkan oleh syari’at [9], yang rinciannya insya Allah akan
datang satu persatu.
Hewan air juga terbagi menjadi 2:
1. Hewan yang hidup di air yang jika dia keluar
darinya akan segera mati,
contohnya adalah ikan dan yang sejenisnya.
2. Hewan yang hidup di dua alam, seperti buaya dan kepiting [10].
Hukum hewan air bentuk yang pertama, -menurut pendapat
yang paling kuat- adalah halal untuk dimakan secara mutlak. Ini adalah pendapat
Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah, mereka berdalilkan dengan keumuman dalil dalam
masalah ini, di antaranya adalah firman Allah -Ta’ala-:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan
(yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu” (QS.
Al-Ma`idah: 96)
Bangkai yang dihalalkan
Diperkecualikan darinya 3 bangkai, ketiga bangkai ini
halal dimakan:
1. Ikan, karena dia termasuk hewan air dan telah berlalu
penjelasan bahwa semua hewan air adalah halal bangkainya kecuali kodok.
2. Belalang. Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar secara marfu':
أُحِلَّ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالسَّمَكُ وَالْجَرَادُ, وَأَمَّا الدَّمَانِ: فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah.
Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu
adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
3. Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`iy, bahwa Nabi -Shallallahu
‘alaihi wasallam- bersabda:
ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan
induknya”.
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil,
maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih
ulang.
[Al-Luqothot fima Yubahu wa Yuhramu minal Ath’imah wal
Masyrubat point pertama]
Waspadalah Hal2
yang diharamkan !
Berikut ini adalah Ayat Al Quran dan
Hadist nabi yang sangat penting untuk diketahui
1.“Telah diharamkan atas kamu
bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang
(mati) karena dicekik, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh
dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh
binatang buas, kecuali yang dapat kamu sembelih dan ynag disembelih untuk
berhala.” (Al Maidah : 3)
2.“Rasulullah SAW. Mengambil sutra,
ia letakan di sebelah kanannya, dan ia mengambil emas kemudia diletakkan di
ssebelah kirinya, lantas Ia berkata : kedua ini haram untuk orang laki-laki
dari umatku.” (riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa’I, Ibnu Hibban, dan Ibnu Majah)
3.“Hai Nabi! Katakanlah pada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin semua
hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya atas (muka-muka) mereka. Yang demikian
itu lebih mendekati mereka untuk dikenal (sebagai perempuan baik-baik) supaya
mereka tidak diganggu.” (Al Ahzab : 59)
4.“Maukah kamu saya terangkan
sebesar-besar dosa besar –tiga kali- Mereka menjawab : Mau, ya Rasulullah! Maka
bersabdalah Nabi, yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua –waktu itu
beliau berdiri sambil bersandar, kemudian duduk, dan selanjutya bersabda :
Ingatlah! Dan (termasuk dosa besar) adalah omongan dusta dan saksi dusta.” (riwayat
Bukhari dan Muslim)
5.“Hai orang orang yang beriman!
Takutlah kepada Allah, dan tinggalkanlah apa yang tertinggal dari riba jika
kamu benar benar beriman. Apabila kamu tidak berbuat demikian, terimalah
peperangan dari Allah dan RasulNya dan jika kamu tobat, maka bagiannya adalah
pokok harta kamu, kamu tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau dizhalimi.” (Al
Baqarah : 278-279)
Jauhi yang
syubhat
Di persimpangan antara yang HALAL
dan yang haram tersebut terdapat yang samar-samar yang belum dipasti statusnya;
apakah ianya HALAL atau haram, iaitulah perkara-perkara syubhat. Perkara
syubhat ialah perkara yang diragui HALAL-haramnya. Langkah terbaik menurut
Rasulullah ialah dengan meninggalkannya. Rasulullah s.a.w. menegaskan dalam
hadis di atas; “…sesiapa menjaga dirinya dari segala yang syubhah itu, maka
sesungguhnya ia memelihara agama dan kehormatan dirinya. Dan sesiapa terjatuh
dalam perkara syubhah, kemungkinan ia terjatuh ke dalam yang haram…”.
Sebagai contoh; penggunaan gelatin.
Gelatin dihasilkan daripada kulit dan urat binatang seperti babi dan lembu.
Namun sekalipun gelatin diperolehi daripada lembu, ini tidak bermakna ianya
HALAL kerana kita tidak tahu sama ada lembu tersebut telah disembelih mengikut
hukum Islam atau tidak. Di banyak negara bukan Islam, hanya terdapat segelintir
rumah sembelihan yang memenuhi keperluan orang Islam. Tambahan pula, kebanyakan
makanan bergelatin tidak menyatakan sama ada gelatin yang digunakan itu
diperolehi dari sumber babi atau lembu. Jadi, gelatin secara umumnya termasuk
dalam perkara syubhat. Oleh demikian, penggunakan bahan bergelatin perlu
dielakkan oleh umat Islam kecuali yang benar-benar jelas pengesahan HALALnya
oleh pihak yang dapat dipercayai.
Jakarta 3/12/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar