Jumat, 13 Maret 2015

AJARAN TASAWUF




TASAWUF DALAM AL-QUR’AN DAN HADTS ?


وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (Q. S. 50. Qof, A. 16).
Muqaddimah
Al Quran dan As-Sunnah adalah nash. Setiap muslim kapan dan dimana pun dibebani tanggung jawab untuk memahami dan melaksanakan kandungan dalam bentuk amalan yang nyata. Pemahaman terhadap nash tanpa pengamalan akan menimbulkan kesenjangan.
Dalam hal inilah, tasawuf dalam pembentukannya adalah manifestasi akhlak atau keagamaan. Moral keagamaan ini banyak disinggung dalam Al Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian, sumber pertama tasaawuf adalah ajaran-ajaran Islam, sebab tasawuf ditimba dari Al Quran, As-Sunnah, dan amalan-amalan serta ucapan para sahabat. Amalan serta ucapan para sahabat tentu tidak keluar dari ruang lingkup Al Quran dan As Sunnah. Dengan begitu, jutru dua sumber utama tasawuf adalah Al Quran dan As Sunnah itu sendiri.
Tasawuf adalah usaha untuk membangun manusia dalam hal tutur kata, perbuatan, serta gerak hati – baik dalam skala kecil yaitu pribadi maupun dalam skala yang lebih besar – dengan menjadikan hubungan kepada Alloh SWT sebagai dasar bagi semua itu.
Sehingga alquran dan hadis, keduanya merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik bagi mereka yang hidup pada zaman yang masih sangat tradisional, atau bagi mereka yang mampu mencapai peradaban yang gemilang.
Sumber Tasawuf Dalam Islam ?
Nilai-nilai ajaran tauhid, fiqih dan akhlaq sering dilihat kecenderungannya pada bentuk formalnya saja, khususnya bidang ilmu yang mengambil bentuk prilaku lahiriyah sebagaimana yang tampak dalam ilmu syari'at. Formalisme dalam ritual Islam dipandang amat merugikan, maka Allah mengingatkan kita terhadap adanya bahaya formalisme, sebagaimana firman Allah:
وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ
Artinya: "Dan sesungguhnya Tuhanmu, benar-benar mengetahui apa yang disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan." (Q. S. 27. An-Naml, A. 74).
Berbagai ayat dalam Al-Qur'an dan sabda Rasul dalam kitab Al-Hadits menunjukkan secara jelas kepada kita bahwa nilai-nilai spiritual itu memang ada, diantaranya sebagai berikut:
وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ إِنَّ اللّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: "Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Q. S. 2. Al-Baqoroh, A. 115).
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Q. S. 2. Al-Baqarah, A. 186).
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (Q. S. 50. Qof, A. 16).
فَوَجَدَا عَبْداً مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْماً
Artinya: "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (Q. S. 18. Al-Kahfi, A. 65).
Demikian juga halnya dengan Al-Hadits, diantara sekian banyak Hadits Rasul yang menjelaskan tentang nilai-nilai spiritual, yang sering kita dengan dan kita ucapkan adalah:
"Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah saw. muncul di antara kaum muslimin. Lalu datang seorang laki-laki dan bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Iman itu? Rasulullah saw. menjawab: Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, rasul-rasul-Nya dan kepada hari berbangkit. Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? Rasulullah saw. menjawab: Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, mendirikan salat fardu, menunaikan zakat wajib dan berpuasa di bulan Ramadan. Orang itu kembali bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu? Rasulullah saw. menjawab: Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia selalu melihatmu. Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, kapankah hari kiamat itu? Rasulullah saw. menjawab: Orang yang ditanya mengenai masalah ini tidak lebih tahu dari orang yang bertanya. Tetapi akan aku ceritakan tanda-tandanya; Apabila budak perempuan melahirkan anak tuannya, maka itulah satu di antara tandanya. Apabila orang yang miskin papa menjadi pemimpin manusia, maka itu tarmasuk di antara tandanya. Apabila para penggembala domba saling bermegah-megahan dengan gedung. Itulah sebagian dari tanda-tandanya yang lima, yang hanya diketahui oleh Allah. Kemudian Rasulullah saw. membaca firman Allah Taala: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Kemudian orang itu berlalu, maka Rasulullah saw. bersabda: Panggillah ia kembali! Para sahabat beranjak hendak memanggilnya, tetapi mereka tidak melihat seorang pun. Rasulullah saw. bersabda: Ia adalah Jibril, ia datang untuk mengajarkan manusia masalah agama mereka." (Shahih Muslim No.10).
Ayat-ayat alquran yang menjadi dasar tasawuf ?
Dari alquran, para sufi mengambil pemikiran-pemikiran tentang hubungan antar manusia dengan tuhannya, juga mengenai etika, tindakan, olah diri atau riyadhoh sebagai jalan mendekatkan diri kepada Alloh. Thusi telah menjelaskan pada kita dalam kitabnya yang berjudul al-Luma [5] bahwa para sufi senantiasa melakukan akhlak yang terpuji, mengkaji arti kondisi dan keutamaan amal perbuatan, karena mensuri tauladani nabi, sahabat, dan pengikutnya. Ini semua menurutnya ada dalam kitab suci Alquran [6].
Hakikat tasawuf adalah mendekatkan diri pada Alloh. Hal kedekatan ini disebutkan Alloh dalam Alquran:
وإذا سألك عبادي عني فإنى قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لي واليؤمنوا بي لعلهم يرشدون. [7]
Jika hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku sangat dekar dan mengabulkan seruan yang memanggil jika Aku dipanggil.
Alloh dalam ayat itu mengatakan bahwa ia dekat kepada manusia dan mengabulkan permintaan bagi setiap peminta. Maka kaum sufi mengartikan doa di sini bukan sekadar berdoa, melainkan berseru agar tuhan mengabulkan seruannya untuk melihat tuhan dan berada dekat dengan-Nya. Dengan kata lain, ia berseru agar tuhan membuka hijab dan menampakkan diri-Nya kepada yang berseru. Tentang kedekatan dan pengabulan penampakan wajah tuhan itu, dikemukakan dalam Alquran:
ولله المشرق و المغرب فأينما تولوا فثم وجه الله إن الله واسع عليم . [8]
Timur dan barat itu kepunyaan Alloh, kemana pun saja kamu berpaling, di situ kamu menemukan wajah Tuhan.
Ayat ini mengandung arti bahwa dimana saja Tuhan dapat dijumpai. Tuhan sangat dekat dan sang sufi tidak perlu pergi jauh-jauh untuk menjumpai tuhan. Ayat yang lebih tegas mengenai kedekatan manusia dengan Tuhan, bahkan lebih menyatakan realitas Tuhan yang berada dalam diri manusia adalah:
ولقد خلقنا الإنسان ونعلم ما توسوس به نفسه ونحن اقرب اليه من حبل الوريد . [9]
Telah kami ciptakan manusia dan kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Kami lebih dekat kepada manusia dari pada urat pembuluh darah yang ada di lehernya.
Dari penjelasan mngenai hubungan manusia dengan tuhannya itu, menciptakan sebuah jalan [10] bagi para sufi untuk mendekatkan diri kepada Alloh yang diawali dari memerangi hawa nafsu. Seorang menempuh jalan itu secara bertingkat dan akan mengalami fase-fase yang berbeda yang dikenal dalam kalangan sufi sebagai maqomat (tingkatan-tingkatan spiritual) dan ahwal (kondisi), yang akhirnya tingkatan dan kondisi tersebut berakhir pada pengetahuan terhadap Alloh. Itu merupakan ujung dari jalan tersebut. Contoh dari maqom-maqom tersebut adalah taubat, wara’, zuhud, fakir, sabar, ridho, tawakkal, dan lain sebagainya.
Sedangkan hal adalah pengawasan diri, kedekatan, kecintaan, ketakutan, harapan, kerinduan, kegembiraan, ketenangan, yakin, dan lain sebagainya.
Maqam dan Ahwal Dalam Tasawuf ?
Para sufi membedakan secara terperinci mengenai maqom dengan hal. Maqom menurut mereka bercirikan sebuah ketetapan, sedangkan hal adalah mudah hilang.  Keseluruhan maqomat dan hal para sufi merupakan objek-objek yang bersandarkan pada Alquran. Oleh karena itu, kami akan mengungkapkan ayat-ayat alquran yang dijadikan dasar maqomat dan hal tersebut. Misalnya dalam hal memerangi hawa nafsu yang merupakan awal jalan menuju Alloh, bersandar pada firmannya: “dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridoan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Alloh benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” [11] Dan firman Alloh: “dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah yang menjadi tempat tinggalnya.” [12] Dan juga firman Alloh: “sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” [13] Sedangkan maqom taqwa bersandar pada firman Alloh:
“sesungguhnya yang paling mulia di sisi Alloh adalah yang paling takwa diantara kalian” [14]
Para sufi pun juga menyandarkan maqom zuhud pada ayat alquran: “katakanlah! Bahwa kesenangan-kesenangan dunia adalah sedikit, sedangkan akhirat adalah lebih baik bagi orang yang bertakwa.” [15]
Dan para sufi menyandarkan maqom tawakal pada ayat alquran “dan barang siapa yang bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan kebutuhannya.” [16] Dan pada ayat: “kepada Alloh lah orang-orang beriman berserah diri.” [17]
Dan para sufi menyandarkan maqom syukur pada ayat alquran: “jika kalian bersyukur, niscaya aku akan menambhkannya.” [18]
Sedangkan maqom sabar, para sufi menyandarkannya pada ayat Alquran, “bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Alloh.” [19] Dan “berikanlah berita-berita gembira pada orang-orang yang sabar.” [20]
Sedangkan maqom ridho disebutkan pula dalam firman Alloh: “Alloh ridho terhadapnya , itulah keberuntungan yang paling besar.” [21]
Dan maqom haya’ (rasa malu) yang berlandaskan pada ayat: “tidakkah dia mengetahui bahwasanya sesungguhnya Alloh melihat segala perbuatannya?”
Terdapat maqom fakir yang diartikan sebagai membutuhkan Alloh. Menurut para sufi maqom ini berlandaskan pada ayat Alquran yang berbunyi: “(berinfaklah) kepada orang-
orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Alloh.” [22] Dan ayat: “Allohlah yang maha kaya, sedangkan kamu kamulah orang-orang yang berkehendak kepada-Nya.” [23]
Dan terdapat pula maqom kecintaan antara hamba dengan tuhannya. Ia dinyatakan secara jelas dalam Alquran: “hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya,maka kelak Alloh akan mendatangkan suatu kaum yang Alloh mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya.” [24]
Sedangkan hal  juga berlandaskan pada Alquran. Misalnya dalam kondisi takut, maka dapat dilandaskan pada firman Alloh: “dan mereka selalu berdoa kepada rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezeki yang kamu berikan.” [25]
Dan kondisi berduka yang berlandaskan pada ayat: “dan mereka berkata, segala puji bagi Alloh yang telah menghilangkan duka cita dari kami.”
Bahkan olah diri (riyadloh) sebagian para sufi, terutama yang paling urgent yaitu dzikir, dapat ditemukan pula sumbernya dari Alquran: “hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah dengan menyebut nama Alloh, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” [26]
Doa bagi para sufi yang merupakan bagian dari olah diri yang terbentuk dari adab-adab juga berlandaskan pada firman Alloh yang sangat banyak. Misalnya adalah: “Berkatalah tuhan kalian! Berdoalah kepadaku, niscaya aku akan mengabulkannya.” [27] Dan firman Alloh: “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepadanya.” [28]
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://nadzifah31.blogspot.com
3.http://sufidemak.blogspot.com
JAKARTA 13/3/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman