لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku”. (QS. Al Kafirun: 6).
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amal-amal kami dan
bagimu amal-amalmu.” (QS. Al Qashshash: 55)
لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ
يُقَاتِلُوكُمْ فِى الدِّينِ
“Allah tidak melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu ….”
(QS. Al Mumtahanah: 8) (HR. Bukhari no. 5978).
Muqaddimah
Toleransi (Arab: as-samahah) adalah konsep modern untuk
menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di antara
kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya,
politik, maupun agama. Toleransi, karena itu, merupakan konsep agung dan mulia
yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama, termasuk agama
Islam.
Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam
memiliki konsep yang jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama” , “Bagi kalian
agama kalian, dan bagi kami agama kami” adalah contoh populer dari
toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di
berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam.
Fakta-fakta historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam
bukanlah konsep asing. Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri
yang detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya
tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama
dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan
dalam masyarakat Islam.
Siapa bilang Islam tidak mengajarkan toleransi? Justru
Islam menjunjung tinggi toleransi. Namun toleransi apa dulu yang dimaksud.
Toleransi yang dimaksud adalah bila kita memiliki tetangga atau teman Nashrani,
maka biarkan ia merayakan hari besar mereka tanpa perlu kita mengusiknya. Namun
tinggalkan segala kegiatan agamanya, karena menurut syariat islam, segala
praktek ibadah mereka adalah menyimpang dari ajaran Islam alias bentuk
kekufuran.
Satu kesalahan besar bila kita turut serta merayakan
atau meramaikan perayaan mereka, termasuk juga mengucapkan selamat. Sebagaimana
salah besar bila teman kita masuk toilet lantas kita turut serta masuk ke
toilet bersamanya. Kalau ia masuk toilet, maka biarkan ia tunaikan hajatnya tersebut.
Apa ada yang mau temani temannya juga untuk lepaskan kotorannya? Itulah ibarat
mudah mengapa seorang muslim tidak perlu mengucapkan selamat natal. Yang kita
lakukan adalah dengan toleransi yaitu kita biarkan saja non muslim
merayakannnya tanpa mengusik mereka. Jadi jangan tertipu dengan ajaran
toleransi ala orang-orang JIL (Jaringan Islam Liberal) yang “sok intelek”
yang tak tahu arti toleransi dalam Islam yang sebenarnya.
Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap
sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan
hidup. Dengan makna toleransi yang luas semacam ini, maka toleransi
antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan serius.
Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan
manusia terhadap Allah. Ia begitu sensitif, primordial, dan mudah membakar
konflik sehingga menyedot perhatian besar dari Islam. Makalah berikut akan
mengulas pandangan Islam tentang toleransi. Ulasan ini dilakukan baik pada
tingkat paradigma, doktrin, teori maupun praktik toleransi dalam kehidupan
manusia.
Pengertian Toleransi
Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” (Inggris:
tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau
pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara
etimologi, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan
dada. Sedangkan menurut istilah (terminology), toleransi yaitu bersifat atau
bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan) yang berbeda dan atau yang bertentangan
dengan pendiriannya.
Jadi, toleransi
beragama adalah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak
melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain.
Lalu, apa itu as-samahah (toleransi)? Toleransi menurut Syekh Salim bin
Hilali memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu antara lain:
- Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan
- Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan
- Kelemah lembutan karena kemudahan
- Muka yang ceria karena kegembiraan
- Rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
- Mudah dalam berhubungan sosial (mu'amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
- Menggampangkan dalam berda'wah ke jalan Allah tanpa basa basi
- Terikat dan tunduk kepada agama Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa ada rasa keberatan.
Selanjutnya, menurut Salin al-Hilali karakteristik itu
merupakan [a] Inti Islam, [b] Seutama iman, dan [c] Puncak tertinggi budi
pekerti (akhlaq). Dalam konteks ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
bersabda. Artinya: “Sebaik-baik orang adalah yang memiliki hati yang mahmum dan
lisan yang jujur, ditanyakan: Apa hati yang mahmum itu? Jawabnya : 'Adalah hati
yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak
ada rasa dengki'. Ditanyakan: Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?.
Jawabnya : 'Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat'. Ditanyakan :
Siapa lagi setelah itu? Jawabnya : 'Seorang mukmin yang berbudi pekerti
luhur."
Toleransi dalam Islam
Sedangkan kata “tasamuh” dalam al-Qamus
al-Muhith, merupakan derivasi dari kata “samh” yang berarti “jud
wa karam wa tasahul” (sikap pemurah, penderma, dan gampangan). Dalam kitab Mu’jam
Maqayis al-Lughah karangan Ibnu Faris, kata samahah diartikan dengan
suhulah (mempermudah). Pengertian ini juga diperkuat dengan perkataan
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari yang mengartikan kata al-samhah
dengan kata al-sahlah (mudah), dalam memaknai sebuah riwayat yang
berbunyi, Ahabbu al-dien ilallahi al-hanafiyyah al-samhah. Perbedaan
arti ini sudah barang tentu mempengaruhi pemahaman penggunaan kata-kata ini
dalam kedua bahasa tersebut (Arab-Inggris).
Dengan demikian, dalam mengkaji konsep toleransi dalam
Islam, penulis merujuk kepada makna asli kata samahah dalam bahasa Arab
(yang artinya mempermudah, memberi kemurahan dan keluasan), dan bukan merujuk
dari arti kata tolerance dalam bahasa Inggris yang artinya menahan
perasaan tanpa protes. Akan tetapi, makna memudahkan dan memberi keluasan di
sini bukan mutlak sebagaimana dipahami secara bebas, melainkan tetap
menggunakan tolok ukur Al-Qur’an dan Sunnah.
Konsep toleransi dalam Islam dibentuk oleh ajaran
Islam baik Al-Qur’an maupun al-Hadits. Sedangkan toleransi Barat dibentuk
berdasarkan sejarah ataupun reaksi terhadap kondisi sosial dan politik…
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ
يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ
تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8)
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ
وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ
تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari
negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
(QS. Al Mumtahanah: 8-9)
Ayat ini mengajarkan prinsip
toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat baik pada lainnya selama tidak
ada sangkut pautnya dengan hal agama.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah tidak
melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian
seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka.
Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 247). Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah
mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap
agama. Lihat Tafsir Ath Thobari, 14: 81.
Sedangkan ayat selanjutnya yaitu ayat kesembilan
adalah berisi larangan untuk loyal pada non muslim yang jelas adalah musuh
Islam. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 248.
Toleransi Umat Beragama di Indonesia
Gagasan ini muncul terutama dilatarbelakangi oleh
meruncingnya habungan antar umat beragama. Sebab munculnya ketegangan intern
umat beragama tersebut antara lain:
- Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau misi.
- Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain.
- Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang randah agama lain.
- Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat.
- Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah.
- Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat.
Pluralitas agama hanya akan bisa dicapai apabila
masing-masing golongan bersikap lapang dada satu sama lain. Sikap lapang dada
kehidupan beragama akan memiliki makna bagi kehidupan dan kemajuan masyarakat
plural, apabila ia diwujudkan dalam:
- Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasan golongan agama lain yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan kebiasaan sendiri.
- Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut dengan sungguh-sungguh ajaran agamanya.
- Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain.
- Perbuatan yang diwujudkan dalam:
- Usaha untuk memahami ajaran dan keyakinan agama orang lain.
- Usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri dengan sebijaksana mungkin untuk tidak menyinggung keyakinan agama lain.
- Untuk saling membantu dalam kegiatan-kegiatan social untuk mengatasi keterbelakangan bersama.
- Usaha saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai tujuan bersama.(Tarmizi Taher, 1997:9).
Prinsip Lakum Diinukum Wa Liya Diin
Islam mengajarkan kita toleransi dengan membiarkan
ibadah dan perayaan non muslim, bukan turut memeriahkan atau mengucapkan
selamat. Karena Islam mengajarkan prinsip,
5. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.
(QS. Al Kafirun: 6).
Prinsip di atas disebutkan pula dalam ayat lain,
6. قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ
“Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut
keadaannya masing-masing.” (QS. Al Isra’: 84)
7. أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ
مِمَّا تَعْمَلُونَ
“Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan
dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41)
8. لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu.”
(QS. Al Qashshash: 55)
Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ‘lakum
diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan
selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit
melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut.
Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya.
Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama
selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 14: 425).
Toleransi Antar Sesama Muslim
Dalam firman Allah SWT QS. Al-Hujurat ayat 10
“Orang-orang beriman itu
Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”
Dalam surat diatas Allah menyatakan bahwa orang-orang
mu’min bersaudara, dan memerintahkan untuk melakukan ishlah (perbaikan
hubungan) jika seandainya terjadi kesalahpahaman diantara 2 orang atau kelompok
kaum muslim.
Toleransi Antar Umat Beragama
Toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap
untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki
kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing,
tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah,
dari satu pihak ke pihak lain. Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai
dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak.
Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling
memuliakan dan saling tolong-menolong. Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau
teologi bukanlah urusan manusia, melainkan Tuhan SWT dan tidak ada kompromi
serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi
kemanusiaan kita.
Allah juga menjelaskan tentang prinsip dimana setiap
pemeluk agama mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga tidak perlu
saling menghujat
Ikhtitam
Toleransi dalam Islam adalah otentik. Artinya tidak
asing lagi dan bahkan mengeksistensi sejak Islam itu ada. Karena sifatnya yang
organik, maka toleransi di dalam Islam hanyalah persoalan implementasi dan
komitmen untuk mempraktikkannya secara konsisten.
Namun, toleransi beragama menurut Islam bukanlah untuk
saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di
antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam
pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang
boleh dan tak boleh dilanggar. Inilah esensi toleransi di mana masing-masing
pihak untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati
keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya.
Jakarta 9/12/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar