Kamis, 05 Maret 2015

SUFI BERDO'A




PANDANGAN SUFI TENTANG BERDO’A ?

((الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ))
“Doa itu adalah ibadah.” [H.R. Tirmidzi]
Muqaddimah
Bagi Sufi, tidak terealisasinya doa secara segera disebabkan karena seseorang masih mengandalkan sesuatu yang lain selain Tuhan dalam rangka mewujudkan apa yang dimintanya. Kebanyakan manusia, kata Sufi, hanya berdoa dengan “lisan ucapan,” bukan dengan “lisan keadaan” (lisan al-hal). Mereka berdoa, misalnya minta rezeki, tetapi yang keluar baru “lisan ucapan,” sementara “lisan keadaannya” belum ikut meminta. Keadaan seseorang adalah senantiasa membutuhkan, fakir, miskin, tak berdaya. Sayangnya, sembari berdoa, orang umumnya masih belum mengakui kefakiran eksistensialnya, masih ada setitik noda kesombongan baik itu disadari atau tidak, yakni noda keangkuhan eksistensial “tersembunyi” yang menyatakan bahwa jika dirinya berusaha, atau melakukan ini atau itu, sesuai hukum sebab akibat, maka tujuannya akan tercapai.

Dengan kata lain, orang awam pada dasarnya hanya menjadikan doa sebagai pelengkap penyerta, seolah-olah doa adalah aspek sekunder dalam tindakannya. Padahal, menurut pandangan Sufi, karena doa adalah otak ibadah, dan Tuhan tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah, maka doa bukan aspek sekunder, tetapi primer. Dalam berdoa seseorang mesti memusatkan perhatiannya kepada Yang Dicari Permohonannya, bukan pada dirinya sendiri, sebab selama ia masih memandang dirinya sebagai sesuatu yang memiliki daya, ia tak bisa dikatakan “berdoa” dalam arti sesungguhnya. Inilah sebagian dari makna sabda Kanjeng Rasulullah SAW, “Doa tidak akan dikabulkan dari hati yang lalai,” yakni tidak memperhatikan adab dan hakikat doa itu sendiri.
Makna Berdo’a ?
Menurut Sufi, seseorang harus yakin bahwa Allah telah mengetahui, atau bahkan menciptakan, kebutuhannya, bahkan sebelum orang berdoa. Karena itu Syekh Ibnu Athaillah as-Askandari r.a dalam Kitab al-Hikam mengatakan, “yang dibutuhkan darimu hanyalah kepasrahan dan pengakuan total bahwa engkau dalam keadaan yang amat membutuhkan.” Allah telah menetapkan bahwa Dia akan mengabulkan doa siapa saja yang merasa butuh. Firman-Nya, “Siapa yang mengabulkan doa orang yang dalam keadaan membutuhkan [idhthirar]? Dan siapa yagng menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu khalifah di muka bumi? Adakah Tuhan selain Allah?” (Q.S 27:62). Keadaan “membutuhkan” dalam pengertian ayat itu adalah keadaan “tak punya pilihan,” dan hilangnya “kehendak bebas.” Dari sudut pandang modern, barangkali terdengar aneh dan tak dapat diterima, karena kehilangan kehendak bebas dan pilihan akan menyebabkan seseorang terbelenggu. Namun bagi Sufi, keadaan ini adalah pantulan dan kemerdekaan yang sesungguhnya, kebebasan dari belenggu nafs (hawa nafsu rendahan).

Ini adalah bagian dari misteri “kecepatan” terwujudnya sesuatu, kun fa yakun. Dalam tradisi Sufi, seseorang yang telah mencapai maqam baqa dan disempurnakan oleh Allah, maka ia akan masuk ke maqam kun, di mana Allah akan menjadi pendengarannya, penglihatannya dan seterusnya, seperti dinyatakan dalam hadis qudsi. Tetapi harus ditambahkan bahwa keadaan ini tidak bisa dicapai oleh seseorang yang dalam dirinya masih ada sesuatu selain Allah, yang masih mengikuti keinginannya sendiri, yang masih mengandalkan pada dirinya sendiri, yang masih menyukai dosa, yang masih memelihara hawa nafsunya, dan yang masih memandang keragaman wujud bukan dalam kerangka Kesatuan Wujud. Orang yang masih memandang dirinya sendiri (dengan segala ilusi potensialitasnya) akan “ditinggalkan” oleh petunjuk, sebagaimana Musa ditinggalkan oleh Khidir.
Doa Dalam Pandangan Kaum Sufi ?
Orang-orang Sufi memohon kepada selain Allah SUBHANAHU WA TA’ALA, seperti berdoa kepada para nabi dan wali-wali yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka dalam berdoa banyak mengucapkan: “Ya Rasulullah! Berilah kami sesuatu! Berilah kami! …… Ya Rasulullah engkaulah tempat  bergantung” Dan sebagian yang lain memanggil nama-nama orang yang sudah meninggal, seperti: “Ya Jailani!…..” – “Ya Rifa’i!….” – “Ya Syadzali!…..” (padahal permohonan seperti ini adalah syirik yang jelas). Mereka mengatakan: “Ya Fulan berilah saya rizki!…. Tolonglah saya!…. Sembuhkanlah saya!….” Padahal Allah SUBHANAHU WA TA’ALA telah melarang orang yang memohon sesuatu kepada selain-Nya, bahkan menganggapnya sebagai perbuatan syirik.
Allah SUBHANAHU WA TA’ALA berfirman:
} وَلاَ تَدْعُ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لاَ يَنْفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إذاً مِنَ الظَّالِمِينَ {
“Dan janganlah kamu menyembah (memohon kepada) apa-apa yang tidak memberi manfa’at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah: sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.”  (Q.S. Yunus: 106)
Orang-orang zalim yang dimaksud di sini adalah orang-orang musyrik. Rasulullah SHOLLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM bersabda:
((الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ))
“Doa itu adalah ibadah.”  [H.R. Tirmidzi]
Jadi doa itu adalah ibadah seperti sholat, tidak boleh diperuntukkan kepada selain Allah, walaupun ia seorang rasul ataupun wali dan ini termasuk perbuatan syirik paling besar yang membatalkan amal perbuatan dan pelakunya kekal di dalam neraka -Naudzu Billahi min Dzalik-.
Allah SUBHANAHU WA TA’ALA berfirman:
} إنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ {
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”  (Q.S. An-Nisaa’:
" Janganlah ditundanya anugerah pemberian dari Allah swt, terhadap doa yang dipanjatkan secara terus-menerus, mengharuskan anda putus asa.
Jangan sampai kita berdoa secara terus-menerus, belum juga terkabulkan, membuat kita putus asa di dalam berdoa. Nabi Musa As berdoa tentang satu hal dan baru diberi oleh Allah swt setelah 40 tahun, tetapi selama kurun waktu tersebut tidak pernah membuat putus asa untuk terus-menerus berdoa tentang satu hal tadi.
Allah menjamin ijabah, tidak ada doa yang tidak diijabah! Semua doa diijabah oleh Allah, walaupun belum diberi. Ketika berdoa dan diakhiri dengan mengucapkan kata “aamiin”, saat itu juga langsung diijabah oleh Allah.
Harus dibedakan antara ijabah dengan pemberian, kadang-kadang Allah itu mengabulkan minggu depan, bulan depan, tahun depan atau beberapa tahun lagi, namun sebetulnya doanya sudah diijabah.


Bentuk ijabahnya bermacam-macam, bisa berupa mengganti pemberian tadi, bisa juga ditunda oleh Allah, atau bisa langsung dibukakan anugerah lain yang justru membuat pintu hati kita lebih dekat dengan Allah swt.
Ijabah diberikan kepadamu menurut pilihan Allah, bukan menurut pilihanmu atau pilihan seleramu, dan Allah juga yang menghendaki waktunya, bukan menurut waktu yang anda kehendaki.
Syech Abu Muhammad Abdul Aziz al Makhdali mengatakan, siapa yang didalam doanya tidak membiarkan atau menyerahkan pilihannya kepada Allah swt, tetapi dia lebih ridho menurut pilihan dia, maka ketika muncul pilihan tersebut, akan tergolong dan terkena Istidroj. ”
  1. Doa Adalah Ibadah. Hal ini berdasarkan atas Al-Qur'an yang artinya adalah :"Berdo'alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." [QS. Ghafir : 60]. Berdoa kepada Allah adalah memperlihatkan sikap berserah diri dan membutuhkan Allah, karena tidak dianjurkan ibadah melainkan untuk berserah diri dan tunduk kepada Pencipta serta merasa butuh kepada Allah.
  2. Doa adalah ibadah yang paling mulia di Sisi Allah Ta'ala. Hal ini berdasarkan dalil hadist dari Rasulullah SAW yang berbunyi : dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Tidak ada sesuatu yang paling mulia di sisi Allah daripada doa". (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah ).
  3. Doa Menunjukkan Tawakal Kepada Allah. Hal itu dikarenakan orang yang berdo’a dalam kondisi memohon pertolongan kepada-Nya, menyerahkan urusan hanya kepada-Nya bukan kepada yang lain-Nya. Sebagaimana juga berdoa adalah bagian dari bentuk ketaatan kepada Allah dan bentuk pemenuhan akan perintah-Nya. Jadi doa, berusaha berikhtiar dan pada akhirnya tawakal kepada Allah adalah merupakan bagian satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya.
  4. Menjadikan Hati Menjadi Tenang. Ini adalah merupakan salah satu manfaat berdoa kepada Allah. Firman Allah yang mengisyaratkan dan memberikan bahwasannya dengan berdoa dan berdzikir akan bisa memberikan ketenangan adalah ayat Al-Qur'an yang berbunyi :"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. ( QS. Ar Ra’du : 28). Dan dengan doa serta dzikir akan bisa memberikan dan juga mendapatkan keutamaan serta faedah yang sangat banyak di dunia dan akhirat bagi yang senantiasa mengamalkannya
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://abufarras.blogspot.com/ Bottom of Form
JAKARTA 5/3/2015
Bottom of Form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman