Senin, 09 Maret 2015

HUKUM BACA AL-QUR'AN





HUKUM BACA AL-QUR’AN TANPA WUDHU ?

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.“(Al-Wa-qi’ah: 79).
Jawaban oleh Syaikh Shalih al-Fauzan :
Seseorang boleh membaca al-Qur’an tanpa wudhu bila bacaannya secara hafalan sebab tidak ada yang mencegah Rasulullah shallallahu ‘alaihii wa sallam membaca al-Qur’an selain kondisi junub. Beliau pernah membaca al-Qur’an dalam kondisi berwudhu dan tidak berwudhu.
Sedangkan terkait dengan mushaf, maka tidak boleh bagi orang yang dalam kondisi berhadats untuk menyentuhnya, baik hadats kecil maupun hadats besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.“(Al-Wa-qi’ah: 79). Yakni orang-orang yang suci dari semua hadats, najis dan syirik.
Di dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihii wa sallam yang dimuat di dalam surat beliau kepada pegawainya yang bernama Amru bin Hizam, beliau menyebutkan,
لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرًا
Tidak boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang dalam kondisi suci.” (Muwaththa’ Imam Malik, kitab al-Qur’an, Hal. 199; Sunan ad-Darimi, kitab ath-Thalaq (2183)).
Hal ini merupakan kesepakatan para imam kaum muslimin bahwa orang yang dalam kondisi berhadats kecil ataupun besar tidak boleh menyentuh mushaf kecuali ditutup dengan pelapis, seperti mushaf tersebut berada di dalam kotak atau kantong, atau dia menyentuhnya dilapisi baju atau lengan baju.
Hukum Menyentuh Al - Qur’an dengan tanpa whudlu ?
Para Ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat al-Qur’an yang mengenai hukum menyentuh al-Quran dengan tanpa wudhu atau dalam keadaan tidak suci. Imam Ibnu Katsir mengatakan dalam kitab Tafsir Ibnu Kastir. Dari al `Aufi berkata, bahwa maksud kalimat al Mutohharun dalam ayat al-waqiah adalah “ Malaikat “ begitu juga dengan Anas, Mujahid, `Ikrimah, Sa`id ibnu Zubair dan Dohhak, sependapat dengan al `Aufi. Dan Imam yang lain mengatakan bahwa maksud ayat “al Mutohharun” adalah suci dari hadats dan janabah, maksud ayat  di surah al Waqi`ah ayat 79 ini adalah Qur’an yang ada dihadapan kita sekarang. Sebagaimana diriwayatkan dari Imam Muslim. Dari Ibnu `Umar Bahwa Rasulullah Saw melarang memberikan al-Qur’an ke negeri musuh, sebab takut yang akan menerimanya orang yang menganut agama selain islam. Imam Malik juga meriwatkan dalam kitab Muwatta'. Pendapat ini seiring dengan pendapat Imam Qurtubi dalam kitab Al jami` li Ahkami al-Qur’an.
“Dari Abdullah bin abu bakar bin Muhammad bin `Amru Hazim : Bahwa di dalam satu kitab yang ditulis oleh baginda Rasul Saw untuk `Amr bin Hazim : Tidaklah boleh menyentuh Qur’an kecuali orang yang suci”
Pendapat Imam yang empat tentang menyentuh al-Qur’an tanpa air wudhu atau tidak suci :
Mazhab Maliki : Mereka mengatakan boleh menyentuh seluruh al-Qur’an dan sebagiannya tanpa wudhu dengan beberapa syarat :
1. Al-Qur’an tersebut ditulis dengan berbahasa selain bahasa ‘arab, adapun jika al-Qur’an tersebut ditulis dengan berbahasa arab baik tulisannya dengan khot yang bebeda seperti khot kufi khot mahgribi dan sebagainya tidak boleh menyentuh al-Qur’an dengan tanpa wudhu.
2. Al-Qur’an tersebut diukir di salah satu mata uang seperti dirham atau mata uang yang tertera ayat al-Qur’an.
3. Menjadikan seluruh mushaf atau sebagiannya sebagai harozan, maka hal seperti ini boleh membawanya tanpa air wudhu, dan sebagian dari mereka mengatakan tidak boleh membawa al-Qur’an seluruhnya akan tetapi diperbolehkan membawa sebagiannya. Ada dua syarat yang harus dipenuhi membawa qur’an sebagai harozan :
a. Muslim : yang membawa al-Qur’an beragama islam.
b.Al-Qur’an tersebut tertutup yang dapat mencegah masuknya kotoran.
4. Bahwa yang membawa al-Qur’an adalah seorang guru dan orang yang menuntut ilmu maka keduanya boleh menyentuh al-Qur’an dengan tanpa wudhu, disini tidak ada perbedaan antara yang mukallaf atau yang belum mukallaf, sampai sampai wanita yang sedang haidpun boleh menyentuh al-Quran apabila ia sedang belajar atau sebagai pengajar. Sselain ini semua tidak diperbolehkan menyentuh al-Qur’an dan membawanya.
Mazhab Hambali : Boleh menyentuh dan membawa al-Qur’an dengan tanpa wudhu dengan syarat :
Sampulnya terpisah dari al-Qur’annya. Apabila sampul al-Qur’an tersebut melekat dengan Qur’annya, contohnya dalam satu bungkusan, dilipat dengan kain atau dengan daun. Atau al-Qur’an tersebut diletakkan di atas kotak, diperalatan rumah yang mau dipindahkan baik niatnya mau menyentuh al-Qur’an tersebut atau tidak. Keadaan seperti semua ini boleh menyentuh al-Qur’an dan membawanya.
Disini mazhab hambali menyamakan orang yang membawanya antara yang mukallaf dengan yang belum mukallaf, kecuali bayi yang belum mukallaf tidak wajib berwudhu akan tetapi diwajibkanlah bagi yang mengasuhnya menyuruh agar berwudhu ketika hendak menyentuh dan membawa al-Qur’an.

Mazhab Hanafi : Syarat boleh menyentuh, membawa serta menulis al-Qur’an tanpa Air wudhu :
1. Pada keadaan dharurat atau terpaksa seperti takut melihat mushaf tenggelam atau terbakar.
2. Al-Qur’an tersebut berpisah dengan sampulnya contohnya dalam satu bungkusan, dilipat dengan kain atau dengan daun dan sebagainya, dalam keadaan seperti ini boleh menyentuh dan membawa al Qur’an.
3. Bahwa orang yang menyentuh al-Qur’an tersebut belum baligh, dan ia hendak mempelajarinya, sedangkan yang sudah baligh dan wanita yang sedang haid baik sebagai pengajar dan pelajar disuatu substansi dilarang menyentuh mushaf.
4. Bahwa yang menyentuh mushaf tersebut adalah seorang yang muslim (yang beragama islam), dan Muhammad berkata : Boleh menyentuh mushaf bagi non muslim apabila ia telah mandi, adapun menghapal kitab suci al-Qur’an bagi non muslim diperbolehkan juga. Apabila semua syarat ini tidak terpenuhi maka dilaranglah bagi orang yang tidak berwudhu menyentuh mushaf baik dengan tangannya maupun dengan anggota tubuh lainnya, adapun membaca Qur’an dengan tanpa berwudhu diperbolehkan, dan diharamkan bagi orang yang sedang berhadats besar. Bagi selain yang berhadats besar disunnahkan berwudhu apabila hendak membaca al-Qur’an.
Menurut Mazhab Syafi`i : Boleh menyentuh dan membawa mushaf seluruh dan sebagiannya dengan beberapa syarat :
1. Membawa mushaf tersebut harozan
2. Ayat suci al-Qur’an tersebut termaktub dalam mata uang seperti pound mesir dan dirham
3. Sebagian al-Qur’an termaktub dalam kitab-kitab ilmu untuk diambil hukum dari kitab tersebut, baik ayat yang termaktub banyak maupun sedikit. Boleh menyentuh.
4. kitab tafsir dengan syarat tafsirnya lebih banyak dibanding tulisan ayat al-Qur’annya sebaliknya tidak boleh menyentuhnya apabila ayat al-Qur’an lebih banyak daripada tafsirnya.
5. Ayat al-Qur’an tersebut termaktub di pakaian seperti pakaian yang disulam gambar ka’bah.
6. Menyentuh mushaf dengan tujuan mempelajarinya.
7. Menyentuh al-Qur’an untuk mempelajarinya, maka boleh bagi walinya memberi kuasa menyentuh mushaf dan membawanya. Apabila syarat yang diatas tidak terpenuhi maka hukum menyentuh mushaf haram sekalipun satu ayat, walaupun dengan penghalang yang terpisah dari mushaf baik yang terbuat dari kulit atau selainnya.
Apabila al-Qur’an diletakkan di rak kecil atau di suatu tempat kecil yang dikhususkan untuk tempat al-Qur’an maka tidak boleh menyentuh tempat tersebut selagi mushaf itu berada diatas tempat yang khusus untuk al-Qur’an. Jika tempatnya besar boleh menyentuh tempat yang dibuat khusus untuk al-Qur’an. Begitu juga dengan sampul a-Qur’an yang telah terpisah dari mushaf aslinya yang tidak tersisa sedikitpun tulisan al -Qur’an, haram menyentuhnya
kecuali dijadikan sebagai sampul kitab selain Qur’an. begitu juga menyentuh batu yang ditulis ayat al-Qur’an tidak boleh menyentuh satu bagian dari bagiannya sebagaimana dilarang menyentuh mushaf .
Sumber:1.http://tanjuangdisini.blogspot.com 2.http://muslimah.or.id
JAKARTA 7/3/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman