Hadis ke 3
Pemimpin dilarang bersikap
birokratis
حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِمَاسَةَ قَالَ أَتَيْتُ عَائِشَةَ أَسْأَلُهَا عَنْ شَيْءٍ فَقَالَتْ مِمَّنْ أَنْتَ فَقُلْتُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ مِصْرَ فَقَالَتْ كَيْفَ كَانَ صَاحِبُكُمْ لَكُمْ فِي غَزَاتِكُمْ هَذِهِ فَقَالَ مَا نَقَمْنَا مِنْهُ شَيْئًا إِنْ كَانَ لَيَمُوتُ لِلرَّجُلِ مِنَّا الْبَعِيرُ فَيُعْطِيهِ الْبَعِيرَ وَالْعَبْدُ فَيُعْطِيهِ الْعَبْدَ وَيَحْتَاجُ إِلَى النَّفَقَةِ فَيُعْطِيهِ النَّفَقَةَ فَقَالَتْ أَمَا إِنَّهُ لَا يَمْنَعُنِي الَّذِي فَعَلَ فِي مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ أَخِي أَنْ أُخْبِرَكَ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي بَيْتِي هَذَا اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ عَنْ حَرْمَلَةَ الْمِصْرِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِمَاسَةَ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ
‘Aisjah r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah
saw bersabda di rumahku ini : ya allah siapa yang menguasai sesuatu dari urusan
umatku, lalu mempersukar pada mereka, maka persukarlah baginya. Dan siapa yang
mengurusi umatku lalu berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya.
(hr. Muslim)
Penjelasan:
Hadis ini menerangkan tentang larangan seorang
pemimpin untuk bersikap arogan, elitis, represif dan birokratis atau
mempersulit urusan-urusan rakyatnya. Karena sebagaimana kita ketahui, tidak
sedikit pemimpin yang bersikap arogan dan mempersulit urusan-urusan rakyatnya.
Untuk mengurusi dokumen-dokumen kewarganegaraan saja misalkan, seperti ktp,
akta kelahiran, perijinan usaha, dsb, seorang rakyat harus melalui
tahapan-tahapan yang cukup rumit dan memakan waktu dan biaya yang tidak
sedikit.
Padahal, seorang pemimpin, menurut hadis ini, harus
memberikan pelayanan yang maksimal serta tidak menyulitkan warga atau rakyat.
Bila semua urusan itu bisa dipermudah kenapa harus dipersulit. Akibatnya,
birokrasi yang sejatinya bertujuan untuk mempermudah, berbalik menjadi
mempersulit segala urusan rakyat. Oleh sebab itu, bila sorang pemimpin suka
mempersulit urusan rakyatnya, maka niscaya allah akan mempersulit segala urusan
dia baik di dunia lebih-lebih di akhirat nanti.
Hadis ke 4
Kontrak politik sebagai mekanisme
kontrol terhadap pemimpin
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ فُرَاتٍ الْقَزَّازِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ قَالَ قَاعَدْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ خَمْسَ سِنِينَ فَسَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
Abu hurairah r.a berkata : rasulullah saw bersabda :
dahulu bani israil selalu dipimpin oleh nabi, tiap mati seorang nabi seorang
nabi digantikan oleh nabi lainnya, dan sesudah aku ini tidak ada nabi, dan akan
terangkat sepeninggalku beberapa khalifah. Bahkan akan bertambah banyak. Sahabat
bertanya: ya rasulullah apakah pesanmu kepada kami? Jawab nabi: tepatilah
baiatmu (kontrak politik) pada yang pertama, dan berikan kepada mereka haknya,
dan mohonlah kepada allah bagimu, maka allah akan menanya mereka dari hal apa
yang diamanatkan dalam memelihara hambanya.
Penjelasan:
Pada umumnya, kata bai’at diartikan sebagai janji.
Namun sebenarnya, kata bai’at berasal dari suku kata bahasa arab ba-ya-‘a yang
bermakna transaksi. Bila transaksi ini konteksnya adalah ekonomi maka ia
berarti jual beli yang kemudian dikenal dengan kata kerja bu yu’ yang berarti
terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli. Akan tetapi bila konteks kata
tersebut adalah politik, maka yang dimaksud transaksi di sini adalah sebuah
perjanjian antar rakyat dan pemimpin. Karena itu, tak heran bila rasul s.a.w
senantiasa menekankan pentingnya bai’at dalam sebuah kepemimpinan, dengan
bai’at seorang pemimpin telah melakukan transaksi politik yang menuntut
pemenuhan atas point-poin yang menjadi ksepakatan dalam transaksi mereka
(pemimpin dan rakyat).
Akan tetapi, dalam konteks belakangan ini, kata bai’at
mengalami reduksi makna hanya sekedar sumpah jabatan yang biasanya bersifat
pasif dan tidak memberikan ruang tawar menawar politik antara rakyat dan
pemimpin. Bila kita melihat praktik sumpah jabatan di indonesia misalkan,
sumpah jabatan presiden hanya dibacakan secara sepihak antara mpr dan presiden
namun tidak menyisakan ruang negoisasi antara rakyat dan prsiden. Padahal,
rakyat sebagai pihak yang dipimpin seharusnya berhak membuat
kesepakatan-kesepakatan politik tertentu dengan presiden yang bila kesepakatan
itu dilanggar maka jabatan presidien dengan sendirinya akan gugur. Oleh sebab
itu, agar sumpah jabatan ini tidak sekedar menjadi ritual dalam setiap
pemilihan presiden atau pemimpin namun tidak memiliki dampak yang berarti dalam
proses kepemimpinannnya, maka kemudian kita mengenal apa yang dalam istilah
politik disebut sebagai “kontrak politik”.
Kontrak politik di sini mengandung pengertian sebuah
ruang dimana antara pemimpin dan rakyat melakukan “transaksi” dan membuat
kesepakatan-kesepakatan tertentu yang memilki resiko-resiko bila kedua belah
pihak melanggarnya. Kontrak politik, dalam hal ini tidak berbeda dengan ba’at
dalam istilah islam. Hanya saja, kontrak politik terjadi antara rakyat dan
pemimpin secara setara dan diketahui secara publik, tetapi bai’at dilakukan
oleh rakyat, pemimpin dan di atas keduanya ada tuhan sebagai saksi. Oleh sebab
itu, bila kita memaknai hadis di atas secara dalam dan kontekstual, maka kita dapat
menangkap pesan bahwa rasul s.a.w menekankan betapa pentingnya sebuah kontrak
politik dalam sebuah sistem kepemimpinan yang islami.
Hadis ke 5
Pemimpin dilarang bersikap otoriter
حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ أَنَّ عَائِذَ بْنَ عَمْرٍو وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ زِيَادٍ فَقَالَ أَيْ بُنَيَّ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْحُطَمَةُ فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ فَقَالَ لَهُ اجْلِسْ فَإِنَّمَا أَنْتَ مِنْ نُخَالَةِ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ وَهَلْ كَانَتْ لَهُمْ نُخَالَةٌ إِنَّمَا كَانَتْ النُّخَالَةُ بَعْدَهُمْ وَفِي غَيْرِهِمْ
‘Aidz bin amru r.a, ketika ia masuk kepada ubaidillah
bin zijad berkata: hai anakku saya telah mendengar rasulullah saw bersabda:
sesungguhnya sejahat-jahat pemerintah yaitu yang kejam (otoriter), maka
janganlah kau tergolong daripada mereka. (HR. Buchary, Muslim)
Hadis ke 6
Pemimpin sebagai pelayan rakyat
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَنَّ الْقَاسِمَ بْنَ مُخَيْمِرَةَ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا مَرْيَمَ الْأَزْدِيَّ أَخْبَرَهُ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى مُعَاوِيَةَ فَقَالَ مَا أَنْعَمَنَا بِكَ أَبَا فُلَانٍ وَهِيَ كَلِمَةٌ تَقُولُهَا الْعَرَبُ فَقُلْتُ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ أُخْبِرُكَ بِهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ قَالَ فَجَعَلَ رَجُلًا عَلَى حَوَائِجِ النَّاسِ
Abu maryam al’ azdy r.a berkata kepada muawiyah: saya
telah mendengar rasulullah saw bersabda: siapa yang diserahi oleh allah
mengatur kepentingan kaum muslimin, yang kemdian ia sembunyi dari hajat
kepentingan mereka, maka allah akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya
pada hari qiyamat. Maka kemudian muawiyah mengangkat seorang untuk melayani
segala hajat kebutuhan orang-orang (rakyat). (abu dawud, attirmidzy)
Penjelasan:
Pemimpin sebagai pelayan dan rakyat sebagai tuan.
Itulah kira-kira yang hendak disampaikan oleh hadis di atas. Meski tidak secara
terang-terangan hadis di atas menyebutkan rakyat sebagai tuan dan pemimpin
sebagai pelayan, namun setidaknya hadis ini hendak menegaskan bahwa islam
memandang seorang pemimpin tidak lebih tinggi statusnya dari rakyat, karena
hakekat pemimpin ialah melayani kepentingan rakyat. Sebagai seorang pelayan, ia
tentu tidak beda dengan pelayan-pelayan lainnya yang bertugas melayani
kebutuhan-kebutuhan majikannya. Seorang pelayan rumah tangga, misalkan, harus
bertanggung jawab untuk melayani kebutuhan majikannya. Demikian juga seorang
pelayan kepentingan rakyat harus bertanggung jawab untuk melayani seluruh
kepentingan rakyatnya.
Dalam konteks indoensia, sosok “pelayan” yang bertugas
untuk memenuhi kepentingan “tuan” rakyat ini adalah presiden, menteri, dpr,
mpr, ma, bupati, walikota, gubernur, kepala desa, dan semua birokrasi yang
mendukungnya. Mereka ini adalah orang-orang yang kita beri kepercayaan
(tentunya melalui pemilu) untuk mengurus segala kepentingan dan kebutuhan kita
sebagai rakyat. Karena itu, bila mereka tidak melaksanakan tugasnya sebagai
pelayan rakyat, maka kita sebagai “tuan” berhak untuk “memecat” mereka dari
jabatannya.
Hads ke 7
Pemimpin harus bersikap adil
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَّامٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ فِي خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسْجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا قَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ
Abu hurairah r.a: berkata: bersabda nabi saw: ada
tujuh macam orang yang bakal bernaung di bawah naungan allah, pada hati tiada
naungan kecuali naungan allah:
Imam(pemimpin) yang adil, dan pemuda yang rajin ibadah
kepada allah. Dan orang yang hatinya selalu gandrung kepada masjid. Dan dua
orang yang saling kasih sayang karena allah, baik waktu berkumpul atau
berpisah. Dan orang laki yang diajak berzina oleh wanita bangsawan nan cantik,
maka menolak dengan kata: saya takut kepada allah. Dan orang yang sedekah
dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
disedekahkan oleh tangan kanannya. Dan orang berdzikir ingat pada allah
sendirian hingga mencucurkan air matanya. (buchary, muslim)
Penjelasan:
Meski hadis ini menjelaskan tentang tujuh macam
karakter orang yang dijamin keselamatannya oleh allah nanti pada hari kiamat,
namun yang sangat ditekankan oleh hadis ini adalah karakter orang yang pertama,
yaitu pemimpin yang adil. Bukannya kita menyepelekan enam karakter sesudahnya,
akan tetapi karakter pemimpin yang adil memang menjadi tonggak bagi
kemaslahatan seluruh umat manusia. Tanpa pemimpin yang adil maka kehidupan ini
akan terjebak ke dalam jurang penderitaan yang cukup dalam.
Untuk melihat sejauh mana seorang peimimpin itu telah
berlaku adil terhadap rakyatnya adalah melalui keputusan-keputuasan dan
kebijakan yang dikeluarkannya. Bila seorang pemimpin menerapkan hukum secara
sama dan setara kepada semua warganya yang berbuat salah atau melanggar hukum,
tanpa tebang pilih, maka pemimpin itu bisa dikatakan telah berbuat adil. Namun
sebaliknya, bila pemimpin itu hanya menghukum sebagian orang (rakyat kecil)
tapi melindungi sebagian yang lain (elit/konglomerat), padahal mereka sama-ama
melanggar hukum, maka pemimpin itu telah berbuat dzalim dan jauh dari perilaku yang
adil.(sumber: zunlynadia@wordpress).
Jakarta 5/12/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar